Nasib Para Perempuan di Lampion Merah | The Fate of Women in Red Lampion |

in fiction •  7 years ago 

The Fate of Womens in the Red Lampion

By @ayijufridar

The servant thinks Teratai is the oldest daughter who returns from Beiping when she enters Chen's big house guided by four bearers from the village. The girl was only nineteen years old with a short earlobe and tied with a pale blue silk scarf. The white blouse and black skirt he wore seemed to assert that he was indeed a girl who had just returned from school. In that blouse and skirt, the next day, a waitress named Walet spits on it because he feels unfairly treated after being washed his hair because the Teratai smells the odor there. The day before, Teratai had scolded Swallow because the waiter was dismissive of his orders.

Teratai is indeed a female student, but her presence in Chen Zuoqian's big house is not a student who wants to practice. She was present as a young mistress, as Chen's fourth wife, 50 years old.



Source


Being a fourth wife is not a pleasant option for a Teratai who has just spent a year in college. However, that choice should be taken when one day he heard the scream of her family on the edge of the sink. Her father leaned there with her hands covered in blood. The man chose to commit suicide after the tea plant business went bankrupt and he was in debt. Finally, the Teratai is willing to become Chen's fourth wife through a different meeting with three previous wives. Teratai wants to meet at a western restaurant and there he orders a cake with nineteen candles on it, as if affirming his youth. Chen who has a lot of sensual experience, stunned with the style of Teratai.

As the fourth wife, Teratai gave birth to jealousy three previous wives. However, the first wife of Joy and the third wife of Karang, openly indicates the existence of competition. Only with second wife, Mega, Teratai can establish intimacy. In fact, Mega gave a gift of silk to Teratai. While Karang, the prettiest wife before the Teratai comes, always tries to grab Chen's attention in various ways. Even when the Lotus is enjoying the first night, Karang tells the maid to bang on Chen's room and tells him he is very ill until he is about to die. However, the attitude of the wives was not easy to translate because there is the deepest secret that was revealed later, including with the kindness of Mega.

Behind all those rivalries, Teratai also smells the affair of Karang with a doctor who became a mahjong friend. The competition also involves a Walet who does have his own plans, moreover he feels a little strength because Chen never wring his chest.

Overall, the story of Raise The Red Lantern is indeed no different from a similar story that is widely contained in the Indonesian romance full of envy, jealousy, and love for the material. Competition of wives to grab the attention of the husband who sometimes colored with various intrigues, slander, even black magic as experienced Teratai. Su Tong conveyed this story with a simple language, easy to understand, as well as fun to enjoy. Many readers find surprises by accident, such as when Teratai is looking for the flute of his father's inheritance. Every surprise feels very reasonable, does not seem forced to fool the reader.

This story still places women as victims who have little choice in life. Women's dependence on men makes them merely objects. In fact, the red lantern which is the title of this translation book is a symbol of male superiority. Chen's great master marks the wife he will sleep with by putting a red lantern in front of his wife's room as if it were a fate of women.

Ultimately, women must rise up or together to fight this psychological oppression and tradition. The incidents experienced by Chen's four wives can happen anywhere and they do not regard as an arbitrary treatment. In fact, being in the middle of the big family Chen is regarded as a fortune because it can escape from poverty. How many women then sacrifice self-esteem, freedom, and even a brighter future because they can not stand the short-term challenges they face, pummeled in terms of poverty.

This slim book is so fascinating that the famous director Zhang Yimou filmed it with beautiful actress Gong Li as the main character. The film which later became the title of the book is not very commercially successful compared to some other films played Gong Li. However, in some of the world's leading festivals, the film received a warm welcome.

Appreciation is reasonable considering Su Tong is not a writer carelessly. He is a great Chinese writer, besides Mo Yan whose book has also been translated into Indonesian. The 1963-born author won the Man Asia Literary Prize for his book The Boat to Redemption in 2009. He has also been nominated for the prestigious Man Booker International Prize award in 2011.[]



Source



Source


Nasib Perempuan di Lampion Merah

Oleh @ayijufridar

PARA pelayan mengira Teratai seorang anak perempuan tertua yang kembali dari Beiping ketika ia memasuki rumah besar Chen dengan ditandu empat pengusung dari desa. Gadis itu baru berusia sembilan belas tahun dengan ramput pendek sebatas telinga dan diikat dengan selendang sutra biru muda. Blus putih dan rok hitam yang dikenakannya seolah menegaskan ia memang seorang gadis yang baru pulang menempuh pendidikan. Di blus dan rok itulah, keesokannya, seorang pelayan bernama Walet meludah di atasnya karena merasa diperlakukan tidak adil setelah disuruh mencuci rambut karena Teratai mencium aroma tak sedap di sana. Sehari sebelumnya, Teratai memang sempat memarahi Walet karena pelayan itu meremehkan perintahnya.

Teratai memang seorang mahasiswi, tetapi kehadirannya di rumah besar Chen Zuoqian bukan sebagai mahasiswi yang ingin praktek. Dia hadir sebagai nyonya muda, sebagai istri keempat Chen yang sudah berusia 50 tahun.



Source


Menjadi istri keempat memang bukan pilihan yang menyenangkan bagi Teratai yang baru menghabiskan satu tahun kuliahnya. Namun, pilihan itu harus diambilnya ketika pada suatu hari ia mendengar jeritan keluarganya di tepian bak cuci. Ayahnya bersandar di sana dengan tangan berlumuran darah. Lelaki itu memilih untuk bunuh diri setelah usaha pabrik teh bangkrut dan ia terjerat utang. Akhirnya, Teratai bersedia menjadi istri keempat Chen melalui pertemuan yang berbeda dengan tiga istri sebelumnya. Teratai ingin berjumpa di sebuah restoran barat dan di sana ia memesan kue dengan sembilan belas lilin di atasnya, seolah menegaskan kemudaannya. Chen yang mempunyai banyak pengalaman sensual, terpana dengan gaya Teratai.

Sebagai istri keempat, Teratai banyak melahirkan kecemburuan tiga istri sebelumnya. Namun, istri pertama Sukacita dan istri ketiga Karang, secara terang-terangan menunjukkan adanya persaingan. Hanya dengan istri kedua, Mega, Teratai bisa menjalin keakraban. Bahkan, Mega memberikan hadiah berupa kain sutra kepada Teratai. Sementara Karang, istri yang tercantik sebelum Teratai datang, selalu mencoba merebut perhatian Chen dengan berbagai cara. Bahkan ketika Teratai sedang menikmati malam pertama, Karang menyuruh pelayan menggedor kamar Chen dan mengatakan dirinya sakit keras sampai hendak menemui ajalnya. Namun, sikap para istri itu tidak mudah untuk diterjemahkan karena ada rahasia terdalam yang ternyata terbongkar kemudian, termasuk dengan kebaikan Mega.

Di balik semua persaingan itu, Teratai juga mencium adanya perselingkuhan Karang dengan seorang dokter yang menjadi teman main mahyong. Persaingan itu juga melibatkan Walet yang memang mempunyai rencana sendiri, apalagi ia merasa memiliki sedikit kekuatan karena Chen pernah meremas-remas dadanya.

Secara keseluruhan, kisah Raise The Red Lantern memang tidak berbeda dengan kisah serupa yang banyak terdapat dalam roman Indonesia yang penuh dengan kedengkian, kecemburuan, dan kecintaan kepada materi. Persaingan para istri untuk merebut perhatian suami yang kadang diwarnai dengan berbagai intrik, fitnah, bahkan ilmu hitam seperti yang dialami Teratai. Su Tong menyampaikan kisah ini dengan bahasa sederhana, mudah dipahami, sekaligus asyik dinikmati. Pembaca banyak menemukan kejutan secara tidak sengaja, seperti ketika Teratai mencari seruling warisan ayahnya. Setiap kejutan terasa sangat wajar, tidak terkesan dipaksakan untuk mengelabui pembaca.

Kisah ini masih menempatkan perempuan sebagai korban yang tidak mempunyai banyak pilihan dalam hidup. Ketergantungan perempuan terhadap laki-laki membuat mereka hanya menjadi objek. Bahkan, lentera merah yang yang dijadikan judul buku terjemahan ini merupakan simbol superioritas laki-laki. Tuan besar Chen menandai istri yang akan ditidurinya dengan meletakkan lampion merah di depan kamar istrinya seolah itulah permainan nasib perempuan.

Pada akhirnya, perempuan harus bangkit sendiri atau bersama-sama untuk melawan penindasan secara psikologis dan tradisi ini. Kejadian yang dialami keempat istri Chen bisa terjadi di mana saja dan mereka tidak menganggap sebagai sebuah perlakukan semena-mena. Bahkan, berada di tengah keluarga besar Chen dianggap sebagai sebuah keberuntungan karena bisa melepaskan diri dari kemiskinan. Betapa banyak perempuan yang kemudian mengorbankan harga diri, kebebasan, bahkan masa depan yang lebih cerah karena tidak tahan dengan tantangan jangka pendek yang harus mereka hadapi, terumata berkaitan dengan kemiskinan.

Buku tipis ini begitu memesona sehingga sutradara kondang Zhang Yimou memfilmkannya dengan aktris cantik Gong Li sebagai pemeran utama. Film yang kemudian dijadikan judul buku tersebut tidak terlalu sukses secara komersial dibandingkan dengan beberapa film lain yang dimainkan Gong Li. Namun, dalam beberapa festival terkemuka di dunia, film ini mendapat sambutan hangat.

Apresiasi tersebut memang wajar mengingat Su Tong memang bukan penulis sembarangan. Dia termasuk sastrawan besar China, selain Mo Yan yang bukunya juga sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Penulis kelahiran 1963 tersebut memenangkan penghargaan Man Asia Literary Prize untuk bukunya The Boat to Redemption pada 2009. Ia juga pernah mendapatkan nominasi penghargaan bergengsi Man Booker International Prize pada 2011 silam.[]



Source


Badge_@ayi.png

DQmNuF3L71zzxAyJB7Lk37yBqjBRo2uafTAudFDLzsoRV5L.gif

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Luar biasa @ayijufridar salam KSI