Saat Garam Tak Lagi Jadi Penopang Hidup

in culture •  7 years ago 

IMG-20171228-WA0008.jpg


Sebagian masyarakat di Kecamatan Lapang, Kabupaten Aceh Utara, Aceh menggantungkan hidup dengan ‘meulancang sira’ atau mengolah air laut menjadi garam. Usaha itu dilakoni masyarakat sejak puluhan tahun silam, selain melaut (nelayan).

“Saya sudah mengolah air laut menjadi garam sebelum tragedi tsunami melanda Aceh Utara, belasan tahun silam. Dalam satu bulan, hidup api (tungku api) untuk memasak air garam sekitar 20 hari. Saya hanya menggantungkan hidup keluarga dari usaha ini. Lahan saya sewa 1 tahun Rp 1 juta,” ujar Sulaiman Gani, 40 tahun, petani garam di Gampong (Desa) Matang Tunong, Kecamatan Lapang.

Selama tiga bulan terakhir, kata Sulaiman, para petani sangat bersyukur karena harga garam melambung. “Biasanya 1 kilogram hanya Rp 7.000, namun sejak tiga bulan terakhir bertahan Rp 10.000/ kilogram. Jika ditanya maunya kami, semoga harga garam selalu bertahan begitu, tapi ya tidak mungkin, nanti ada masanya turun lagi,” ucap Sulaiman yang mengaku memiliki lima orang anak.

Sulaiman menyebutkan, seiring berjalannya waktu, jumlah petani garam di Kecamatan Lapang kian berkurang. “Dulu jumlah petani garam di atas 80 orang, kini yang tersisa kurang dari 50 orang. Saya juga tidak tahu apa penyebabnya, mungkin mereka merasa usaha garam tidak bisa menopang hidup keluarga selamanya,” ungkap Sulaiman.


IMG-20171228-WA0031.jpg


Usaha serupa juga digeluti Raimah, 60 tahun, bibi atau makcik Sulaiman. “Dari sini lah kami mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Meski tidak lebih, cukuplah,” tukas Raimah.[]

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
http://portalsatu.com/read/ekbis/peulancang-siradi-aceh-utara-kian-berkurang-mengapa-39486

Folow n vote balek kak beh ..😆

Sippp @aziss