Seharusnya jam 06:00 saya harus menguti pengajian bersama al-Mukarram Abu Mudi di Mesjid Poe Teumeureuhom, sebuah mejid yang terletak di dalam kompleks dayah MUDI MESJID RAYA SAMALANGA. Tapi keharusan dan tekat yang telah saya taman sebelum tidur semalam tidak tereksekusi sama sekali.
Saya harus akui akhir-akhir ini dijerat oleh ketidakpastian pola istirahat sehingga efeknya besar negatif. Bayangkan sebuah tekat baik yang telah bulat hanya digagalkan begitu saja. Dilewatkan oleh tidur, selesai. Kesempatan lalu begitu saja tanpa tawar-menawar dan tanpa basa-basi. Saya rasa, hal inilah yang harus saya perbaiki secepat mungkin.
Saya sadar kembali di sekitar pukul 11 siang, di atas kasur, di dalam kamar pondok pesantren. Seperti biasanya; langsung bergegas ke kamar mandi dan menggantikan pakaian setelahnya.
Setelah melahap satu bungkus nasi di rumah, saya kembali lagi ke pondok pesantren. Untuk sementara tidak ada kegiatan wajib yang harus saya selesaikan. Tapi ada satu yang masih menjanggal dalam pikiran saya sejak selesai mengikuti pengajian bersama Dr. Aba Helmi tadi malam yaitu terkait kewajiban pajak yang ditetapkan oleh pemerintah.
Oleh karena kebingungan itu saya coba manfaatkan sedikit waktu luang itu untuk mencari redaksi-redaksi turats di kantor LBM yang saya harapkan dapat membasmi kebingungan ini.
di kantor LBM
Banyak catatan penting yang dapat terkait kewajiban pajak terhadap rakyat. Di banyaknya kewajiban pajak hari ini sama sekali tidak relevan dengan praktik pajak yang pernah diterapkan tempo dulu saat.
Saya coba lakukan verifikasi data yang ada dengan undang-undang yang telah ditetapkan oleh pemerintah, tapi tetapkan saja tidak ada sinkronasasi yang dapat membenarkan kewajiban pajak yang mesti dibenarkan saat ini. Pasalnya pajak baru dibolehkan diambil dari Muslim jika suatu negara tertentu tidak memiliki kas negara yang memadai untuk digunakan pada keperluan yang mendesak. Tapi, entahlah. Itu belum kalau kita bicara soal alokasi dana pajak yang kabur.
saat di warkop Rasie Kopi
Menjelang salat asar, sendirian saya menuju ke warkop Rasie Kopi. Seperti biasanya walau isi dompet sudah sangat tidak mendukung, kopi tetap harus dinikmati. Pikir isi dompet sudut pikir yang lain sementara menikmati secangkir kopi adalah sudut pikir yang berbeda. Jadi dalam waktu yang sama kita bisa saja kita senang dan susah, tergantung perspektif yang sedang ditekan saat itu. Hehe. Saya nyakin akan demikian. Jadi sering-sering lah mikir yang dapat buat kita bahagia.
Terus terang, walau sendirian di warkop sama sekali tidak membaiat saja cepat bosan apalagi enggan berdiam lebih lama. Bagi saya, justru dengan sendirianlah dapat membuat saja lebih nyaman daripada bersama kawan-kawan. Tahulah ya, alasan apa. Bisa melakukan banyak hal lewat lawat yang Hp yang kita miliki adalah di antara alasan yang paling dominan bahwa sendirian di warkop lebih nyaman.
📷 Picture | Photography |
---|---|
Model | iPhone Xs Max |
iOs | 18 |
Camera used | Handphone |
Photographer | @joel0 |
Location | Aceh |
Edit | lnCollage |