Tantangan Membuat MPASI Rumahan

in garudakita •  4 years ago 

Sebagai ibu muda yang baru pertama sekali merasakan bagaimana mengasuh seorang bayi, memulai Makanan Pendaping ASI (MPASI) pada bayinya merupakan moment yang sangat dinantikan.

Mengapa tidak, selama enam bulan lamanya dia menunggu bagaimana anak yang selama ini hanya mendapatkan ASI darinya, sekarang mulai memakan makanan lain. Senang, bahagia, cemas, khawatir, bercampur aduk menjadi satu.

Terlebih saat mulai mempersiapkan berbagai peralatan makan dan menu apa saja yang akan diberikan. Begitu juga dengan aku yang sibuk mempersiapkan peralatan MPASI anakku, Cahya yang tanggal 5 Agustus 2020 ini genap berusia 6 bulan.

P_20200804_121924.jpg
Peralatan MPASI Cahya

Tak hanya itu, aku juga sibuk berselancar di internet untuk mencari menu MPASI dan bertanya ke orang-orang yang sudah berpengalaman. Aku memutuskan untuk membuat MPASI rumahan karena ingin memberikan yang terbaik untuk Cahya, yaitu MPASI dengan menu 4 (bintang) dengan cakupan bahan berupa karbohidrat, protein nabati, protein hewani, sayur, dan buah.

Aku dan suami berbelanja keperluan MPASI ke pasar Impres, Tapaktuan, Aceh Selatan. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani aku meminta dikorbankan satu ayam gadis peliharaan ibuku untuk membuat menu MPASI.

P_20200802_102905.jpg
Saat berbelanja bahan-bahan MPASI Cahya

Akhirnya tiba juga hari yang dinanti. Saatnya Cahya memakan MPASI buatanku. Di hari pertama aku memilih menu Kentang+Hati ayam+Dada ayam+kacang hijau+bayam. Menu ini aku dapat dari resepmpasi.id. Jadilah aku berkreasi hari itu.

P_20200805_085429_1.jpg
Menu 4*; Kentang (karbohidrat), hati ayam dan dada ayam (protein hewani), kacang hijau (protein nabati), bayam (sayur), bawang putih dan merah (bumtik).

Aku berpikir membuat MPASI rumahan itu mudah, tenyata sungguh menantang bagiku yang tidak biasa berkutat dengan peralatan dapur. Memang sih, aku sangat jarang melakukan aktivitas masak-memasak karena biasanya ibuku yang melakukan hal itu. Namun, untuk membuat MPASI Cahya, aku harus bisa membuatnya karena nanti saat aku balik ke Banda Aceh dan tinggal di rumah kontrakan, tidak ada lagi ibu yang menemaniku. Jadinya aku harus bisa memasak MPASI Cahya.

Dari pagi aku sudah mulai berkutat di dapur. Aku sibuk mempersiapkan semuanya. Namun, aku lupa mencincang dada ayam supaya mudah dimasak. Akhirnya aku memasaknya bersamaan dengan bahan-bahan lainnya.

Saat disaring menggunakan saringan, tekstur dari hasil MPASI buatanku sedikit lebih keras. Awalnya aku ingin menambahkan air, tapi kata kakakku tidak usah karena bayi tidak suka makanan yang terlalu encer. Akhirnya aku langsung memberikannya kepada Cahya.

Suapan pertama, Cahya mencoba menelannya tapi karena teksturnya sedikit keras Cahya pun agak sedikit tersedak. Aku segera memberikannya minum. Kemudian aku menambahkan air ke dalam MPASInya supaya Cahya lebih mudah menelannya. Rupanya Cahya hanya mau beberapa suapan, selebihnya dia lebih milih untuk menutup mulut dan tidak mau makan.

Saat makan siang dan makan malam, aku masih menyajikan menu MPASI yang kubuat tadi pagi. Aku menyimpannya di kulkas agar tidak basi. Namun, Cahya terlihat kurang suka dengan makanan itu, mungkin karena baru pertama kali makanya seperti itu pikirku.

Cahya suka makanan selingan berupa buah alpukat yang dicampur dengan ASI. Dia memakannya dengan lahap, aku pun senang melihatnya menghabiskan makanan tersebut, walau makanan utamanya tidak habis dimakannya.

Di hari kedua, aku membuat menu MPASI berupa nasi sebagai (karbohidrat), dada ayam (protein hewani), kacang hijau (protein nabati), dan wortel sebagai (sayurannya). Menu ini aku dapat dari salah satu teman di grup Whats App Aceh Peduli ASI yang anaknya juga sedang MPASI.

P_20200806_084157_1.jpg
Hari kedua MPASI Cahya

Kebetulan saat itu, anaknya juga MPASI bertepatan dengan hari pertama Cahya MPASI. Katanya anaknya makan dengan lahap dengan menu yang dibuatnya. Aku mencobanya untuk Cahya supaya dia juga makan dengan lahap.

Namun, saat aku memasaknya aku lupa bahwa memasak ayam harusnya membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan nasi. Aku pun memasaknya sekaligus dengan bahan-bahan yang lain. Akhirnya bahan lain sudah masak, tapi ayamnya kurang matang.

Aku memperlihatkan kepada ibu, ia pun menyuruhku menambahkan air. Setelah beberapa lama airnya mengering, tapi nasinya hampir gosong karena apinya kebesaran. Ya, salam kenapa jadi begini?

Beruntung, nasinya tidak terlalu gosong dan masih bisa digunakan. Aku menyaringnya dan membaginya menjadi tiga bagian untuk tiga kali waktu makan Cahya. Walaupun setiap kali makan, Cahya tidak menghabiskan makananya aku harus lebih bersabar karena mungkin rasanya yang tidak ada alias ambar.

Di hari ketiga, aku membuat menu MPASI berupa nasi (karbohidrat), telur ayam kampung (protein hewani), tempe (protein nabati), wortel dan seledri (sayur).

Tantangan kali ini, telur ayam kampung yang awalnya kurebus tidak mengeras dalamnya. Kata ibuku mungkin telur ayamnya sejuk, jadi tidak mau mengeras. Padahal aku mau mencampurnya ke dalam bahan-bahan lainnya yang sudah mulai matang saat di rebus. Akhirnya aku mengambil kuning telurnya saja untuk dicampurkan ke dalam rebusan tersebut.

Saat aku mengaluskannya dengan saringan, teksturnya sangat lengket sehingga sedikit menggumpal. Aku menambahkan air supaya lebih encer dan mudah ditelan Cahya.

Alhamdulillah, Cahya suka walau penuh perjuangan menyuapinya karena dia tidak mau ditelentangkan atau didudukan saat makan, tapi berdiri sambil ada orang yang memeganginya, terus dia pun melompat-lompat. Memang sungguh perjuangan menyuapai Cahya. Uhhh.

Di hari keempat, aku membuat menu berupa nasi (karbohidrat), telur ayam kampung (protein hewani), kacang panjang (protein nabati), dan wortel+seledri (sayur).

Hari ini tidak ada kendala yang berarti, telur yang kurebus sebelumnya matang dengan sempurna, begitu juga apinya tidak terlalu besar, hanya saja nasinya yang terlalu sedikit yang aku buat sehingga airnya terlalu banyak.

Beberapa hari sebelumnya aku menakar nasinya satu mangkok, hanya saja saat disaring hasilnya kebanyakan. Jadi, selalu saja bersisa MPASI Cahya karena kebanyakan, sedangkan dia hanya makan sedikit. Maka dari itu aku mengurangi takaran nasinya.

Memang hasilnya tidak terlalu banyak, tapi saat aku haluskan, teksturnya sedikit lebih kasar. Aku pun mulai bingung bagaimana kadar gizi yang didapatkan Cahya. Bermacam asumsi pun bermunculan di kepalaku kalau-kalau apa yang aku berikan tidak mencukupi kadar gizi yang seharusnya didapatkannya.

Hingga kahirnya aku menemukan satu video di Youtube tentang dilema antara MPASI rumahan dengan MPASI pabrikan. Keduannya mempunyai plus minusnya. Namun, keduanya dibolehkan untuk digunakan sebagai MPASI.

Kesimpulan yang aku dapat dari video itu, memang benar bahwa MPASI rumahan sangat bagus untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Namun, bagi ibu pemula sepertiku ini yang belum lihai menakar gizi dan memasak MPASI, perlu diselingi dengan MPASI pabrikan yang gizinya sudah terforivikasi gizi dan takarannya.

Awalnya memang sempat galau karena khawatir MPASI pabrikan mengandung pengawet dan pewarna buatan. Namun, dari video yang aku tonton dijelaskan bagaimana proses pembuatan MPASI pabrikan dengan teknologi canggih dan bahan dan perlatan yang sudah lulus uji kesehatan pangan. Mereka juga sudah menentukan kadar gizi yang terkandung di dalamnya sehingga tidak perlu khawatir lagi dengan gizi yang didapat bayi.

Akhirnya aku sedikit lebih tenang untuk mencoba MPASI bubuk dari pabrikan ini. Semoga Cahya suka dan lahap makannya hari ini.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!