Salah satu hal yang paling menarik dari perjalanan kali ini ke Tanah Gayo 10-12 November 2017 adalah kesempatan untuk melihat situs loyang Mendale (cave niche Mendale), sebuah situs prasejarah yang menjadi penanda orang pertama di Sumatera. Lokasinya kira-kira tujuh kilometer dari Takengon.
Saya hanya membaca saja tentang upaya prestisius yang salah satunya dilakukan oleh Balai Arkeologi Sumatera Utara atas pola eskavasi yang dilakukan di daerah ini. Terlihat beberapa lubang yang ditetah dengan alat potong sehingga berbentuk persegi. Dalam pelbagai literatur dan publikasi dikatakan bahwa situs-situs yang terdapat di sini berumur 7.000 - 9.000 tahun lalu atau berada dalam era batu tengah (Mesolitikum). Meskipun juga ada yang membantah bahwa umur situs Homo Sapiens atau transmutasi manusia modern pertama yang telah memiliki volume otak 1.350-1.400 cc ini tidak lah setua itu. Menurut mereka umur rangka yang mirip manusia kontemporer itu hanya berumur 3.500 tahun lalu atau masuk era neolitikum.
Namun terlepas dari itu semua, saya sendiri melihat endapan sejarah dan peradaban (the precipitate of history and civilization) yang memukau. Gayo adalah sedikit etnis di Nusantara yang memiliki aksara sendiri, seperti yang dimiliki etnis Batak, Lampung, Sunda dan Jawa kuno. Aceh sendiri tidak memiliki aksara. Bahasa dalam literasi lama Aceh baru hidup sejak peradaban Islam mulai merambah yaitu kira-kira 1.200 tahun lalu meminjam akrasa Arab dengan variasi titik tambahan di dalam beberapa huruf seperti "ain", "kha", dll.
Salah satu endapan peradaban Gayo ada pada tatakrama dan sikap mereka yang inklusif. Mereka tidak pernah membedakan orang berdasarkan etnisnya. Sebagian besar pedagang pertokoan di kota Takengon dan juga pedagang buah di Pasar Paya Ilang dikuasai oleh pedagang asal Aceh. Tak ada iri dengki atau wajah cemberut. Ketika saya membeli oleh-oleh untuk Reje (kepala desa) Genuren di Tekengon, ternyata penjualnya seorang asal Pidie. Ia memberikan pujian kepada masyarakat Gayo yang baginya sangat berjiwa besar. Mereka malah mendukung usahanya. Ia mengatakan bisa menjual pakaian T-Shirt modis Gayo seperti Dagadu atau Piyoh karena ikut diberikan kesempatan oleh pengusaha Gayo.
Sikap ini jarang didapatkan oleh masyarakat di tempat lain, yang biasanya menjadi gatal dan panas dingin jika "pendatang" lebih maju dibandingkan kaum "tempatan". Saya bayangkan jika di Pasar Beureunun yang berhasil dan sukses adalah orang Minang atau Gayo, apakah masyarakat di sana bisa tetap tersenyum ramah? Tentu ada excuse bahwa masyarakat Pidie memang pedagang yang gesit, sehingga tak mungkin pedagang migran bisa menguasai pasar mereka. Namun apologia itu tak berarti jika dibandingkan dengan karakter dan sikap terbuka masyarakat Gayo. Benar-benar tulus dan murni.
Saya pun melihat aura mahasiswa yang berasal dari Tanah Gayo. Mereka tumbuh dengan pikiran positif dan tetap riang dalam kerumunan teman-temannya yang sebagian besar beretnis Aceh. Tentu saja sikap seperti ini menjadi keharusan ketika kuliah di Antropologi, bahwa mahasiswa harus menjauhi sikap stigmatik, dan tidak membuat gambaran palsu tentang etnis orang lain. Di Antropologi beberapa etnis berkumpul seperti dari Karo, Batak, Minang, Melayu, Jawa, Gayo, Mandailing, Alas, dll. Mereka bisa melakukan perjumpaan yang saling menguatkan dan tidak terpecah-belah oleh perbedaan itu. Bahkan juga mahasiswa non-muslim bisa nyaman berada di tengah mahasiswa muslim.
Peradaban Gayo bagai Bacan Doko Maluku Utara, indah berkilau dan mahal harganya. Di tengah peradaban yang suka bermusuhan dan berkonflik. Jika selama ini masyarakat Gayo marah, pasti ada sebabnya seperi Qanun Wali Nanggroe dan Hymne Aceh. Hal itu juga akan menyala api jika kita adalah minoritas dan diperlakukan tidak adil dan setara.
Peradaban Gayo ini akan saya gaungkan dalam produk literasi ke depan, yang akan susun menjadi bagian dari etnografi Nusantara.
wah menarik sekali.. ingin sekali-kali berkunjung ke sana :D
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Welcome to Gayo Highland
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
bagus sekali abang @teukukemalfasya
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Terima kasih @abdulhalim
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Photo Pak Bram sangat eksotik sekali... Sepertinya dia sangat bahagia...
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Foto tidak berdusta
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Sepertinya dia bahagia... Hehe
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Sudah upvote 😆😆
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
lanjut mas... menarik mas, saya hanya mengetahui sedikit mengenai Gayo ketika sedang duduk di bangku sekolah SMA ...siip
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Bagus bangeeeete
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit