Haruskah bunga dijadikan bangkai hanya karena kau tak suka harum dan mekarnya?!
Kasihan dirimu yang tak memiliki cinta, kau hanya mampu memaksa.
30.05.2019
Semalam saya duduk sendirian di sebuah cafe tepat di belakang Sarinah. Tempat dan kursi yang sama saat malam pernah dipenuhi dengan teriakan, jeritan, dan suara ambulance yang terus menderu sepanjang malam. Suara-suara itu tak ada lagi, hanya dua malam itu saja. Tadi malam semuanya biasa saja, hanya deru kendaraan yang lalu lalang dan lagu cinta yang saya dengar.
Tak tahu harus bagaimana saya merasa. Kesal dan marah sudah melampaui batasnya, menulis dan menggambar yang biasa menjadi teman dalam susah senang pun sepertinya sudah tak mampu lagi menemani. Saya hanya diam, secangkir kopi dan sepotong kue pun turut terdiam. Lebih banyak kepulan asap yang bicara.
Banyak orang bicara dan cerita, banyak semangat dan keinginan, namun sampai saya menulis saat ini, semua hanya belaka. Dimengerti, setiap orang memiliki prioritas dan kepentingannya masing-masing, sedikit saja yang benar mau memprioritaskan masa depan bersama dengan segala susah perjuangannya, dengan berbagai alasannya. Yah, alasan-alasan yang menurut saya, hanya dimiliki oleh mereka yang belum dan terlalu takut untuk merdeka hati dan jiwanya. Mereka yang terlalu pengecut bahkan untuk merasakan bahagia karena sudah memberi semua yang terbaik dan terindah.
Tidak, saya tidak minta dimengerti karena tidak ada gunanya. Tidak akan juga ada yang mampu untuk mengerti selama kata itu hanya sekedar kata. Tidak perlu juga memaksakan diri karena lebih banyak orang menuntut untuk dimengerti dan mengerti pun tidak memberikan keuntungan. Lebih baik diam dan berpikir saja. Siapakah dirimu yang sudah lupa walau merasa sadar dan ingat?!
Entah sampai kapan saya harus menanti, apakah harus siang itu terus menjadi gulita hanya karena tidak ada yang berani menjadi matahari?! Haruskah bunga benar menjadi bangkai hanya karena tak ada lagi yang berani tumbuh, mekar, dan harum?! Di manakah cinta? Barangkali itu semua hanya sekedar bualan para pecundang yang hanya mampu bicara tanpa makna.
Mariska Lubis
Pada peradaban ini segala proses memang terlihat tidak seimbang ya buk. Proses kemunduruan peradaban lebih cepat dirasa dibanding proses kemajuan peradaban. Secara tidak langsung pemikiran yang telah ibuk tuangkan disini kelak akan menjadi stimulus untuk memperbaiki peradaban baik secara kasat mata maupun tidak kasat mata, sedikit maupun banyak. Tetap optimis buk
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit