Hello semua,
Hari ini Tanggal 24 Mei 2021, saya bertemu dengan salah satu tokoh masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam pembelian pesawat Dakota RI-001 Seulawah dan sedikit berbincang-bincang tentang kondisi pendidikan pada masa beliau berstatus siswa.
Tu Pakeh lahir pada tanggal 13 Oktober 1934 di sebuah desa di kecamata Kaway XVI kabupateh Aceh barat. Istilah Tu di gunakan oleh masyarakat di sekitar kabupaten aceh barat untuk menghormati orang yang sudah tua atau lanjut usia. Lebih tepatnya istilah Tu di gunakan untuk menggati panggilan kakek dari seorang cucu.
Pada tahun 1934 Indonesia masih dijajah oleh Belanda sebelum Jepang, pada saat itulah beliau lahir kedunia ini dengan kondisi yang tidak menentu di tengah perjuangan kemerdekaan. Pada tahun ini umur beliau 87 tahun, dengan kondisi fisik yang sangat lemah karena di makan usia.
Sambil minum TEH disalah satu warung dekat ruma Tu Pakeh, dan beliau menceritakan sedikit tentang perjalanan hidupnya hingga ikut membantu menyumbang sedikit hartanya untuk pembelian pesawat Dakota RI-001 Seulawah.
Pesawat ini merupakan pesawat yang disumbangkan oleh masyarakat aceh untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia. Jumlah uang yang dia keluarkan tidak banyak, namun tidak menyurutkan niatnya untuk membantu walaupun dalam kondisi ekonomi yang memprihatinkan pada saat itu.
Saya sangat ingin tau tentang kondisi pendidikan saat perjuangan kemerdekaan, jadi saya mencoba menggali sedikit informasi tentang itu. Tu Pakeh pun menceritakan bagaimana kondisi pendidikan pada saat itu yang jelas berbeda dengan kondisi sekarang ini. Pada saat sekolah mereka menggunakan batu (sabak) sebagai pengganti buku tulis dan baju dari kulit pohon yang diolah dengan seadanya.
Tempat beliau sekolah pada saat itu di SD Negeri Purembeu, kebutulan saya juga salah satu alumni di sana. Lebih tepatnya sekolah tersebut terletak di desa Bergang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
Kemudia saya menyakan bagaimana keadaan sekolah pada saat itu, apakah Jepang tidak menganngu aktivitas belajar?. Jawaban Tu Pakeh Jepang tidak menganggu aktivitas di sekolah mereka, nantik ada pada hari-hari tertentu biasanya hari sabtu, mereka berkunjung untuk mengajarkan mereka bernyayi dengan menggunakan bahasa Jepang. Beliau sempat bernyayi tapi liriknya Tu Pakeh sudah banyak lupa. Setelah 3 tahun bersekolah akhirnya beliau berhenti di kelas 3, karena keadaan ekonomi saat itu sangat susah. Untuk makan aja susah bagaimana kita sekolah begitulah kata Tu Pakeh.
Selanjutnya Tu Pakeh juga menceritakan pada saat pertama kali melihat sosok Jendral Sudirma yang merupakan panglima perang Indonesia pada saat itu.
Tu Pakeh melihat Jendral Soedirman di TV (kalau saya tidak salah disebutnya penerangan) dan beliau tidak terasa menteskan air mata. Karena sedih melihat Jendral Soedirman berjalan di bantu dua pengawal dikiri dan kanan beliau sambil menagis. Pak sudirman berkata kepada pengawal “sudah, sudah” beberapa kali sambil berjalan. Mungkin maksudnya supaya para pengawalnya tidak menangis lagi. Tidak terasa kata Tu Pakeh, air matanya menetes melihat Jendral dalam kondisi seperti itu.
Sepegenggal kisah yang di bagikan oleh Tu Pakeh kepada saya, sambil minum TEH menunggu waktu sholat Ashar datang. Beberpa menit kemudian cerita kami terhenti karena waktu sholat sudah datang. Kami berdua pun melangkah pergi ke masjid dan setelah sholat kami pun pulang kerumah masing-masing.
Sekian dari saya, sebagai postingang yang ke-2. Saran dari teman-teman sangat saya harapakan agar nantinya saya bisa menjadi aggota Steemit yang baik dan tentunya.
Ucapan terimakasih saya kepada @anroja dan kawan-kawan @steem.sea yang sudah membangun komunitas ini sebagai wadah untuk berbagi cerita. salam kenal dari saya kepada kawan-kawan semua.