Implementasi Nilai "Tiroisme" Melawan Musuh Modern (II) (Refleksi MILAD GAM Ke-41)

in hasantiro •  7 years ago 

Sejarah telah terukir bahwa perjuangan sosok anak muda yang di lahirkan di Tiro itu sudah 41 tahun silam lamanya dalam memperjuangkan tanah indatu merebut "kemerdekaan". Namun hendaknya oleh sang "penerus" Tiroisme yang kini menisbahkan dirinya dalam bendera PA dan juga ada PNA saat ini harus mampu mewarnai sendi-sendi kehidupan rakyat Aceh dalam kemakmuran dan kedamaian, serta esensi kemerdekaan itu sendiri.
images (4).jpg
Saat sudah cukup "Cakologoisme" masyarakat untuk menarik simpati. Toh masyarakatpun sudah bisa menganalisa yang mana esensi perjuangan dan retorika kamuplase. Janjisme itu bukan lagi zamannya. Hendaknya para "pejuang" harus mampu memperjuangkan kemerdekaan yang realistis demi kesejahteraan dan keadilan untuk masyarakat pada umumnya.

Realitas yang terlihat saat ini, perahu penyambung estafet perjuangan di bawah bendera GAM (baca PA) kini terlihat sudah terombang-ambing, terpilah, terkotak dalam nahkoda yang berbeda, sehingga lahirnya perahu berbeda, PNA. Belum lagi elite politik yang lahir dari rahim sang Tiroisme Teungku Hasan Muhammad di Tiro, bahkan kerap "berseteru", sewajarnya tidak perlu terjadi yang menghiasi media menjelang pemilihan kepala daerah di Aceh.
FB_IMG_1512325913523.jpg
Sudah saatnya kita tinggalkan "perseteruan" terutama para pejuang yang pernah terlibat langsung dalam perjuangan di bawah GAM. Mari berpikir dan berjuang untuk mencerdaskan anak bangsa dan generasi penerus bangsa endatu ini yang sedang di bombardir oleh "musuh" dan lebih dahsyad dan mengerikan senjata yang di gunakan bahkan lebih hebat dari bom atom yang sempat meluluhlantakkan Hiroshma dan Nagasaki saat perang dunia dulu.

Hana cilet-cilet senjata yang di gunakan, sabu-sabu, seks, pendangkalan aqidah dan kebodohan. Relakah masyarakat dan generasi penerus saat ini kita biarkan larut dalam kenistaan walaupun terkadang kita yang mendakwakan diri perpanjangan tangan "pejuang" juga bagian dari korban sang musuh "mematikan" itu.
hasan-tiro-di-swedia.jpg
Lantas, kemana makna perjuangan dan menebarkan senyuman indah untuk para "syuhada" dan korban perjuangan baik nyawa dan harta, serta teristimewa untuk yang mulia sang proklamtor Teungku Hasan di Tiro yang telah tiada, dipersembahkan oleh mereka penyambung estafet perjuangan?

Walaupun telah tiada, baik Teungku Hasan di Tiro maupun Teungku Abdullah Syafi'i, sosok panglima yang disegani dan dihormati oleh lawan dan kawan serta masyarakat, juga pejuang lainnya, mereka masih bisa melihat jejak titah perjuangannya di alam pengistirahatan terakhir.

Perjuangan yang telah dirintis keturunan Teungku Chik Di Tiro dapat kita temukan tujuan dan hasrat sang ploklamator itu sendiri dalam karya beliau yang telah diterjemah Teungku Haekal Afifa yang masih peduli dengan sejarah indatu saat para penyambung "titah" masih redup membangkitkan sejarah yang tercecerkan.

“… kita harus mengetahui bahwa kita semua senasib tapi perilaku kita individual (nafsi-nafsi), perilaku peuglah putjoek droe (egois) tanpa memikirkan nasib Aceh. Jika seperti itu, Aceh tidak akan berhasil dan ini tidak ada akhirnya. Tidak ada orang Aceh yang bisa kaya jika yang lain masih miskin. Tidak ada orang Aceh yang selalu senang, jika yang lain susah. Tidak ada orang Aceh yang makmur, jika dapur (ekonomi) yang lain tidak berasap (menderita)” (Haekal Afifa-Aceh Di Mata Dunia).
FB_IMG_1512322933069.jpg
Menyelami pesan almarhum di Tiro dengan realitas saat ini para perjuang yang memegang estafet "GAM", sudahkah direalisasikan atau hanya sebatas retorika dan sebuah pemanis yang hilang kala janji telah ditabuh?
Ataukah pesan itu “diblender" dalam ramuan "kemunafikan?”

Entah apa jawabannya. Selaku aneuk nanggroe hanya mampu menoreh lewat kicauan tulisan yang berangkaikan untaian kata yang tersusun tidak beraturan dan beribu kemaafan apabila tersakiti dan tersindir dalam goresan tidak bersuara ini.

Entah senyuman indah dan untaian magfirah-kah untuk sang wali Teungku Muhammad Hasan di Tiro, Teungku Abdullah Syafi'i dan para pejuang lainnya yang telah gugur dalam memperjuangkan tujuh huruf dasar yang sangat dahsyat terangkai dengan ungkapan "merdeka?" Atau tangisan kesedihan dan sakit hati mereka di istana maqbarah untuk sang penerus tingkat estafet di Milad ke-41 GAM ini.
HasanTiro3.jpg
Harapan terakhir mari merealisasikan esensi perjuangan ini dalam tataran untuk menjemput kebahagian dalam memerdekakan diri kita dari kebodohan dan ketidakadilan menuju hurriyatud daaraini (kemerdekaan dunia-akhirat) di panji ridha sang ilahi. Semoga..!!!

Wallahu Muwaffiq Ila 'Aqwamith Thariq

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!