Shaidul Khatir karya Ibnul Jauzi adalah buku yang ditulis karena penyesalan terhadap ide yang hilang karena tidak ditulis. Karena itu oleh Ibnul Jauzi diburu ulang sehingga diberi nama shaidul khatir.
Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah mengatakan dalam kitabnya “Qimatuzzaman ‘Indal ‘Ulama”, “Hendaknya selalu ada buku tulis dan pena yang menyertaimu untuk mengikat lintasan pikiran yang muncul, menangkap ide-ide yang datang, dan menuliskan faedah serta hal-hal menarik yang engkau dengar. Dengan demikian engkau bisa menghemat waktu yang sangat berharga. Tidak sia-sia dengan melamun, menebak-nebak, dan prasangka yang tidak ada gunanya. Orang dulu mengatakan: “Ilmu itu adalah buruan dan tulisan adalah pengikatnya”.
Syekh Muhammad Az Zarqa di dalam kitab “Ar Raf’u wat Takmil” yang juga ditahqiq oleh Syekh Abu Ghuddah mengatakan: “Pemahaman itu adalah suatu sifat yang muncul dan lenyap”.
Abu Hurairah mengatakan: “Tidak ada seorangpun di antara shahabat Rasulullah yang lebih banyak haditsnya dariku selain Abdullah ibn Amr ibn al-‘Ash, ia dulu mencatat hadits sementara aku tidak mencatatnya.
Betapa banyaknya hal-hal penting yang berlalu begitu saja tanpa kita abadikan menjadi catatan yang akan bermanfaat bagi kita pada suatu saat.
Dr. Raghib as-Sirjani mengatakan bahwa salah satu rahasia ia bisa menjadi pakar di luar bidangnya sebagai dokter adalah; karena ia rajin mencatat apa saja yang pernah ia dengar.
Biasakan mencatat ilmu dan pemahaman yang pernah melintas di dalam pikiran, setelah berlalu beberapa tahun coba buka lagi catatan tersebut, kita akan berkata seperti ini: “Ternyata dulu hal ini pernah aku ketahui dan melintas dalam pikiranku”.
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://zulfiakmal.wordpress.com/2017/11/27/biasakan-mencatat/
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit