Bagi muda-mudi Aceh yang sudah menjalin ikatan pertunangan, dalam masa menunggu ghatib (pernikahan) ada satu keharusan yang harus dilakukan, yakni peutamat beued (mengkhatamkan Alquran).
Orang tua di Aceh masa lalu mempersiapkan anaknya dengan baik, kalau anaknya hendak dinikahkan, ia harus benar-benar arif dan pandai membaca Alquran. Setiap anak-anak Aceh ditanamkan dasar-dasar yang kuat tentang agama Islam. Ini menjadi tanggung jawab orang tua terhadap anaknya.
Tradisi peutamat beued ini biasanya lebih ditekankan kepada calon dara baro (calon pengantin perempuan). Acara ini dilaksanakan di rumah orang tua di gadis. Untuk kelengkapan acara memulai peutamat beued biasanya disediakan bu lukat (nasi ketan), tumpoe (peganan pelengkap nasi ketan yang terbuat dari pisang dan tepung), ija peut hah (kain 2 yard), dan seudeukah (sedekah).
Membaca Alquran sumber
Permulaan acara peutamat beuet dilakukan oleh seorang Teungku (guru ngaji). Ia akan mendoakan si gadis dan melakukan peusijuek (tepung tawar). Suapan pertama nasi ketan dan tumpoe diberikan kepada si gadis oleh Teungku. Sementara kain diberikan kepada Teungku sebagai hadiah, dan sedekah dibagi-bagikan kepada haidan taulan yang hadir.
Usai upacara peutamat beuet, orang tua si gadis akan mengumumkan kepada khalayak tentang, hari, tanggal, bulan, dan tahun yang telah ditentukan untuk melangsungkan pernikahan anaknya. Dan setelah itu setiap malam si gadis akan membaca Alquran sampai khatam (tamat).
Beberapa hari atau beberapa lama setelah khataman Alquran, barulah dilangsungkan pernikahan, sesuai dengan waktu yang telah disepakati antara keluarga si gadis dengan keluarga calon suaminya saat proses meulakee le seulangke (pinangan).
Pernikahan biasanya dilakukan di masjid atau meunasah (surau), ada juga yang digelar di rumah. Bila digelar di masjid, biasanya waktu yang dipilih setelah shalat Jumat. Jika dilaksanakan di meunasah, tergantung pada Tengku Khadi atau Teungku Imum. Sementara jika acara nikah (ijab Kabul) dilaksanakan di rumah, waktunya tergantung pada pengaturan keluarga si gadis.
Sebelum dinikahkan, pasangan calon penganti akan ditanyai beberapa hal terkait pemahaman agama Islam. Pertanyaan yang diajukan biasanya menyangkut tentang thaharah, rukun shalat dan akidah. Biasanya si pemudan dan si gadis yang akan dinikahkan, telah mempelajari hal-hal tersebut jauh-jauh hari sebelum mereka dinikahkan, sehingga semua pertanyaan dapat dijawab dengan baik.
Pernikahan Muzammil Hasballah dan Sonia di Masjid Al Makmur, Banda Aceh. sumber
Untuk melangsungkan pernikahan pun ada waktu-waktu tertentu yang dipilih. Biasanya tanggal yang dianggap baik untuk melangsungkan pernikahan adalah tanggal 2, 6, 12 atau 22 hari dalam bulan Islam (hijriah). Kecuali bulan Safar, jarang sekali pernikahan dilakukan dalam bulan Safar, karena dianggap sebagai bulan panas.
Saat pernikahan, syarat dan rukun harus lengkap secara hukum Islam, serta ada juga hal-hal lain yang diatur secara adat dan kesepakatan kedua belah pihak, misalnya soal jeulamee (mahar) yang jumlahnya sudah disepakati pada saat proses kong haba (pertunangan) dilaksanakan.
Mahar harus ditunaikan oleh pihak pria pada saat pernikahan. Akan tetapi dalam keadaan tertentu dapat ditangguhkan pembayarannya berdasarkan persetujuan pihak keluarga si gadis.
Meskipun penundaan mahar tersebut dibenarkan secara hukum, namun secara adat hal tersebut tidak terpuji. Pihak pria menanggung beban dan harus melunasinya. Jika ia meninggal dunia, maka “utang” mahar tersebut harus dilunaskan oleh walinya.
Setelah acar nikah, kemudian kedua pihak juga akan bermusyawarah tentang tanggal menggelar pesta pernikahan (walimah). Waktu untuk intat linto (mengantar pengantin pria) secara resmi ke rumah dara baro (pengantin perempuan) dan waktu tueng dara baro (pesta di rumah mempelai pria menerima pengantin perempuan).
Namun, beberapa hari sebelum pesta digelar ada satu prosesi adat lagi, yakni boh gaca atau ranub gaca, masa para gadis datang ke rumah mempelai perempuan untuk menghias inai di tangan dan kaki pengantin perempuan. Tentang boh gaca/ranub gaca ini akan kita bahas dalam postingan lainnya secara khusus.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Bereh, kalheuh long follow gata @hs518055. Saleum meuturi.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
jinoe nggak ada lagi sang tradisi ini bang, setidaknya sependek yang ihan kethaui di kampung-kampnung, mau pesta/nikah ya nikah terus...
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Ya, tapi mereka harus mengukuti penetaran selama beberapa waktu di KUA atau pada teungku yang ditunjuk KAU untuk membimbing calon pengantin, membekali mereka dengan ilmu agama, begitu Sista @ihansunrise
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Sekarang caranya jadi lebih mudah, langsung di tatar di KUA setempat, walaupun alakadarnya tapi sedikit banyak ada manfaatnya juga aduen @isnorman
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Ya penataran di KUA itu wajib diikuti oleh setiap pasanga calon pengantin
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit