Pada kesempatan kali ini saya akan me-review buku acehnologi yang terdapat dalam bab 16, yaitu tentang Filsafat Aceh. Kita akan melihat bagaimana filsafat Aceh itu terbentuk, paling tidak 4 hambatan ini akan menggambarkan mengenai filsafat Aceh.
Pertama, gagasan atau ide orang Aceh yang belum pada tingkatan kajian filsafat yang mapan (seperti filsafat Barat). Bagaimana daerah tertentu seperti Cina meiliki pengaruh terhadap cara berpikir masyarakat Cina, India yang memiliki pengaruh terhadap yang kuat terhadap ajaran Hindu dan Budha, hal ini yang menjadi hambatan bagaiman gagasan atau ide di Aceh setara dengan filsafat yang ada. Kedua, tampak tidak adanya tokoh Intelektual Aceh yang mengkaji tentang filsafat .Sehingga kita tidak heran jika negara yang mengedepankan kajian filsafat selalu ingin berubah dari “kesadaran hewani” menuju “kesedaran insani”. Ketiga, banyaknya istilah kunci yang dihasilkan dari intelektual Eropa, hal ini membuat masyarakat yang non-Eropa mencari pandagannya dengan tidak menghilangkan makna asli dari bahsa aslinya, tentu ini menyulitkan. Dan yang keempat, seringnya orang Aceh menjadi laboraturium sosial yang berkembang di Eropa dan Amerika. Sehingga filsafat Aceh harus terlebih dahulu dapat diterima oleh sarjana dengan ilmu-ilmu dari Barat. Kalaupun diterima paling tidak hanya sebagai local knowledge.
Namum, karya-karya intelektual di Aceh, memberi bukti bahwa ada system yang dikembangkan di Aceh. Isiah Berlin menyebutkan tujuan filsafat adalah Pertualangan ide dan pola pikir manusia yang memahami diri dalam keterbukaan, hal tersebut pernah terjadi di Aceh, ditambah dengan hasil pemikiran orang Aceh dengan karakteristik ke-Acehan yang di terima ditingkat nasional maupun internasional.
Ada suatu istilah yang merupakan titik pangkal yang muncul di dalam imajinasi orang Aceh yaitu endatu (leluhur). Dan masih banyak lagi istilah yang merupakan titik keberangkatan pola pikir orang Aceh yang menghubungkan informasi. Dan juga tidak diherankan jika orang Aceh mampu menghadirkan sikap dan karakter dalam kehidupan mereka, selalu menghubungkan setiap gerakan kehidupan yang berakhir pada Allah.Di Barat kajian filsafat semakin modern pemikiran filsafat mereka semakin jauh manusia dengan Tuhan. Sebaliknya, dalam Islam semakin dekat manusia ke hadapan Tuhan, bisa kita maksudkan bahwa filsafat Islam tidak lari dari spiritualnya.Salah satu cara mengkaji filsafat yaitu dengan cara mempelajari perbandingan filsafat, agar kita mengetahui bagaimana perkembangan berpikir-nya dalam suatu masyarakat.
Meski di Aceh belum melahirkan filosof, ataupun perguruan tinggi yang memiliki jurusan khusus untuk mengkaji filsafat. Kita sebagai orang aceh, tidak mungkin berpegang kepada filsafat Barat untuk diterapkan pada filsafat Aceh. Kita memliki filsafat kita yang paling kuat, kita percaya akan keyakinan kita terhadap allah. Kita percaya bahwa kekuasaannya sangat besar dan tidak tergantikan sebagiamana bukti yang terlihat dengan adanya adat dan berbudaya islam seperti kenduri blang dan pesijuk blang.
Mungkin hanya ini yang bisa saya paparkan tentang Filsafat Aceh, semoga ini menjadi sebuah pembelajaran bagi kita yang membacanya dan terutama bagi saya sendiri yang menulis. Sekian terima kasih.