Tik tok tik tok..
Aku terduduk diam memandangi jam dinding sembari menunggu dan melirik ke arah ruangn shalat di rumahku. Aku dengan gelisah menunggu ayahku menyelesaikan ibadah shalat dzuhurnya pada siang hari yang sangat panas itu.
Setelah menunggu sekitaran 15 menit yang terasa bagaikan menunggu berjam-jam bagi anak 8 tahun sepertiku akhirnya ayah keluar sambil membawa kunci motor astrea kesayanyan miliknya itu dan aku tersenyum dengan serta merta langsung berlari menaiki motor dengan perasaan gembira.
Aku dan ayah memiliki hobby mengoleksi batu antik dan menyemennya di pinggiran kolam kecil didepan rumah kami. Hobby kami terbilang sangat biasa dan umum.
Dan pada hari ini, kami berencana mencari dan menemukan beberapa batu antik di sungai tempat kami biasa menemukan batu koleksi kmi sebelumnya.
Sungai tidaklah begitu jauh dari rumahku yang berada di pinggiran jalan lintas Aceh Barat ke Takengon. Kami menempuh perjalanan selama 10 menit untuk tiba di sungai dengan berkendara lebih kurang 10km/jam. Ayahku memiliki gejala penyakit jantung jadi berkendara dengan kecepatan tinggi memang tidak dapat ia lakukan terlebih ayah lebih waspada karna membawaku serta dengannya.
Perjalanan singkat antara rumah dan sungai pun akhirnya berakhir. Kami tiba di tempat tujuan dan seperti biasa aku memandangi sekelilingku dengan terkesima. Lurus ke arah depan aku melihat beberapa anak seumuranku berenang bebas di arus sungai dengan lihainya sehingga membuatku yang biasa mandi pakai gayung merasa iri pada kelihaian mereka mengarungi arus sungai yang menurutku tajam itu. Tak cukup dengan itu aku tak habis merasa kagum melihat bapk-bapak yang mengangkut batu dengan tangannya berulang kali dari dalam sungai ke daratan yang nantinya akan ia jual pada truk batu. Tak habis aku masih memandangi kakak-kakak yang sedang mencuci pakaiannya di atas batu di pinggiran sungai dengan perasaan ingin mencobanya.
Aku langsung turun dari kereta ayah dan langsung mengamati batuan-batuan disekeliling kami dengan seksama. Ya aku dan ayah sudah membulatkan tekat untuk menemukan setidaknya satu batu antik untuk kami bawa pulang nanti. Hampir sekitaran 40 menit kami mengitari daerah sungai dan bahkan mencari di tempat tumbunan batu penduduk desa dengan sangat seksama. Alhasil, kami tidak mendapatkan yang kami inginkan.
Waktupun berlalu hingga azan ashar dikumandangkan di mesjid desa dengan sangat merdunya. Aku sempat melamun memikirkan kami tidak mendapatkan hasil satupun batu antik. Ayahpun memanggilku untuk segera pulang dan kami berjalan bersama menuju kereta yang ayah parkir jauh dari sungai. Kamipun berjalan dengan perasaan putus asa karna tidak mendapatkan hasil sedikitpun. Dalam perjalanan menuju kereta aku masih berharap menemukan satu temuan yang bagus sehingga aku berjalan pelan sambil melirik ke bawah dan sekelilingku tanpa menyadari ayah menarikku ke dalam lobang kecil dekat tepian sungai. Aku takut.. aku gemetar.. dan aku menangis tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Duniaku gelap gulita dalam beberapa detik saja, aku benar-benar lupa akan hidupku, aku benar-benar takut. Aku benar-benar takut sehingga aku memejamkan mataku sambil menggenggam pasir disampingku.
Hal menakutkan yang belum pernah aku alami terjadi dengan tiba-tiba dalam hidupku. Aku belum siap akan hal ini, umurku 8 tahun dan aku terlalu muda untuk mengalami ini. Aku merasakan aku akan hilang dari dunia tanpa ada yang tahu keberadaanku.
Suara itu..
Suara itu sangat menakutkan. Suara itu sangat memekakkan telingaku. Aku merasakan seakan peluru yang aku dengar itu merobek tubuhku dan ayah yang sedang bersembunyi dalam lubang kecil ditepian sungai. Dengan membuka sedikit mata aku melihat ketakutan ayah yang sangat luar biasa seperti yang aku rasakan. Dan aku tahu betul ketakutan ayahku melebihi ketakutanku. Ayah dipenuhi ketakutan akan keberadaanku bersamanya ditambah ayah memiliki penyakit jantung yang bisa saja kumat pada saat itu.
Aku memberanikan diri membuka sedikit demi sedikit mataku. Aku melihat ke arah jembatan gantung yang terbentang di atas sungai bergoyang dengan hebatnya. Aku melihat mereka. Aku melihat mereka berseragam hitam berlari memegang senjata api berukuran besar di tangan mereka. Mereka berlari kemudian hilang ke arah semak-semak di pinggiran sungai dan...
Dor dor dododorrrr...
Dor dor dododoorrr dodorrr..
Kami kembali mendengar bunyi senjata api dengan sangat dekat dan aku kembali memejamkan mata dan menutup kedua telingaku dengan tangan. Aku menangis ketakutan disamping ayahku yang dengan tangan gemetaran ayah mengambil pasir dan menaruhnya disampingku. Ia melakukannya berulang kali bahkan puluhan kali dengan harapan tidak akan megenaiku jikalau ada peluru yang nyasar ke arah kami.
Aku benar-benar takut akan mati pada saat itu juga. Aku merindukan ibu dan kakakku dirumah. Aku mulai menyesal akan rencana kami mencari batu antik. Aku benar-benar ketakutan. Aku hanya melihat tak habis-habisnya pria berseragam hitam itu berlari di jembatan.
Dor dor dodododorrr..
Dor dor dodododorrr..
Tak hentinya aku mendengar suara tembakan yang memekakkan telingaku itu tepat berada di depanku. Aku mulai lemas dan pasrah, tapi tidak dengan ayahku. Ayah senantiasa masih membuat dinding dari pasir yang tak kunjung kokoh dan terjatuh saat ayah menaruh pasir lain diatasnya.
Dor dor dododorrr..
Dor dor dododorrr..
Dor dor dododorrr
Dododododooorrrrrrrr..
Selama 1 jam lebih aku hanya mendengar suara tembakan dari dekat dan dari jauh. Aku benar-benar takut membayangkan salah satu suara itu adalah akhir dari hidupku dan ayah sehingga aku hanya memejamkan mata hingga aku tak mendengar suara itu lagi dan aku hanya mendengar suara ibuku...
Lilaa.. Lilaa cepat bangun sudah hampir jam 7..
Aku segera bangun dan membasuh wajahku dan aku teringat akan mimpi yang baru saja aku alami. Yaa.. trauma itu masih melekat dalam jiwaku. Trauma saat aku berumur 8 tahun masih segar di ingatanku. Aku bahkan masih mengingat jelas hari itu tanpa melupakannya sedetikpun.
Sekian.