Saat berjalan-jalan di Taman Ismail Marzuki (TIM), satu tempat yang nyaris tidak pernah saya lewatkan adalah Masjid Amir Hamzah. Tapi ini kenangan sebelum dibongkar pada 2013 silam. Lokasi masjid yang terletak di belakang Graha Bhakti itu memiliki kenangan kuat buat saya. Untuk menuju ke sana, biasanya saya melewati pinggir perpustakaan milik penyair Jose Rizal Manua. Kemudian akan bertemu dengan sebuah bangunan tempat para seniman berlatih menari atau bermain teater. Tak jauh dari sana, barulah akan masuk ke kompleks masjid.
Masjid yang diresmikan oleh Gubernur Ali Sadikin pada 1977 itu tidak bisa dikatakan megah. Bahkan, pencahayaannya seringkali redup. Di teras depan sering saya temui para mahasiswa Institut Kesenian Jakarta (IKJ) sedang tiduran atau diskusi sesama mahasiswa.
Saat sholat pun sering saya temukan jamaah bergaya seniman atau seniman beneran sedang khusyuk berdoa. Ada yang memakai celana jeans belel atau yang memakai kaos hitam agak lusuh. Mereka berada dalam satu shaf sama-sama menghadap Tuhan.
Dalam satu kesempatan, tepat waktu maghrib, saya pun pernah menjadi makmum yang diimami oleh aktor El Manik. Suara aktor berdarah batak ini benar-benar merdu, enak di dengar dengan bacaan yang fasih. Katanya, El Manik memeluk Islam setelah membintangi film "Titian Serambut Dibelah Tujuh" yang disutradari Chairul Umam.
Di masa duduk di bangku SMP dan SMA, saya pun sering membaca liputan di media tentang acara "tadarus puisi" setiap bulan Ramadhan. Acara ini digelar usai sholat taraweh di masjid ini. Meski hanya membaca beritanya saja, saya sudah membayangkan kesyahduan acara tersebut apalagi sampai menghadirkan sastrawan seperti Taufik Ismail, Abdul Hadi WM dan WS Rendra.
Saat menjadi wartawan dan sering liputa di TIM, masjid ini kemudian cukup sering saya kunjungi. Bila akan nonton pertunjukan di malam hari, saya sempatkan datang agak sore dan sholat maghrib dulu di sini. Begitu pula bila jalan siang hari, saya sempatkan sholat dzuhur atau ashar.
Begitu pula ketika terjadi keributan aksi perebutan gedung PDI pada tahun 1996 silam. Masjid ini menjadi saksi, saat tentara rezim Orde Baru mengejar orang-orang yang datang ke sana, dan kemudian bersembunyi di dalam masjid. Di sana mereka aman.
Karena itu, keberadaan Masjid Amir Hamzah sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari komplek TIM secara keseluruhan. Penamaan Amir Hamzah pun, menurut saya, seperti ingin mengakrabkan antara seni dan agama. Kira tahu Amir Hamzah bukan ulama, melainkan penyair. Para pendiri TIM, tampaknya sudah memikirkan bahwa kegiatan budaya tidak bisa dipisahkan dari agama. Keberadaan masjid itu seperti melengkapi agenda budaya yang sering digelar di sana.
Masjid Amir Hamzah itu punya sejarah penting di TIM. Kini dibikin di bagian depan, cuma ukurannya kok kecil ya.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Mantap. Follow and vote juga @apilopoly karena akun satu lagi di @pilopoly lupas password.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit