Remang fajar baru saja berganti terang pagi, tapi matahari masih malu-malu menerangi bumi, cahayanya masih sembunyi di balik awan yang bergelayut, sementara jarum-jarum langit berjatuhan satu-satu, meski tak deras, gerimis tetap membawa basah.
Ketika pagi beranjak menuju dhuha, saya masih di rumah. Asisten pribadi yang juga mantan pacar mengabari, ada undangan yang harus dihadiri, kenduri maulid Nabi Muhammad SAW yang digelar para pewaris Sultan Aceh dari Dinasti Alaiddin. Acaranya digelar di Lambada Kupi, di sebuah warung berkonstruksi mirip rumah Aceh di kawasan Lamgubob, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh.
Sekitar pukul 10.00 WIB saya menuju ke sana. Di depan rumah panggung itu tenda sudah terpasang, kursi dan meja sudah ditata rapi, lengkap dengan meja prasmanan berisi makanan, snack dan kopi di sisi kiri dan kanan.
Perayaan maulid Nabi Muhammad oleh keluarga besar Kaum Alaiddin [foto: dok pribadi]
Ketika tiba di sana, setelah memarkirkan kenderaan di halaman, saya menuju ke balai di sisi selatan rumah dekat parkiran. Di balai itu sudah ada Tuanku Muntazar selaku Khatibul Wali Kaum Alaiddin, ada juga Tuanku Warul Waliddin selaku Wakil Ketua Kaum Alaiddin.
Keduanya tampak serius berbicara dengan Direktur Pedir Museum Masykur Syafruddin yang juga Wakil Ketua Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa). Masykur diundang sebagai salah satu panelis dalam diskusi yang akan digelar di bawah rumah panggung itu. Saya segera bergabung. Sementara di balai sisi barat, sekelompok anak muda dengan seragam warba hitam dan topi khas Aceh larut dalam zikir maulid.
Tak lama kemudian acara dimulai, diawali dengan laporan panitia yang disampaikan Tuanku Alfisyahri dari kaum muda Alaiddin, dilanjutkan dengan sambutan Ketua Kaum Alaiddin Tuanku Anwar yang diwakilkan oleh Khatibul Kaum Alaiddin Tuanku Muntazar, kemudian ditutup dengan doa oleh anggota DPRK Banda Aceh Tuanku Muhammad.
Para undangan menikmati kenduri maulid [foto: dok pribadi]
Setelah itu diskusi pun dimulai, empat orang panelis dipersilahkan mengambil tempat di panggung, para tamu berjubel di bawah tenda dan bawah rumah panggung. Saya memilih duduk si sisi utara, menyimak pemaparan para panelis.
Tampil pertama Tuaku Muhammad dari kaum muda Alaiddin. Ia merupakan dai muda yang juga politisi yang kini dipercayakan sebagai Ketua Fraksi PKS di DPRK Banda Aceh. Ia mengajak para keluarga besar kaum Alaiddin untuk menjaga marwah dan kebesaran nama para pewaris kesultanan Aceh tersebut.
Hal yang sama disampaikan panelis kedua Tuanku Warul Waliddin, pria berkacamata yang juga dipercayakan sebagai Pang Ulee Komando Aneuek Muda Alam Peudeueng (Komandan) Al Asyi itu bercerita tentang wasiat Sultan Aceh untuk menyelenggaran maulid Nabi Muhammad SAW selama tiga bulan sepuluh hari sebagai momentum untuk memperat persaudaraan dan menjalin silaturrahmi masyarakat satu gampong dengan gampong lainnya.
Para panelis [foto: dok pribadi]
Tuanku Warul Waliddin juga menegaskan bahwa darah sultan Aceh yang mengalir dalam nadi setiap kaum Alaiddin merupakan aset yang juga sekaligus beban, yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab, demi mejaga nama baik Sultan Aceh.
Kewajiban untuk menjaga marwah para Tuanku itu juga disampaikan Masykur Syafruddin selaku panelis ketiga. Direktur Pedir Museum ini menyayangkan banyak benda peniggalan sejarah Aceh yang kini diperjualbelikan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, malah ada stempel Tuanku yang dikuasai oleh masyarakat biasa.
Pada giliran terakhir sebagai panelis keempat, Khatibul Kaum Alaiddin Tuanku Muntazar meminta agar kaul Alaiddin terus terlibat aktif dalam masyarakat, dalam berbagai bidang dan profesi untuk membangun legacy, sehingga keberadaan kaum Alaiddin benar-benar dirasakan kehadirannya oleh masyarakat banyak.
Penyerahan santunan untuk anak yatim [foto: dok pribadi]
Dari menara Masji Syuhada gampong Lamgugob pengajian sudah terdengar, pertanda waktu dhuhur sudah mau masuk. Sebelum diskusi ditutup, para tamu undangan dan pengunjung diberi kesempatan untuk bertanya dan menanggapi isi materi yang disampaikan oleh para panelis. Karena keterbatasan waktu hanya tiga orang yang mendapat kesempatan. Setelah itu Tuanku Muhammad mempersilahkan para tamu untuk shalat di atas rumah panggung, serta menikmati hidangan kenduri maulid.
Pulang dari kenduri maulid itu, saya kembali pada rutinitas biasa, mengedit beberapa berita kiriman jurnalis. Usai shalat asar rekan-rekan Ikatan Alumi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (Ikafensy) ajak ngopi bareng di kawasan Pangoe, Uleekareng. Jelang magrib saya baru kembali ke rumah. Usai isya mulai menyiapkan postingan ini.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Postingan ini telah dihargai oleh @steemcurator08 dengan dukungan dari Proyek Kurasi Komunitas Steem.
Ikuti @steemitblog untuk mendapatkan info tentang Steemit dan kontes.
Anroja
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit