source
Di Teupin Nyareng tak ada kenangan indah bagiku selain pantai dan laut. Setamat SMP, aku menyeberang ke negeri jiran untuk mencari tujuan hidup. Empat belas tahun lamanya aku mengembara di negeri ringgit itu, tetapi ketika pulang tidak membawa apa-apa. Aku merasa diriku sudah tua. Tetapi kata orang aku masih terlalu muda. Seusia pemuda dua puluhan....
Di pinggir kolam ini aku kembali lagi ke bocah kecil. Bermain-main sendiri dalam kesunyian. Tetapi aku kehilangan masa ceria. Duniaku hanya sebatas kampung terpencil ini. Hidup dalam keterasingan yang senyap. Aku belajar mengakrabi dan mencintai alam dengan kesunyiannya.
Pandanganku tak lepas-lepas ke kolam yang airnya berwarna agak kehijau-hijauan. Kemarau telah membuat permukaan semakin menyusut. Pohon-pohon pinang dan kelapa tubuh subur sekeliling. Di ujung sebelah selatan ada beberapa pohon coklat dengan buahnya yang kekuning-kuningan dan hijau. Tetapi tak ada lagi pohon randu. Bahkan bekasnya sekalipun.
Angin bertiup agak sedikit kencang hingga membuat udara musim kemarau tidak begitu gerah. Aku menyedot lagi air kelapa muda. Terasa segar dan nikmat tenggorokanku. Kusulut sebatang rokok sambil tak jemunya menatetapi itik-itik yang saling kejaran dan menyelam.
Di situ ada bayang-bayang masa kecilku bermain sendirian. Aku seperti menyaksikannya, dia sedang melepaskan kapal-kapalan kulit buah randu. Dilepaska satu persatu, sambil tak jemu-jemu memandangnya. Hingga lelah. Hingga ibu pulang dari ladang dan memanggil, “Inun…. Pulang, Nak!”
Dulu kolam ini masih semak belukar. Aku sering bermain di sini walau ibu melarangnya. Kata orang-orang kolam ini dihuni ular bertudung dan harimau jelmaan. Orang-orang tua di sini banyak yang mengaku melihatnya.
Aku percaya ada binatang berbisa, tetapi tidak yakin dengan pendapat mereka. Sebab aku memang pernah melihat ular-ular sebesar lengan orang dewasa. Ular itu melilit di dahan pokok-pokok di pinggir kolam. Binatang itu tidak menganggu kalau tidak diganggu. Tetapi aku tidak pernah melihat ular bertudung itu.
Masa kecilku sering sendiri. Rumah-rumah kami saling berjauhan. Seperti juga sekarang. Lagi pula hanya beberapa tetangga yang mempunyai anak sebayaku. Aku seperti hidup sendiri di dusun terpencil penuh hutan-hutan. Ibu mati-matian bekerja di ladang menanam kedelai bersama para petani upahan. Waktu itu aku tidak mengerti kalau ibu kerja keras demi mencukupi kebutuhan dan masa depanku. Aku tidak pernah tahu, karena aku belum mengerti.
Biasanya ibu pulang kerja tengah hari untuk menyiapkan makanan siang dan shalat zuhur. Kalau lagi musim tanam, ibu berangkat lagi dan baru kembali menjelang sore. Tentunya sesudah megurus panganan ayam dan bebek. Aku sendiri tidak pernah dipaksa bekerja walaupun sekedar membawa pulang seember air. Kalau mau, biasanya aku mengerjakan sendiri tapa disuruh.
Begitulah ibu. Aku tidak tahu apakah dia memanjakanku. Yang kutahu ibu teramat sayang walau tidak pernah diperlihatkan. Ibu jarang menyentuh tubuhku secara langsung, kecuali saat aku sakit dan demam. Akupun tidak pernah meminta bantuan pada ibu untuk segala pekerjaan kecil yang menyangkut kebutuhanku.
Cerita pendek yang mungil bersama kenangan bocah kecil 😊
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Sip. makasih :)
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit