Ini Caraku PulangsteemCreated with Sketch.

in cogito •  7 years ago  (edited)

images_1516221977141.jpg

Ini Caraku Pulang

"Kapan pulang?" petanyaan itu terus saja berulang. Tidak dari adikku saja, tapi juga dari orang yang tak mengenalku. Emm, maksudku, aku rasa tidak perlulah dia bertanya demikian. Kadang aku jengkel, apa lagi terhadap adikku yang berbadan bonta itu. Seolah yang ada dalam kamus kehidupannya adalah jawaban kepulanganku.

Saking tidak mengertinya arti penting sebuah ‘pulang’, sampai aku berfikir bahwa akulah makhluk yang bengak di wajah bumi datar ini, karena aku tidak bisa menjawab, kapan aku akan pulang. (Tidak berlaku untuk Emak dan Apak saya ya, karena ketika dua manusia soeper itu bertanya kapan pulang, berarti aku sudah boleh bertanya pada agen berapa ongkos. Hehe. Jadi sudah jelas ya, kenapa aku tidak bisa jawab?).

Karena merasa paling berlumur dosa di bumi manusia ini, aku mencoba mencari-cari makna pulang. Aku kira sambil-sambil menebus dosa akademik juga. Apa? Kau benar-benar tidak tau apa yang dimaksud dosa akademik? Aduh, parah ini. Dosa akademik itu adalah jika statusmu mahasiswa tapi satu bukupun tak ada di kamarmu. Eh, maksudnya kau tidak pernah membaca buku dan atau tidak suka membaca buku. Itu salah satu dari sekian dosa akademik. Oke, kita fokus pada pertanyaan. Jadi pertanyaannya begini "Apa sih pulang itu?"

Suatu ketika aku membaca sebuah buku karya seorang dosenku. Katanya, buku itu kumpulan tulisan belio yang pernah dimuat media massa, baik cetak maupun online. Oke, sedikit aku kabarkan tentang judul buku itu lalu selanjutnya aku akan bahas sedikit tentang isinya. Buku berukuran kecil yang tak sampai 300 halaman itu berjudul "Ekspresi Keberagamaan di Era Milenium". Oke, dari segi judul sepertinya buku ini bisa dirujuk oleh teman-teman pegiat sosiologi-agama.

Aku kenal pengarangnya walaupun mungkin pengarangnya tidak megenalku, sangat wajar karena aku bukan mahasiswa yang aktif di kelas, dan tidak pula caper semisal menanyakan berapa harga tiket balik ke kampung, eh apa hubungannya. Okelah, lupakan saja.

Pengarangnya adalah Faturrahman Ghufron, salah seorang dosenku di fakultas Syariah dan Hukum yang produktif menulis di media, biasanya setiap minggu beliau mengisi rubrik opini, mulai dari Jawa Pos, Kedualatan Rakyat, Kompas kadang-kadang juga di Geotimes, tapi setauku beliau belum pernah menulis di Mojok.co selaku media yang kerap mengangkat isu kaum indomiawan. You knowlah wot ai min.

Pada saat aku masih kelas, eh kelas pulak. Emm, maksudku semester awal, bajuku masih bau-bau maba, beliaulah dosen yang favoritku, alasannya sangat simpel karena beliau mengampu matakuliah Sosiologi Islam, yang dalam kurikulum terbaru dikoversi entah menjadi apa. Aku tidak tahu. Dan, itulah satu-satunya matakuliah favoritku, selain Sosio-antropologi, Oreientalisme Hukum Islam dan Pancasila. Eh, itu bukan satu lagi ya? Yaa, pokoke begitulah.

Oke, baiklah. Langsung saja. Dalam buku yang tipis dan diulas dengan bahasa opini yang renyah tapi ngak banyak kriuk-kriuknya itu, saya mendapati sebuah sub judul "Mudico ergo sum". Lhaa, ini kan anu itu?, anu itu lhoo! Yahh masa panjenengan tidak tahu, ini mirip sama kata-kata Bang Rene Descartes sang failasuf tersorok, eh, tersohor itu. "Cogito ergo sum" begitu kata Bang Rene suatu ketika mengkhotbahkan eksistensi pentingnya berfikir, sampai-sampai Abang-abang filsuf itu bilang bahwa dengan berfikirlah maka dia ada. Diihh, makanya sering nonton Cak Lontong biar "mikir".

Berati jika redaksinya “Mudico ergo sum”? Artinya, saya, saya..? Apa yang telah aku lakukan? Begitukah pentingnya sebuah pulang sampai-sampai Pak Faturrahman—dengan mengutip bahasanya Ulil Absar—mengatakan bahwa dengan mudik maka aku ada. Oh. Oh.

Lhaa, aku kudu piye?


[Bersambung ya, karena perut saya sudah sangat lapar dan harus mencari Burjo terdekat, maka dengan berat hati saya tinggalkanlah tulisan ini terkatung-katung tanpa ujung.

Oya, sedikit bocoran dalam tulisan yang saya kasih judu" Ini Caraku Pulang" ini nanti saya akan cantumin referensi dari buku Acehnologi lho. Itu buku apa? Buku yang anu itu lho. Yang apa ya, pokonya tunggu saja tulisan selanjutnya.

Akhirnya, dengan hati yang tulus. Hamba laeh ini, memesankan pada pembaca jangan lupa komentar dan upvote. Karena satu upvote teman-teman steemian sangat berarti bagi kelangsungan hidup kami yang bergantung pada indeks harga nasi telur di Burjo-burjo terdekat ini. Duh]

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!