Bagaimana Hukuman Melanggar Perintah?

in hive-103393 •  4 years ago 

ethics-2991600_1920.jpg

pembatas postingan.png

Pertanyaan yang sering dilayangkan di Aceh adalah, "Kenapa masih banyak kasus korupsi di Aceh? padahal Aceh merupakan daerah satu-satunya yang berlaku syariat Islam". Demikian juga, "Kenapa masih banyak kasus pelecehan seksual dan perbuatan amoral lainnya padahal di Aceh paling banyak lembaga pendidikan Islam, seperti pesantren? Dan masih banyak pertanyaan yang bersifat komparatif tersebut, bahkan ada yang membandingkannya dengan suatu daerah atau negara yang tidak menganut sistem agama dalam politiknya atau negara yang kebanyakan masyarakatnya ateis dan agnostis, tetapi kasus kriminalnya sedikit, dimana letak kesalahan yang mencolok ini?

Saya mencoba untuk menarik kesimpulan pragmatis dari kasus diatas. Saya menolak untuk melihat berbagai faktor lain seperti faktor ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya. Tetapi disini saya ingin fokus kepada bagaimana etika dan moral diajarkan pada pendidikan kita. Karena pada dua perbandingan ini, di daerah dengan syariat Islam dan daerah ateis/agnostis, etika tetap menjadi pelajaran yang diajarkan di sekolah, perguruan tinggi, bahkan dalam masyarakat. Perbedaannya terletak pada bagaimana etika tersebut disampaikan kepada anak-anak, pemuda, hingga masyarakat secara umum.

Seperti kita ketahui, dalam kitab-kitab di agama Islam (terutama di Aceh), segala sesuatu yang melanggar ketertiban dan hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain sudah diatur di dalamnya, berpedoman kepada al-quran dan hadis Nabi Muhammad SAW serta sahabat dan ulama. Namun, penyampaiannya, seperti bagaimana konsekuensi jika kita melanggar etika yang digariskan dalam al-quran dan hadis itu tentu saja akan masuk ke neraka atau mendapat siksa di akhirat. Dalam masyarakat modern, ini mungkin tidak akan menjadi ancaman serius. Misalnya, jika korupsi, kamu akan masuk neraka. Pikiran yang akan timbul, "tidak apa-apa, yang masuk neraka nanti saya sendiri, justru tidak merugikan orang lain. Begitu pula pada hal-hal lain. Hukuman yang abstrak, sulit ditakuti oleh masyarakat modern yang jauh dari spiritualitas.

Bagaimana kemudian kejadian di negara ateis/agnostis? Etika diajarkan dengan sesuatu yang konkrit. Jika kamu korupsi, kamu akan merugikan banyak masyarakat di negaramu. Ini akan membuat orang berpikir dua kali untuk melakukan hal tersebut. Etika didasari pada rasio. Sebagaimana yang pernah diletakkan dasarna oleh Imanuel Kant (1724-1808), Kant berkeyakinan bahwa dasar Etika harus didasarkan pada rasio belaka, dan bukan pada faktor lain seperti tradisi atau emosi. Apakah kemudian kita mengabaikan etika dalam agama, seperti sudah kita singgung diatas? Jawaban sama sekali tidak.

Kita bisa memadukan kedua tersebut, atau mereduksi etika Kant kedalam etika agama. Kita mencari penjelasan rasional pada setiap etika agama untuk memberikan jawaban yang konkrit pada setiap pertanyaan atau pernyataan kita dalam pendidikan etika kepada masyarakat. Ini akan memberi pilihan yang jelas secara rasional. Walaupun ada beberapa perintah atau larangan dalam agama yang tidak bisa dijelaskan oleh rasio, seperti kenapa kita harus mengelilingi kakbah ketika mengerjakan ibadah haji. Soal ini, Imam Al-Ghazali sudah memberi penjelasan di dalam kitab Ihya Ulumiddin bahwa ad beberapa perintah agama yang bersifat ubudiyah, hamba hanya mengikuti saja apa yang diperintahkan.

story - Copy.jpg

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!