Aksi tanam pohon bersama rekan-rekan Youth Forum of Aceh di Pesantren Darussa'adah, Lampuot, Banda Aceh, 9 Agustus 2017. Rekan-rekan lainnya tidak kelihatan karena berada di spot-spot penanaman lainnya di pesantren itu juga, hehe...
Salam, rekan-rekan Steemians! Kembali saya perkenalkan diri, nama saya Teuku Zopan Mustika, biasa dipanggil Zopan. Saya beragama Islam. Saya aktif di berbagai komunitas dan forum, seperti ACCES (sebuah komunitas English Club), Polyglot (komunitas bahasa), Rumoh Bahasa, Sahabat Laut, AVP (Aceh Vacation Partner), YFA (Youth Forum of Aceh), AYEF (Aceh Youth Enviromental Forum, sebuah komunitas lingkungan, di sini saya menjabat sebagai sekretaris), FKK (Forum Kolaborasi Komunitas, di sini saya sekretaris juga), FAMe (Forum Aceh Menulis), dan Forum PRB Aceh (Forum Pengurangan Risiko Bencana Aceh).
Sebelum saya bahas tentang pentingnya kepedulian kita terhadap bumi yang usianya sudah semakin tua ini, ada baiknya kita tinjau kembali definisi dan serba-serbi tentang bumi.
A. SEKILAS TENTANG BUMI
Setiap orang berbeda-beda dalam mendefinisikan bumi. Yang paling umum kita dengar, bumi adalah nama salah satu planet dalam sistem tata surya, yang orbitnya berada di antara Venus dan Mars. Ada pula yang mendefinisikan bumi adalah tempat manusia hidup. Kalau saya sich simpel saja. Bagi saya, 'bumi' adalah 'besi'. Lho? Mengapa besi? Iya, karena inti bumi memang berupa unsur besi (dan juga nikel), dan juga karena bumi memiliki medan magnet yang begitu besar. Oleh sebab itulah Allah SWT menjadikan 'besi' sebagai nama salah satu surat dalam al-Quran (al-Hadiid).
Saya juga sangat tertarik belajar linguistik, karena itulah saya bergabung dalam komunitas-komunitas bahasa. Salah satu contoh kata yang saya soroti belakangan ini, ya, kata 'bumi'. Bahasa Inggris-nya 'bumi' adalah 'earth', adapun bahasa Arab-nya 'bumi' adalah 'ardh'. Coba perhatikan, 'earth' dan 'ardh', kedengarannya mirip, bukan? Di antara Steemians di sini ada yang sudah pernah belajar linguistik? Atau memang pakar linguistik? Kalau ada yang tahu penjelasan tentang ini, silakan comment di bawah ini ya, hehe... Saya yakin, itu tidak terjadi secara kebetulan. Pasti ada keterkaitan. Setidaknya, para sejarawan telah membuktikan bahwa di zaman dahulu, walaupun belum ada internet dan pesawat, memang sudah terbentuk hubungan antarmanusia secara global, baik itu hubungan dagang, hubungan politik, hubungan pernikahan antarbangsa, dan lain-lain. Dari hubungan-hubungan inilah dapat terbentuk kesamaan dan perubahan morfologi bahasa.
Lebih khusus lagi coba perhatikan kata 'ardh'. Kata ini memiliki akar kata yang sama dengan nama Kota 'Riyadh' di Arab Saudi dan Taman Riyadhah di Lhokseumawe. Wow! Sejauh itulah persebaran kata-kata di muka bumi dari dulu hingga sekarang ya! Intinya, makna dari ketiga kata itu (ardh, Riyadh, Riyadhah) adalah 'tempat bersenang-senang'. Jadi, tidaklah heran bila Allah SWT berfirman dalam Quran Surat al-'Ankabuut ayat 64, yang artinya, "Dan, tidaklah kehidupan di dunia ini melainkan senda gurau dan permainan..."
Iya, memang benar, bumi ini tempatnya kita bermain dan bersenang-senang. Namun, pertanyaannya, apakah kita lupa bahwa kita hidup hanya semantara di muka bumi ini? Apakah kita tidak memikirkan bekal apa yang akan kita berikan untuk anak cucu kita? Dapatkah kita berpikir sejauh itu? Atau, kita hanya berpikir dangkal, yang penting terpuaskan nafsu sendiri, tetapi generasi selanjutnya kering kerontang tak mendapatkan sisa kenikmatan sedikitpun.
Inilah masalah yang seharusnya menjadi fokus kita saat ini. Namun, dalam kesempatan ini, saya tidak memberikan data-data numerik yang menggambarkan parahnya situasi global saat ini, khususnya terkait isu lingkungan. Sebab, data-data itu dengan mudahnya dapat kita peroleh dari internet. Tinggal klik Paman Google, langsung dapat!
Walaupun tak tertarik membahas data valid beserta angkanya, saya hanya ingin menunjukkan sedikit tentang realitas global kekinian yang, tak usah jauh-jauh ke luar negeri, cukup di daerah sekitar kita saja. Lihat foto berikut ini.
Air Terjun Peucari, Jantho, Aceh Besar, 28 Juli 2017
Sudah lihat, kan? Jangan gagal fokus ya, hehe... Abaikan saya dan cewek-cewek yang ada dalam foto. Fokuslah pada air terjun di belakangnya. Iya, itu adalah Air Terjun Peucari. Lokasinya di kawasan Jantho, Aceh Besar. Penambilan foto tahun lalu. Lihat, betapa kering airnya! Betul, itu di bulan Juli, saat musim kemarau, dan jarang hujan saat itu. Memang, kalau hujan lagi, air terjun itu akan melimpah ruah kembali. Namun, berdasarkan cerita kawan-kawan yang pernah ke sana sebelum Juli itu, air terjun itu dulunya mengalir deras melimpah. Sampai-sampai tempat kami duduk itu dulunya air genangan semua, tinggi permukaannya, dan dulu tidak pernah air terjunnya sekering itu. Jadi, selama bertahun-tahun, waktu saya dan kawan-kawan berekreasi itulah posisi debit air terjun paling sedikit. Hihi... Miris, bukan?
Aksi Bersih Pantai bersama rekan-rekan komunitas Sahabat Laut di Pulau Nasi, 22 Juli 2017 (Sumber: www.instagram.com/@zopancool)
Itu terkait global warming. Belum lagi menyangkut isu persampahan. Sebelum berekreasi ke Peucari, masih di bulan Juli 2017, saya ikut kawan-kawan Sahabat Laut bersama anak-anak sekolah melakukan aksi bersih-bersih pantai di Pulau Nasi, yang juga merupakan rangkaian program Disbudpar Aceh yakni Festival Pulo Aceh, berlangsung selama 2 hari. Pulau Nasi merupakan salah satu pulau di lepas pantai Banda Aceh, yang termasuk dalam Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar. Kami melakukan aksi tersebut di hari kedua. Itu pun hanya di satu titik pantai. Tahu apa hasilnya? Setelah ditimbang, sampah plastik yang telah dipungut seberat 114,78 kg. Bayangkan ada 10 titik pantai di Pulau Nasi, sampahnya berapa ton? Itu baru di Pulau Nasi yang jarang penduduknya, bayangkan bagaimana dengan di Banda Aceh yang padat penduduknya? Sudah tak terhitung lagi sampahnya! Setelah diamati, ternyata sampah plastik di Pulau Nasi sebanyak itu, selain buangan dari penduduk setempat, juga berasal dari luar negeri. Kok bisa? Ya, karena arus laut. Ini terbukti juga dengan penemuan botol minuman keras dari Kenya. Wow...
Seperti itulah sekelumit fakta terkini di muka bumi ini. Walaupun hanya di bumi Serambi Mekkah, setidaknya gambaran tersebut dapat merepresentasikan betapa mirisnya kondisi bumi kita saat ini. Kalau dibiarkan terjadi secara terus-menerus, maka tak heran bencana akan datang bertubi-tubi. Contohnya, bila sampah dibiarkan berserakan, tak dibuang pada tempatnya dan tak didaur ulang, maka akibatnya adalah banjir. Kalau pepohonan di hutan ditebang terus, akibatnya adalah longsor. Demikian seterusnya.
B. LAKUKAN SESUATU UNTUK BUMI
Meskipun kiamat merupakan suatu keniscayaan, ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk merawat bumi, setidaknya menjadi bekal untuk kehidupan anak cucu, baik secara pribadi maupun secara kolektif.
- Secara Pribadi
Berikut contoh-contoh wujud kepedulian kita terhadap bumi secara personal.
- Menghemat pemakaian listrik
- Tanam pohon di pekarangan rumah
- Buat pemilahan sampah di rumah sendiri
- Membawa tumbler (untuk mengurangi sampah plastik minuman)
- Makan bu kulah (untuk mengurangi sampah plastik makanan)
- dan lain-lain.
- Secara Kolektif
Adapun secara kolektif, segala hal yang tercantum dalam poin secara pribadi di atas dihimpun menjadi satu rankuman: BUAT AKSI.
Dalam hal ini saya tidak mau beretorika. Saya hanya ingin mengungkapkan beberapa hal yang telah dilaksanakan bersama rekan-rekan komunitas. Berikut beberapa aksi yang telah saya lakukan secara kolektif.
a. Earth Hour
Aksi ini pertama kali diinisiasi di Australia pada tahun 2005. Ini bukanlah nama komunitas, melainkan nama sebuah gerakan yang dilakukan oleh berbagai komunitas yang aksi puncaknya adalah mematikan lampu selama 1 jam secara serentak di seluruh dunia setiap tanggal 24 Maret dari pukul 20.30 hingga pukul 21.30. Khusus di Aceh, karena disesuaikan dengan kearifan lokal yakni agar tidak terganggunya waktu shalat Isya, maka dilakukanlah aksi mematikan lampu ini pukul 21.00 - 22.00. Pada tahun ini, tepatnya 24 Maret, di Banda Aceh sendiri Malam Puncak Earth Hour ini dipusatkan di Hermes Palace Hotel. Selain itu ada 9 tempat dan ruang publik lainnya di Banda Aceh yang ikut mematikan lampu secara serentak, yang merupakan ikon-ikon Kota Banda Aceh, yakni Masjid Raya Baiturrahman, jalan-jalan Protokol, Pendopo Gubernur, Museum Tsunami, dan lain-lain. Pesan moral aksi ini adalah, dengan mematikan lampu selama satu jam, berarti kita telah menghemat energi bumi. Mengapa demikian? Karena kita melakukannya secara kolektif. Kalau sendirian memang tidak terasa dampaknya. Namun, kalau dilakukan secara bersama-sama, bahkan seluruh dunia, maka dampaknya terhadap penyelamatan energi bumi begitu sangat signifikan.
Malam puncak Earth Hour di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, 24 Maret 2018
b. HPSN
HPSN atau Hari Peduli Sampah Nasional merupakan agenda tahunan di bulan Februari yang fokus pada isu-isu persampahan dengan mencari solusi agar sedapat mungkin sampah ditiadakan sama sekali (zero waste). Ini juga merupakan gerakan yang bersifat edukatif, artinya mengajak masyarakat untuk secara bersama-sama tidak 'nyampah' (buang sampah begitu banyak), di antaranya dengan mengurangi penggunaan produk yang potensi sampahnya besar, terutama sampah plastik. Plastik tidak dapat diurai oleh mikroorganisme selama berjuta-juta tahun lamanya, sehingga menimbulkan pencemaran di darat dan di laut serta dapat menyebabkan banjir karena tersumbatnya saluran air oleh sampah plastik tersebut. Peringatan HPSN di Banda Aceh tahun 2017 lalu dipusatkan di Ulee Lheue, dengan kegiatan intinya melakukan aksi bersih di delapan titik pantai. Adapun tahun 2018 ini, di bulan Februari, HPSN Banda Aceh diadakan di Taman Bustanussalatin atau Taman Sari. Dalam HPSN ini turut berpartisipasi Walikota Banda Aceh dan dinas-dinas terkait seperti DLHK3 Banda Aceh, DLHK Prov. Aceh, Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, Dinas Cipta Karya Kota Banda Aceh, serta rekan-rekan berbagai komunitas yang tergabung dalam Forum Kolaborasi Komunitas (FKK). Dalam peringatan HPSN tersebut juga dibacakan komitmen komunitas untuk mengurangi pembuangan sampah (terutama sampah plastik) dan bekerja sama dengan pemerintah dalam penanganan sampah seperti 3R (reduce, reuse, recycle). Pada tahun 2017 di Ulee Lheue, komitmen ini dibacakan oleh Bang Zulfikar, sedangkan pada tahun 2018 di Taman Sari, komitmen dibacakan oleh Rio Marsellindo, diikuti oleh seluruh peserta yang hadir. Bang Zul dan Rio adalah sahabat saya, hehe...
HPSN 2017 di Ulee Lheue, Banda Aceh.
Pre-event HPSN 2018, Februari, di depan Terminal Keudah, Banda Aceh.
c. Gerakan 1000 Tumbler
Ini merupakan gerakan yang disisipkan dalam peringatan HPSN. Tujuannya adalah mengajak dan mengedukasi masyarakat agar terbiasa memakai tumbler dan menghindari penggunaan botol plastik. Sebab, semakin banyak kita membuang botol plastik, maka itu akan menimbulkan masalah lingkungan, sebab plastik memang tidak bisa diurai oleh mikroorganisme. Dengan menggalakkan penggunaan tumbler, maka bumi akan terselamatkan dari membludaknya sampah plastik.
Selebrasi Gerakan 1000 Tumbler dalam peringatan HPSN 2018
d. Aksi Tanam 13.000 Batang Pohon
Pernah menonton film Before The Flood yang dibintangi Leonardo DiCaprio dan Farwiza Farhan? Di film itu terungkap segala hal menyangkut climate change (perubahan iklim), salah satunya dampak negatif penanaman kelapa sawit secara masif. Akar sawit tidak mampu untuk mempertahankan eksistensi air dalam tanah. Malahan sawit sendiri yang menyedot air sebanyak-banyaknya, lalu air itu pindah ke tandan dan buahnya yang dipetik terus-menerus. Akibatnya, bumi tempat sawit 'berpijak' menjadi kekosongan air dan terjadilah kekeringan. Hal inilah yang jarang diketahui oleh masyarakat kampung, sehingga dengan mudahnya mereka diperdaya para konglomerat sawit untuk merelakan lahan mereka ditanami sawit sebanyak-banyaknya.
Ini merupakan salah satu fenomena penyebab mengapa semakin banyak hutan yang gundul, lalu terjadilah banjir dan longsor di mana-mana. Belum lagi problema abrasi yang disebabkan pemanasan global, membuat pantai semakin tergerus air laut. Oleh sebab itulah, BPDAS-HL (Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung) bekerja sama dengan Museum Tsunami Aceh, TAGANA Aceh, sejumlah komunitas, dan sejumlah instansi mengadakan Aksi Tanam 13.000 Pohon sebagai bagian dari rangkaian peringatan Tsunami Aceh 2017. Bibiit pohon disuplai oleh BPDAS-HL sendiri. Tentunya tidak mungkin semuanya tertanam serentak dalam satu hari. Jadi, aksi ini dilakukan secara bertahap. Bahkan, kalau ada komunitas atau pihak di luar Banda Aceh yang mau bertanggung jawab mengadakan aksi tanam pohon, BPDAS siap sedia memberikan bibitnya kepada mereka. Aksi ini patut menjadi contoh, karena hasilnya untuk anak cucu kita, demikian kata Kepala BPDAS-HL, Bapak Sofyan.
Aksi Tanam Manggrove di Alue Naga, Desember 2017, sebagai bagian dari rangkaian Aksi Tanam 13.000 Batang Pohon yang diprakarsai oleh BPDAS-HL.
Aksi Tanam Pohon Cemara di pesisir Ulee Lheue-Gp.Jawa, yang merupakan rangkaian Aksi Tanam 13.000 Batang Pohon.
e. Indonesia Clean Up Day (ICUD)
Agenda tahunan ini merupakan aksi yang mirip-mirip dengan HPSN, yang dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 9 Oktober 2017. Di Banda Aceh sendiri diadakan oleh Forum Kolaborasi Komunitas, bekerja sama dengan Museum Tsunami. Kegiatan ini berupa bersih-bersih di Museum Tsunami yang dilakukan oleh segenap karyawan museum dan anggota komunitas.
Indonesia Clean Up Day yang diadakan di Museum Tsunami, 9 Oktober 2017.
Alhamdulillah, saya terlibat langsung dalam aksi-aksi di atas. Namun, upaya saya dan kawan-kawan yang kecil ini tidak ada apa-apanya, bila seluruh komponen masyarakat tidak mendukung. Sebenarnya masih banyak aksi-aksi serupa lainnya di Banda Aceh yang tak mungkin dibahas satu persatu. Tujuan utama dari aksi-aksi tersebut adalah untuk menyadarkan diri sendiri dan masyarakat bahwa bumi ini memang sudah tua, dan tugas kitalah menjaga kesinambungan bumi ini agar tetap lestari di masa yang akan datang.
Harapannya ke depan, buat lagi aksi-aksi serupa yang tujuannya untuk membumikan pemahaman tentang bumi.
Saya sudah berbuat, bagaimana dengan Anda?
World of Photography
>Visit the website<
You have earned 5.05 XP for sharing your photo!
Daily photos: 1/2
Daily comments: 0/5
Multiplier: 1.01
Server time: 04:20:29
Total XP: 5.05/100.00
Total Photos: 1
Total comments: 0
Total contest wins: 0
Follow: @photocontests
Join the Discord channel: click!
Play and win SBD: @fairlotto
Daily Steem Statistics: @dailysteemreport
Learn how to program Steem-Python applications: @steempytutorials
Developed and sponsored by: @juliank
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit