Gajah Sumatera yang bernama latin Elephas Maximus Sumatranus adalah satwa endemik asli Indonesia yang keberadaannya hanya berada di Pulau Sumatera. Keberadaan Gajah Sumatera dianggap sebagai icon kebanggan bagi Indonesia terkhusus sumatera sebagai satwa terbesar di darat yang perlu untuk di lindungi. Disebabkan maraknya perburuan liar terhadap Gajah Sumatera dan menipisnya hutan tempat mereka tinggal. Sehingga jumlahnya tiap tahun selalu berkurang dan mendapatkan tanda merah dari Lembaga Konservasi Dunia (IUCN) bahwa Gajah Sumatera merupakan satwa liar yang perlu dilindungi sebab jumlahnya sudah semakin kritis.
Berdasarkan data yang disampaikan oleh World Wildlife Fund (WWF) mengatakan bahwa 76 gajah sumatera mati terbunuh di Riau selama lima tahun. Yang rincian data kematian gajah sumatera dalam lima tahun terakhir adalah pada tahun 2010 saja tercatat sudah 13 ekor gajah yang mati, di tahun 2011 diketahui 10 ekor yang mati, pada tahun 2012 tercatat juga ada 15 ekor yang mati, di tahun 2013 sebanyak 14, dan pada tahun 2014 tercatat pula 24 ekor gajah mati terbunuh (tempo.co/13/02/2015). Dan gajah-gajah yang mati tersebut alasannya ada yang sebagai objek perburuan untuk diambil gadingnya yang bernilai puluhan juta rupiah, ada pula yang diracun karena dianggap hama atau perusak tanaman warga, ada juga yang mati karena usia atau sakit. Namun kebanyakan gajah yang mati tersebut lebih sering disebabkan dari pembunuhan yang motifnya bisa bertujuan untuk mengambil gadingnya atau karena dianggap hama.
Gambar: Gajah Sumatera yang ada di kebun Ragunan
Dengan banyaknya jumlah gajah yang mati selama ini menunjukkan betapa malangnya nasib kawanan gajah sumatera ini yang seakan-akan sudah tidak lagi memiliki rumah di tanah kelahirannya sendiri. Dan bergelimpangannya jasad-jasad gajah sumatera tidak hanya terfokus di hutan Riau namun juga diberbagai daerah di Pulau Sumatera. Yang alasannya matinya gajah itu sama yakni perburuan terhadap gadingnya yang biasanya menyosor gajah sumatera jantan yang sudah dewasa. Namun dalam temuan di lapangan bahwa anakan gajah pun ikut dibunuh oleh para pemburu untuk diambil beberapa organ penting guna dijual di pasar gelap seperti yang terjadi di Taman Nasional Tesso Nillo, Riau.
Lindungi Gajah Sumatera
Seperti yang diulas pada paragraf sebelumnya bahwa nasib Gajah Sumatera memang sungguh malang sebab mereka memiliki gading yang katanya dapat digunakan sebagai obat dan hiasan rumah sehingga harganya begitu mahal. Alasan itulah membuat puluhan Gajah Sumatera harus meregang nyawanya ditangan para pemburu yang menginginkan gading mereka. Disamping itu juga, minimnya lahan hutan tempat mereka tinggal karena habis dikonversi menjadi pemukiman dan lahan perkebunan membuat Gajah Sumatera turut berkonflik dengan warga di sekitar hutan. Hal ini terjadi di Kabupaten Aceh Jaya, dimana kawanan gajah turun kepemukiman masyarakat desa untuk mencari makanan yang juga merusak tanaman pertanian masyarakat yang dilewatinya (antaranews.com/27/01/2013).
Dan juga, perlu diketahui bahwa jumlah Gajah Sumatera yang tersisa berdasarkan data dari Kementrian Kehutanan dan Workshop Forum Gajah menunjukkan jumlah gajah sumatera yang tersisa hanya sekitar 1724 ekor saja. Dan dalam penyebarannya di hutan Aceh jumlahnya menurut catatan Balai Konservasi Sumber Daya Alam pada agustus 2014 lalu ada sekitar 460 ekor. Serta di Taman Nasional Tesso Nillo, Riau, jumlah Gajah Sumatera yang ada hanya sekitar 73 ekor gajah saja yang disampaikan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman pada oktober 2014.
Makin menurunnya jumlah populasi Gajah Sumatera yang disebabkan oleh berbagai hal akan sangat ditakutkan bila tidak ada gerak cepat dari pemerintah untuk menjaga kelestarian Gajah Sumatera dan tempat tinggalnya maka populasinya akan punah. Sedari itu prioritas perlindungan terhadap Gajah Sumatera sebagai hewan yang terancam bakal punah tidak boleh lagi ditungu-tungu.
Perlu juga diketahui bahwa hutan sebagai tempat tinggal Gajah Sumatera setiap harinya habis terkikis puluhan hektar akibat dari pengembangan lahan perkebunan dan alih fungsi untuk pembangunan rumah serta pabrik. Sehingga fungsi hutan tidak hanya sebagai rumah bagi satwa liar termasuk Gajah Sumatera tetapi juga bagi manusia untuk terhindar dari marabahaya banjir dan longsor. Yang akhirnya kelestarian hutan menjadi pokok untuk dijaga guna juga dapat melestarikan populasi Gajah Sumatera yang hampir punah.
Sebab menurut World Wildlife Fund (WWF) Program Riau menyatakan bahwa selama 10 tahun terakhir antara tahun 2004 sampai 2014 sudah tercatat 145 ekor Gajah Sumatera yang mati (antaranews.com/13/02/2015). Angka yang signifikan tersebut bila merujuk kepada jumlah Gajah Sumatera yang tersisa pada awal tahun 2014 sekitar 1700-an ekor saja tidak lagi bisa dipastikan jumlahnya tetap atau menaik melainkan sudah mengalami penurunan. Sehingga bila angka kematian Gajah Sumatera pada tiap-tiap tahun terus bertambah maka pada akhirnya dalam beberapa tahun kedepan maka gajah sumatera tidak lagi ada di hutan belantara atau sudah punah melainkan hanya ada di kebun binatang dan buku-buku bacaan.
Dan sangat malu bagi kita sebagai masyarakat Indonesia untuk mengenalkan satwa liar kebanggan kita pada pihak luar atau dunia internasional yakni Gajah Sumatera yang populasinya sudah hampir punah. Sehingga untuk merubahnya perlu adanya keseriusan bersama antara pemerintah dengan berbagai elemen masyarakat untuk bisa merubah nasib malang yang menimpa gajah sumatera menjadi nasib baik. Yang pada akhirnya keberadaan Gajah Sumatera tidak hanya sampai pada dua atau sepuluh tahun ke depan saja melainkan selamanya di bumi pertiwi Indonesia. Semoga.
Sumber Gambar:
https://upload.wikimedia.org /wikipedia/commons/thumb/2/2a/Sumatra_elephant_Ragunan_Zoo_3.JPG/800px-Sumatra_elephant_Ragunan_Zoo_3.JPG
Artikel ini juga dapat dibaca di blog saya:
http://gado2ceritaku.blogspot.co.id/2017/09/ancaman-kepunahan-mengintai-gajah-sumatera.html
Good content
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit