Waktu Tambahan

in cerpen •  7 years ago  (edited)

orpheus.jpg

“Aku beredar di sekeliling Tuhan, mengitari menara purba, dan aku telah berputar selama seribu tahun, dan aku masih tak tahu apakah aku seekor elang, atau badai, atau senandung yang indah.” - Rainer Maria Rilke
 

Aku sedang melintasi atrium mal ketika melihat kios yang memasang tulisan 'Menjual Waktu'.

Bukan jam dinding atau arloji. Bukan pula peralatan yang menghemat waktu dalam mengerjakan sesuatu. Yang ditawarkan berupa kotak-kotak putih kecil, masing-masing bertuliskan ‘15 menit’.

Aku berhenti dan memegang salah satunya. Memegang kotak itu membuatku merasa ganjil. Tak bisa kukatakan apakah aku mendadak tenang atau justru sebaliknya.

"Hei, apa ini?"

Di sebelahku, dua remaja bertanya pada pramuniaga, seorang gadis berpakaian seperti hendak menghadiri perayaan halloween. Dia duduk di sebuah bangku tinggi, wajahnya menunjukkan kebosanan. Sebuah buku lusuh terbuka tergeletak di pangkuannya.

"Lima belas menit," katanya datar. Cincin baja berkilauan di cuping hidungnya, sementara bibirnya yang dipoles lipstik warna hitam tak tersenyum.

"Jika suatu waktu kamu butuh tambahan waktu 15 menit."

Kedua remaja itu saling berpandangan dan mencibir.

Gadis itu mengambil bukunya, para remaja itu sudah mati baginya.

Oh, aku tahu buku yang dibacanya. Buku yang langka. Bagus, tapi langka.

"Begitukah?" tanya salah satu pemuda. Dia mengambil sebuah kotak dan membukanya.

Dari tempat aku berdiri, aku mencoba mencoba mengintip isi kotak tersebut. Dari apa yang terlihat dan yang bisa kukatakan, kotak itu kosong.

"Tidak ada apa-apa," kata anak itu. "Kamu bohong."

Dia menutup buku yang sedang dibacanya dan menghela napas.

"Jadi, kamu mau menghabiskan isinya?"

"Apa yang aku habiskan? Kamu tidak bisa menjual kotak kosong."

"Apa pedulimu?" tanya si gadis. "Kamu bahkan tidak membelinya. Kamu mencurinya. "

"Aku tidak mencuri apa pun!"

Gadis itu mengulurkan tangan.

"Tidak jika kamu membayarnya sekarang juga."

"Apa?"

“Enam puluh enam ribu enam ratus."

"Kamu bercanda!"

"Harga pas."

Remaja itu mendengus jijik menjatuhkan kotak di lantai. Dia menginjak-injaknya dengan sepatunya yang masih baru.

"Nih, kotak waktumu. Omong kosong. "

Temannya tertawa, tapi petugas kios berkata:

"Baiklah. Jika kalian pikir tidak masalah mencuri waktu seseorang, aku akan mengambil milikmu juga."

Sebuah nada dering terdengar dari kantong celana anak itu, dan dia mengeluarkan gawainya.

"Ya? Enggak, Ma. Aku di mal. Apa? Tapi , Ma—kita baru—Ma! Minta Papa yang melakukannya. Minta Papa untuk mengerjakannya nanti. Tapi itu masih dua jam lagi!"

Gadis itu menggunakan bukunya untuk menyembunyikan senyum di bibirnya.

Kedua remaja itu segera berlalu.

Kotak yang hancur di lantai tergeletak bagai merpati luka. Aku memungutnya dan memberikannya pada si gadis.

"Apakah kamu mau menerima ini kembali?"

Dia menatapku. Aku segera sadar bahwa tanganku masih memegang salah satu kotak lain.

"Oh!" Aku meletakkannya kembali ke tempatnya, bersama kotak-kotak lain yang serupa dengannya.

"Maaf. Aku tak butuh tambahan waktu."

Dia tak mengatakan apa-apa.

"Kalau boleh tahu, berapa hari waktu anak itu yang baru saja kamu ambil?"

Gadis itu nyaris tersenyum kembali. Dia meraih kotak yang baru saja kutaruh dan menunjukkan labelnya padaku. 18 menit.

"Dua kali jumlah kotak di sini," katanya.

"Jadi total semuanya—"

Matanya menatapku telapak sepatuku hingga ujung rambut, bagai seorang juri sedang menilai penampilan peserta audisi. Dia meletakkan buku yang berjudul Soneta untuk Orpheus—tapi versi aslinya. Tangan yang lain mengambil sebuah kotak dan membuka tutupnya.

"Sekarang Anda punya waktu untuk menyelesaikan perhitungan Anda. Kalau punya pertanyaan, silakan tanya."

Aku tersenyum.

Meski terlihat muda, garis-garis halus di tangannya menunjukkan mungkin dia seusia denganku.

Karena seperti dia, aku juga salah satu penguasa waktu di dunia ini.

 

Bandung, 15 Januari 2018

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!