Gampong seumirah awalnya adalah hutan rimba yang sangat luas, merupakan bagian dari wilayah kecamatan Dewantara sebelum pemekaran menjadi Kecamatan Nisam Antara, menurut sejarah yang dikatakan oleh orang terdahulu, dikenal adanya istilah pintoe rimba untuk kawasan yang memasuki hutan tersebut. seiring dengan berjalannya waktu ada beberapa orang dari daerah Nisam dan Dewantara membuka lahan untuk berkebun dan bercocok tanam kedaerah tersebut. lama kelamaan semakin ramai orang membuka lahan dan mencoba mendirikan bangunan bangunan kecil yang di istilahkan dengan rangkang untuk menginap ketika mereka tidak kembali kedesa asalnya yang dalam istilah aceh di kenal dengan nama jak dom glee.
Gampong Seumirah terletak di Kecamatan Nisam Antara, Aceh Utara, terdiri dari 8 (delapan) dusun yang masing masing dikepalai oleh satu orang kepala dusun, yaitu dusun Keude, Lhok Drien, Balee Gajah, Bate Leusong, Simpang Rambong, Simpang Paya, Drien Kuneng, Geudong Ringet, Menurut cerita yang disampaikan oleh sesepuh dari gampong seumirah, gampong seumirah telah ada sekitar tahun 1948, Semasa konflik bersenjata antara GAM dan Tentara Republik, Gampong Seumirah dikenal sebagai salah satu tempat persembunyian Anggota GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dari kejaran Serdadu Republik, lokasi Gampong Seumirah yang berada di antara perbukitan Nisam Antara (Dulunya Dewantara) dan Sawang menjadikannya lokasi strategis bagi gerilyawan Aceh Merdeka untuk mempertahankan diri dari serangan serdadu-serdadu Republik, untuk diketahui pula dulu nya Gampong Seumirah juga merupakan salah satu markas (Camp) GAM di wilayah Samudera Pasee.
()
Pinang, Kakao, Pala serta Pisang menjadikannya sentra perkebunan masyarakat Seumirah, namun meski memiliki Sumber Daya Alam yang mempuni di bidang perkebunan Gampong seumirah masih tertinggal dari Gampong-gampong lainnya di Aceh Utara, seluruh jalan alternatif masyarakat di desa ini tidak ada yang aspal hotmix, hanya ada rabat beton di beberapa titik yang sulit dilalui masyrakat setempat seperti di Dusun Geudong Ringget dan Dusun Keude yang diambil dari program ADG (Alokasi Dana Gampong). 72 Tahun sudah Indonesia merdeka ditambah gempita-nya 12 Tahun perdamaian antara GAM-RI yang bersemi di Provinsi Aceh ternyata belum mampu memperbaiki kondisi jalan-jalan di Gampong hampir di seluruh Aceh, Salah satunya jalan-jalan di Gampong Seumirah.
Seumirah mungkin tidak asing lagi terdengar bagi kita yang berdomisili di kawasan Aceh Utara maupun Kabupaten Bireuen, ada sebuah kalimat candaan yang sampai hari ini masih terucap dikalangan masyarakat untuk Gampong Seumirah, “Seumirah Jak u Kudee Bek Tuwoe Jak u Kulah (Seumirah..Pergi ke Pasar jangan Lupa Pergi ke Bak Mandi)”, kalimat humor ini sering di ucapkan kepada masyarakat yang pergi ataupun pulang dari Seumirah, hal ini dikarenakan jalan menuju Gampong seumirah masih dalam kondisi bebatuan, berdebu dan berlumpur ketika musim hujan tiba dari sejak jaman Orde baru sampai masa jaman Reformis, miris kondisinya ibarat kata “Seumirah Gampong Basis, Namun yang terlupakan”, meskipun banyak dari kalangan pejuang Gerakan Aceh Merdeka kini menjabat posisi strategis di Poumerintahan.
Hal ini tentunya kontras sekali dengan kondisi Aceh yang notabene mendapatkan Sebanyak Rp. 120 Triliun dana masuk ke Aceh selama 5 tahun rekonstruksi Aceh pasca Tsunami (2005 sampai 2009), Kemudian ditambah 10 tahun (2008 sampai 2017) Aceh telah menerima Dana Otonomi Khusus sebesar Rp 59,87 Triliun dengan Total Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) mencapai Rp. 13-14 Triliun per tahun (APBA Tahun 2017 mencapai Rp. 14,7 Triliun) dan khususnya APBK Aceh Utara yang begitu besar mencapai Rp. 2,3 Triliun per tahun.