Bagaimana Arini Mengurai Sepi, Kita dan Film yang Tak Mengakui

in film •  6 years ago 

image

Jhon duduk di dalam kamar temannya. Saat itu Morgan Oey dengan khidmat sedang mengecup ranum bibirnya Arini (Aura Kasih). Film yang diputar via layar laptop temannya, nyatanya belum cukup mampu memalingkan pikiran Jhon. Sore itu, langit Rakaeh baru saja beranjak dari sengatan matahari yang terbilang parah. Sedikit agak panas dan sama dengan kecamuk pikir juga jiwanya.

Di persimpangan antara frustasi dan depresi dengan stadium tak seberapa, Jhon terus saja mencoba mengais-ngais sisa-sisa motivasi. Dibangun dengan hati-hati dalam benak imajinernya, langsung ambruk kala pikirnya menyuguhkan realitas juga dalam imajiner. Tak mudah memang. Sebagaimana langit yang sewaktu-waktu tanpa mendung bisa hujan, pun sama, kala batin mendadak melo seketika.

Ada saat-saat dimana memilih curhat mampu meredakan segala kecamuk. Pun ada, kala tertentu saat seolah segalanya serba salah. Hendak curhat, tak tahu apa masalah. Tidak melakukan apa-apa, tidak bisa, seakan batin meronta bahwa you must do something!. Pertanyaannya apa tentu tidak cukup syarat bila hanya satu tanya "apa" tanpa sedikit narasi atau kalimat didalamnya. Sayangnya, itupun Jhon tak punya.

image

Film Arini terus saja beranjak, tangan Jhon lebih banyak memegang gawai, sembari menoleh sesekali dua ke arah temannya yang sedari awal khitmat mengikuti jalannya cerita. Temannya sadar, bahwa Jhon tidak sedang baik-baik saja. Ia berceloteh, "Tontonlah yang iya dikit, Arini kan pacar qe. Sering kutengok qe love instagramnya".

Jhon tertawa, ia menyanggah seakan tidak. Baginya, Arini hanyalah perempuan cantik yang celaka tercitrakan sebagai titik objek yang kerap difantasi nakalkan orang-orang. Arini, yang sedari dulu ia ikuti via Instagram, dalam amatannya merupakan perempuan cerdas yang gampang putus asa. Cerdas yang terlihat bukan karena ia sering mengisi instastory dengan buku-buku Rumi. Melainkan, ada sexy appeal yang bisa Jhon tangkap lewat intuisinya. Arini hanya lah salah satu publik figur yang sudah terlampau lama menopengi diri bahwa ia amat kesepian.

Dalam film dengan plot irit itu, sekalipun Jhon tak antusias, ia menangkap beberapa hal yang kerap ia jumpai pada teman-temannya yang datang curhat. Perihal perempuan yang sudah 38 tahun tapi tak lagi percaya cinta. Seseorang yang trauma dengan masa lalunya (janda), perihnya ia dinikahkan oleh pacar temannya sendiri hanya untuk menutupi aib teman. Dan Arini sungguh tak tahu.

image

Arini terus berjalan ringkih dengan segala tatih yang ia rangkakkan. Hingga suatu ketika, seseorang brondong "tolol bin nekat" disambet setan jatuh cinta padanya. Saat itu, umur antara Morgan Oey dan Arini berjarak kurang lebih 15 tahun. Morgan terus saja nekat, bahkan memaksa! Baginya, lelaki tak boleh gampang menyerah. Dua hal yang tidak ingin ia dengan, perbedaan usia dan studi di luar negerinya yang belum usai.

Dari situ Jhon mengambil iktibar, bahwa kadang, ketololan yang nekat menjadi jalan cinta bagi siapa saja yang mau percaya. Jhon bisa memaklumi, memahami akan itu. Hanya saja, ia tak pernah suka menabrak batas kemampuan dirinya untuk urusan cinta. Pun, sore itu ia tak sedang menghadapi urusan hati. Tak ada senja yang kentara sore itu, deru motor sahut-sahutan terdengar, anak-anak kampus serempak pulang ke kos. Ibarat burung, anak-anak kampus juga pulang dengan segala sumpah-serapah akan kampus dan dosen-dosennya.

"Apakah kamu masih rentan Baper saat nonton film (Indonesia). Kalau saya tidak, sudah cukup kebal" tanya Jhon. "Saya sih masih, maklum ini hati rapuh kali masih". Jhon tertawa mendengar jawaban temannya. Hampir saja bantal yang ia pegang ditempelengi ke wajah teman. Sayang, adegan Morgan Oey memeluk Arini mengalihkan pandangannya. Ada empuk yang susah dijelaskan, ada tulus yang coba diperjuangkan. Dan segala yang luluh pada Arini ialah buah gerak waktu yang direstui keadaan.

image

Waktu merambat pada detak detiknya, malam mulai hendak datang. Jhon yang sesekali khusyuk tetap saja film belum bisa meredakan kecamuk pikir dan jiwanya. Kadang ia merasa ada sesak yang bersebab, tetapi terlalu sepele untuk dipusingkan. Pada batas itu, sungguh Jhon juga paham bahwa akalnya terbatas, tapi perasaan sebagai manusia terlalu luas untuk disederhanakan.

Di hadapan film, Jhon menertawakan segala drama. Tetapi, di saat yang sama, sungguh film juga menertawakannya, bahwa hidup Jhon pun mungkin manusia pada umumnya, terlalu berdrama dan film di atas film. Selalu ada alasan, tak pernah berhenti merakit pembenaran. Entah lewat pelarian tempat dengan aktivitas, kata-kata, atau mengurung diri atas nama keramaian. Jhon hanyalah fazel kecil, dari kita yang sok tegar itu.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Hahahaha... jangan sok tegar, kalau lagi galau, akui saja.. bah phui bacut

Haha. Jadi bagian yang kak komen bak lon rasa di luar konteks. *Nyan contoh kilik komen wate karap toe kenong droe teuh, wkkwkw

Hahahha.. komen di luar konteks masih lebih bagus dari pada berkomentar no comment

Timang that!