Aku menyusuri lorong yang pernah renyah dengan derai tawa juga air mata. Bertemu dengan sebagian nadi-nadi yang muram, lemah gizi, lunglai wacana. Aku, terus menyeret kaki ditengah keterseokan tafsir menatap sudut-sudut kota, tua.
Aku bukan pahlawan, hanya ingin ikut mencipta jiwa-jiwa kepahlawanan. Aku ingin bergerak melepas bius-bius kepalsuan di langit-langit atap keresahan. Aku, semakin tidak memiliki arti.
Aku sedang mengajak bergurau kota tua, yang sudah separuh tidak terlihat aslinya. Puing-puing kehancuran mengajakku mengerutkan dahi. Menjulurkan tangan, mengajakku turut mati