Sedikit monoleh sejarah aceh pasca konflik beberapa tahun silam, dimana saat dua aktivis hilang ditengah keramaian (kasus Mukhlis Ishak dan Zulfikar).
Mereka masih muda, dan penuh semangat. Keduanya masih terdaftar sebagai sebagai mahasiswa di Institut Agama Islam Negeri Ar Raniry, Banda Aceh. Semangat membela kepentingan kemanusiaan yang senantiasa menyala dalam setiap pembuluh anak muda, membuat mereka juga terdaftar aktif di LSM Link for Community Development. Semangat itu juga yang menjadikan mereka hadir pada demonstrasi massa pada tanggal 25 maret 2003,di bireun.
Aksi demonstrasi itu di picu oleh ketidak setujuan rakyat Keudee Dua, Kecamatan juli, Kabupaten Bireun, akan rencana pendirian pos Brimob BKO di daerah mereka. Hari itu massa berkumpul di halaman gedung Kabupaten untuk menyatakan aspirasi mereka pada Bupati bireun, Mustafa Geulanggang. Ultimatum rakyat adalah: bila tuntutan mereka akan pembatalan pembangunan markas tidak dikabulkan, maka seluruh masyarakat Keudee Dua akan mengungsi. Aksi inilah yang akan diaping oleh Zul dan mukhlis.
Sesampainya di dekat pendopo Kabupaten massa dihalang-halangi oleh sekitar seratus orang aparat TNI dan Brimob, yang menghalau dan mengejar-ngejar mereka. Peserta demonstrasi, yang kebanyakan wanita langsung bubar berantakan, ketakutan. Dalam suasana kacau balau dan hingar bingar inilah kedua aktivis kemanusiaan tadi lenyap.
Puluhan bahkan ratusan pasang mata menyaksikan ketika sekitar pukul setengah sebelas pagi Zul dan Mukhlis digelandang oleh tiga orang berpakaian preman menyingkir dari daerah demo. Belakangan, saksi mata yang melaporkan kejadian tersebut pada relawan KMPD (Komite Monitoring untuk Perdamaian dan Demokrasi) mengatakan, salah seorang pengiring Zul dan Mukhlis diidentifikasi sebagai Sertu Karno, anggota Kopassus yang diperbantukan di Koramil Bireun. Lainnya adalah Pratu Danil dari Yon 113 dan Sersan Amran Sarong dari Koramil Bireun, ketiganya diketahui sebagai anggota SGI (Satuan Gugus Intelijen).
Relawan KMPD masih sempat mengejar dan mengabdikan saat-saat penggelandangan Zul dan Mukhlis dengan menggunakan kamera digital. Terekam juga kendaraan yang digunakan untuk mengevakuasi kedua aktivis tersebut, yaitu sebuah Toyota Kijang seri LDX Commanndo.
Massa yang awalnya memadati area dekat pendopo kemudian mengungsi ke Mesjid Jami Bireun. Jumlah mereka mencapai sekitar 3000 orang, karena bertambah dengan rakyat Teupin Mane yang turut bergabung.
Sementara itu kawan-kawan Zul dan Mukhlis sudah kehilangan kontak dengan kedua pemuda itu. Kira-kira pukul dua, salah seorang kawan mukhlis masih menerima pesan singkat dari nomor telepon genggam sang aktivis. Bunyinya, "meunyoe long didrop soe yang cok? (bahasa aceh)" (kalau saya ditangkap siapa yang mengambil?). Namun saat dihubungi, telepon genggam itu sudah dimatikan. Sejak saat itu tak terdengar lagi kabar mengenai Zul dan Mukhlis. Mereka seolah tenggelam ditelan bumi.
Sehari setelah peristiwa penculikan, tim advokasi LBH Banda Aceh mendatangi sekretariat JSC (joint Security Committee) untuk menyampaikan laporan resmi tentang hal itu. Mereka didampingi oleh relawan Oeace Brigade International. Sementara itu pihak keluarga Mukhlis dan Zul juga datang ke bireun untuk mengunjungi pos SGI/Kopassus Bireun untuk mencari keduanya.
Peristiwa menghilangnya Mukhlis dan Zul sempat menghiasi headline suratkabar-suratkabar di Banda Aceh dan Medan. Harian Waspada menulis, dalam pertemuan rutin Tripartit JSC yang juga dihadiri wartawan utusan senior RI mayjen Mar Safzen Noerdin dan utusan GAM sofyan Ibrahim Tiba, mengatakan tidak tahu menahu soal keberadaan mukhlis dan zul. Mayjen Mar Safzen Noerdin mengaku telah mengecek soal kedua aktivis tersebut pada seluruh kesatuan TNI dan Polri yang ada, dan mendapat jawaban negatif, yaitu bahwa tidak ada yang mengambil mukhlis dan zul. Sofyan Ibrahim Tiba balas mengungkap kasus-kasus dimana TNI/Polri menolak mengaku bersalah meski pun terdapat banyak saksi.
Lepas dari segala usaha yang dilakukan LBH Banda Aceh dan lembaga-lembaga lainnya, mukhlis dan zul tetap tak jelas rimbanya. Setelah lebih dari sembilan tahun, entah dimana kedua aktivis kemanusiaan itu kini.[]