Akhirnya drama pendek pemutusan kerjasama BPJS Kesehatan dan rumah sakit yang belum terakreditasi berakhir happy ending. Bu Menkes dan pak Dirut BPJS Kesehatan didamping para pejabat penting berbicara di acara konferensi pers pada Senin 7 Januari 2019. Acaranya rame, peliputnya dari berbagai media, kecuali mojok. Bu Nila Moeloek, professor dan ahli spesialis mata yang juga Menteri Kesehatan itu memutuskan: kerja sama antara RS yang belum terakreditasi dengan BPJS-K diperpanjang (ini sungguh kalimat yang tidak jelas, katanya memutus kok malah tambah panjang). Tidak sepanjang jalan kenangan atau ruas jalan tol Trans Jawa yang baru saja diresmikan. Namun, rumah sakit yang belum dan sedang dalam proses terakreditasi tersebut diberi kesempatan sampai dengan bulan Juni 2019 untuk menyelesaikan status akreditasi dari KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit).
Keputusan penting ini melegakan banyak pihak, khususnya peserta program Jaminan Kesehatan Nasional. Coba bayangkan betapa kagetnya pasien BPJS-K yang sudah mengantongi surat rujukan saat mendatangi rumah sakit yang belum terakreditasi di awal Januari kemarin. Paham, to apa itu surat rujukan? Itu, lho, surat pengantar dari puskesmas atau dokter keluarga untuk berobat ke rumah sakit rujukan. Bukan surat ke KUA karena mau balen dengan pasangan setelah bercerai.
Lazimnya, begitu sampai di rumah sakit, pasien langsung antri ke loket BPJS-K yang ruang tunggunya ramai, kursi tunggunya penuh dan riuh oleh celotehan para pasien. Saking ramainya, sampai-sampai panggilan antrian tidak jelas terdengar. Nah, pada awal Januari kemarin, ruang tunggunya kok sepi. Jangan-jangan dokternya masih liburan. Atau, sudah jadwal pulang tapi ketinggalan pesawat. Jebul, ada tulisan di kertas HVS yang ditempel pakai selotip di jendela, “rumah sakit ini berhenti melayani peserta BPJS Kesehatan. Kami putus uhuk..uhuk..uhuk….”
Kalau kamu sebagai pasien, reaksimu kira-kira seperti apa? Prihatin, nggondhok, marah, ndhongkol, misuh-misuh, auto-istighfar, atau ke masjid di RS berwudhu, sholat dhuha dan berdoa atas kedzaliman ini? Nampaknya, reaksinya beragam. Tergantung tebal dompet, keimanan, literasi hati (maksudnya tingkat kepasrahan) sampai dengan ghirah memperjuangkan hak rakyat mendapatkan pelayanan kesehatan yang juga merupakan salah satu hak asasi manusia.
Yang logis biasanya akan bertanya ke petugas RS. Tanya ke pasien lain kadang belum tentu mudeng juga atau komentarnya ajaib. “rumah sakit jebul sejenis sekolahan, pakai akreditasi segala”, atau “rumah sakitnya tidak mampu nyicil kredit, karena tagihan dari BPJSK belum dibayar”. Atau ketemu pasien milenial yang highly literate pasca mendapatkan info dahsyat yang viral di media sosial. Katanya, ini bagian dari skenario besar upaya konspirasi untuk mencaplok rumah-rumah sakit yang putus kontrak dengan BPJS-K. Begitu putus kontrak dari BPJS-K, berkuranglah pendapatan RS, lambat laun sepi, semakin sepi sampai bangkrut. Saat itulah rumah sakit dicaplok hap oleh nyamuk eh konglomerat yang punya modal besar. Ukuran besar jelas di atas 80 juta rupiah ya sobat misqueen..
Begitu tahu layananan berhenti pilihan hanya dua, dan dua-duanya berimplikasi finansial. Ini jelas-jelas berkebalikan dengan salah satu cita-cita program JKN, untuk melindungi warga terbebani secara finansial saat membutuhkan layanan kesehatan. Pilihan pertama, tetap di rumah sakit tersebut. Pasien akan mencari loket pasien umum dan mendaftar sebagai pasien umum. Kedua, mencari rumah sakit lain yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan statusnya terakreditasi. Semakin jauh rumah sakit, semakin mahal biaya transportasi.
Namun semahal-mahalnya korban putus hubungan BPJS-K dengan rumah sakit ini, tidak bakal menjadi sadikin alias sakit sedikit menjadi miskin. Untuk yang memilih periksa di rumah sakit tersebut, cara hematnya adalah bertanya terlebih dahulu ke petugas rumah sakit perkiraan biayanya berapa. Informasi yang didapat dari petugas lalu dibandingkan dengan bekal sangu yang dibawah. Sebagian pasien BPJS-K biasanya hanya membawa uang secukupnya. Untuk membeli jajan saat menunggu panggilan dan ongkos transport bolak-balik. Ini khususnya adalah pasien kelompok PBI (Penerima Bantuan Iuran), yang alhamdulillah dibayari oleh pemerintah iuran rutin bulanannya ke BPJS-K, karena dianggap tidak kuat membayar. Kalau selisihnya lebih mahal daripada ongkos transport ke rumah sakit lain, ya berpindah. Repot sedikit, tapi tidak menjadi miskin.
Bagi peserta BPJS-K kelompok mandiri, yang membayar iuran sendiri dengan kelas 1, nampaknya sekali- sekali menjadi pasien umum juga tidak akan tersiksa. Malah biasanya lebih nyaman. Meskipun kabarnya rumah sakit tidak boleh mendisriminasikan pelayanan berdasarkan status peserta BPJS-K atau bukan. Hanya agak nggondhok sedikit. Kalau tidak kuat menahan nggondhoknya, sekalian saja diperiksakan ke dokter dan menyampaikan kalau keluhannya bertambah lagi, yaitu nggondhok karena tidak bisa menggunakan kartu BPJS-K. Lebih baik pulang dari rumah sakit, sembuh dua-duanya. Daripada sakitnya sembuh tapi nggodhoknya terbawa sampai ke rumah. Akibatnya, makan tidak enak, tidur tidak nyenyak. Besoknya ke rumah sakit lagi. Kalau ada yang dikangeni di rumah sakit, seperti perawat atau dokternya yang cantik, ya nggak apa-apa sih. Jadi, kedatangan besoknya tidak untuk periksa sakit, tapi periksa
mata.
Untungnya, kejadian pemutusan sementara kerja sama tersebut hanya berlangsung singkat, hanya di minggu pertama bulan Januari 2019. Kado tahun baru yang pahit, memang. Dari sekitar 2.178 RS di Indonesia, terdapat 419 rumah sakit yang belum terakreditasi. Jika setiap rumah sakit tersebut melayani minimal 300 peserta BPJS-K, berarti setiap hari ada sekitar 125.700 orang prihatin, nerimo, nggondhok, marah, ndhongkol, misuh-misuh sampai dengan berdoa.
Seandainya mereka semua memilih berdoa agar pilpres berjalan aman, tidak ada hoax bertebaran, sosial media aman dan damai, serta mendoakan umur panjang kepada kepada pemimpin negara yang bijak dan adil, maka pemutusan kerja sama itu harus diperpanjang. Ini benar-benar jadi hikmah dan berkah positif awal tahun baru. Sayangnya tidak. Keriuhan muncul dimana-mana, meskipun tidak semeriah kembang api dan terompet tahun baru. Jadinya, drama tersebut pendek saja. Mungkin akan berganti dengan serial drama BPJS-K berikutnya. Mari kita tunggu saja.
Hello @anisfuad! This is a friendly reminder that you have 3000 Partiko Points unclaimed in your Partiko account!
Partiko is a fast and beautiful mobile app for Steem, and it’s the most popular Steem mobile app out there! Download Partiko using the link below and login using SteemConnect to claim your 3000 Partiko points! You can easily convert them into Steem token!
https://partiko.app/referral/partiko
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Congratulations @anisfuad! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit