Mendadak Kaya dan Terkenal

in cerpen •  7 years ago 

jinn.jpg

Belasan ribu hari ini berkumpul di depan istananya, terus bertambah setiap saat.

Mereka menunggu di luar, bersemangat dan riuh, memegang kamera dan gawai, siap mengantisipasi jika sewaktu-waktu dia muncul di pintu depan.

Joko mondar-mandir di dalam istananya yang megah, berusaha mengabaikan seruan yang meneriakkan namanya bagai orkestra tanpa nada dasar. Jin melayang setinggi satu meter dari lantai marmer Italia.

"Apakah Tuanku baik-baik saja?"

"Ini sudah keterlaluan. Aku tidak pernah menginginkan semua ini. Apakah kamu sadar apa yang terjadi padaku? "

"Sadar bagaimana, Tuan?"

"Baru kemarin. Dua puluh empat jam. Bagaimana bisa semuanya berubah menjadi ... kacau balau?"

Jin melayang mendekat.

"Apakah Anda menyesali permohonan Anda, Tuan?"

"Aku bahkan tidak ingat apa yang aku minta!"

Joko menemukan botol itu saat menyusuri gorong-gorong mengumpulkan sampah plastik untuk dijual. Dia kelaparan dan botol itu terlihat bagus danantik, sebuah karya seni. Dia tak mengerti mengapa seseorang membuang sesuatu yang begitu berharga.

Mengingatkannya pada botol minuman mahal milik kakeknya yang pernah disimpan dalam jaketnya sejak lama, saat dia pernah memiliki keluarga dan tempat tidur yang hangat untuk bermimpi.

Ada simbol-simbol aneh terukir di botol, tertutup oleh lumpur. Joko mengusapnya, dan dalam beberapa detik kemudian angin kencang berhembus di dalam gorong-gorong, mengangkatnya ke trotoar yang sepi pada siang hari pertama di tahun baru. Saat Joko berbalik, seorang pria besar melayang di atas trotoar.

"Apa ... siapa—?"

"Anda membebaskan saya, Tuan." Pria besar itu membungkukkan badan. "Dan Anda sekarang menjadi Tuanku."

"Apakah ... apakah kamu jin?"

"Benar, saya adalah jin."

"Artinya aku boleh mengajukan tiga permintaan?"

Jin itu menyeringai.

"Jika itu keinginan Anda, Tuanku."

Joko menggelengkan kepala seolah tak percaya. Dia pasti sedang bermimpi. Tapi tetap saja dia berkata, "Aku ingin menjadi orang terkaya di dunia. Dan kuharap aku yang paling terkenal."

Berdiri di atas trotoar, Joko memejamkan matanya sejenak. Saat dia membukanya kembali, dirinya telah berada di istana termegah di muka bumi.

Saat ini, sambil mondar-mandir di istana itu, dia teringat malam yang dingin di lorong sempit, mengenang bagaimana dia mengimpikan rasanya memiliki semua harta di dunia ini. Dia telah kehilangan kakek dan neneknya saat dia masih bocah. Tak pernah memiliki teman, tapi dia tahu uang akan mengubah segalanya. Dia selalu berdoa dan -hari untuk mengumpulkan uang, berharap keajaiban membuat hidupnya lebih baik.

Namun saat ini, dia hanyalah tahanan di istananya sendiri, fantasi yang dibangunnya sedari kecil. Dia ingin pergi dan menikmati apa yang menjadi miliknya, namun jika dia keluar maka gerombolan manusia di luar pagar akan mencabik-cabiknya bagai sekumpulan serigala memangsa rusa.

"Tuanku, ada yang salah?"

Di luar, nyanyian itu semakin keras. Puluhan ribu manusia orang yang bahkan tidak mengenal keberadaan Joko kemarin menuntut untuk melihat orang terkaya dan paling terkenal di dunia. Dia adalah segalanya yang mereka inginkan, dan karena itulah mereka mencintainya.

"Tuanku?"

Joko tahu satu-satunya yang bisa menyelamatkannya adalah satu permohonan yang tersisa. Tadinya dia ingin menggunakannya untuk menghidupkan kembali kakek dan neneknya, tapi kini sudah terlambat.

"Tuanku, katakan apa yang salah."

Sekarang dia hanya ingin menjadi manusia biasa, seorang lelaki kesepian yang tinggal di jalanan kota besar, di mana orang-orang yang lewat akan menunjukkan rasa kasihan padanya dengan memberikan recehan yang tersisa dari saku mereka. Mereka akan melemparkan uang kepadanya, bahkan saat dia tidak memintanya, hanya karena mereka merasa kasihan padanya.

Dia membenci orang-orang itu lebih dari apapun karena cara mereka memperlakukannya. Sekarang dia memiliki semua uang di dunia ini, mampu melakukan apapun yang dia mau, tapi dia tidak lagi peduli. Dia menginginkan kehidupan lamanya kembali, tidak peduli apakah itu berarti hidup di dunia di mana orang-orang yang sama mengulurkan uang recehan kepadanya.

"Tuan, orang-orang di luar—"

"Aku benci mereka."

"Anda tidak menyukai mereka, Tuan?"

"Tidak," kata Joko, giginya bergemeretak, "Aku benci mereka. Mereka semua."

"Kenapa, Tuan?"

Sebelum Joko bisa menjawab, salah satu pelayannya bergegas masuk.

"Tuan, mereka sudah menerobos pintu gerbang. Apa yang harus kita lakukan?"

Tubuhnya menggigil. Perutnya mual. Dia memejamkan mata dan mengatupkan tangannya menutup wajahnya yang pucat. Waktunya telah tiba untuk membuat harapan terakhirnya yang akan mengubah segalanya kembali. Dia tidak akan pernah melihat kakek neneknya lagi. Tidak akan pernah mendengar suara mereka lagi.

"Tuan?" Kata pelayan itu.

Di luar, nyanyian itu berubah menjadi teriakan yang liar. Bising, makin mendekat.

"Tuan— " jin berkata.

"Tuan! Mereka akan—"

"—Anda benci—“

"—masuk ke sini—"

"—orang-orang?”

"—kapan saja!"

Joko menurunkan tangan dan membuka matanya. Dia hampir tidak mendengar suara pelayannya tapi bisa mendengar jin itu cukup jelas.

"Ya!" teriaknya. "Ya, aku benci semua orang! Aku berharap mereka akan meninggalkanku sendiri! Kuharap mereka mati saja!"

Tiba-tiba matanya melebar. Mulutnya masih menganga saat dia menyadari apa yang baru saja dia katakan.

Suara teriakannya masih terus bergema memantul di dinding istana.

"Anda menginginkan semua orang mati, Tuan?"

"Tidak," dia menggelengkan kepalanya ."Tidak, tidak, tidak."

"Tapi itu yang Anda katakan."

Suara teriakan masih memantul di dinding istana, bukannya melemah, bahkan semakin keras.

"Itu bukan keinginanku yang ketiga. Itu yang keempat. Yang keempat tidak masuk hitungan."

"Tak mengapa, Tuan," kata jin sambil tersenyum. Tubuhnya mendadak bertambah besar, "Saya memberikan bonus tahun baru."

Jin mencondongkan tubuh ke depan, membungkuk ke arah Joko.

"Permintaan terakhir Anda dikabulkan."

 

Bandung, 3 Januari 2018
Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Ini baru dongeng, pak halim luar biasa.