Mushaf Rindu Seorang Perempuan

in hive-103393 •  3 years ago  (edited)

Aku dan Rihon
Aku mengenalnya lewat facebook, lantas berujung di ranah Steemit. Perempuan yang istiqamah di jalur tulis-menulis. Pertemuan nyata pertama kami berlangsung hampir 4 tahun silam di sebuah tempat yang sedang berhari Jum’at.

Bagian paling menarik berduaan dengannya adalah absennya prasangka seksual dari otakku. Kami selalu membahas tentang fenomena, gagasan dan cita. Lagipula ia calon istri seorang lelaki yang tidak bernama Diyus, bukan bernama Hanafi dan tak pula bernama Diyus Hanafi.

Keganjilan situasiku tergenapi pada pertemuan pertama. Pasalnya, aku yang baru membaca 5 dari 6 novel Supernova menemukan insan yang tepat untuk meminjam buku.

Sebagai golongan pembaca bermazhab Kaipang, aku menjunjung tinggi semboyan: “Kalau kawan sudah beli, mengapa aku tak ikhlas meminjam?!”

Walhasil, di pertengahan obrolan aku melancangkan diri bertanya.

“Punya buku keenam Supernova, Han?"

“Abang bertanya pada orang yang tepat!” jawabnya mantap.

Selembar Foto Curian dari facebook Ihan Sunrise

Baru beberapa hari kemudian aku bisa tenggelam dalam kolam khayali Dewi Lestari. Sebab buku yang akan kupinjam darinya sedang berada di tangan pembaca lain.

Melalui proses yang konspiratif tapi tak bermuatan subversif, hari ini, darinya kuterima kiriman sebuah kumpulan cerpen, hasil karyanya sendiri pula!

Rihôn. Begitu yang tertulis di sampulnya. Kosa kata Aceh yang berarti rindu stadium akut.

Sebentuk rasa yang lancang dan kerap datang tanpa undang. Bahkan kerap melanggar undang-undang pikiran yang selalu berupaya meloloskan diri atas hadirnya.

Rindu yang datang seperti Satpol PP bagi para pedagang kaki lima. Rindu yang hadir seperti aparat Wilayatul Hisbah menginterupsi penyelenggaraan senggama ilegal yang tengah naas. Rindu terkadang hadir serupa seringai guru matematika lelaki berkumis bapang menagih pekerjaan rumah yang kadang belum selesai setengah.

Merindu tanpa labuh adalah sebuah kesialan. Merindu tanpa temu adalah penantian. Namun, merindu tetaplah selalu saja soal harapan.

Maka, menuliskan rindu adalah sebuah kelancangan sejarah yang mesti diberi penghormatan!

Sebab, saat menuliskannya, segala ngilu rindu yang telah berlalu mestilah digali kembali. Menuliskan rindu telah menjadikan seseorang sebagai arkeolog bagi benaknya sendiri. Segala yang telah berkerak dan membatu mestilah digali. Keping-Keping ngilu haruslah ditata menjadi mozaik ingatan.

Nasib terbaik secupak rindu terjadi saat ia berlabuh. Entah itu rindu dengan modus operandi asmara ataupun rindu yang bertalu dengan locus-delictie permai kampung halaman.

Satu hal yang seharusnya jelas bagi kita, Wahai Sodara-Sodari sebangsa dan setanah air: Rindu tidaklah se-Dilan itu… Sebab, Dirman, Dirjo dan Dahlan juga cukup perkasa menanggungnya.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Bang diyusss welcome back!

Siap, Mando!

Saya menunggu tulisan2 kerenmu bang!

Siyap, Brotha...

Ko hajar trus dia...😂😂

Hajar atau 'hajar'?

Haaaaajaaaaaar

ini siyh jatah nulis di steemliteracy waakk..
btw, kee belum kenalan tuh sama steem sea, pasang foto pegang kertas bertuliskan akun steemit dan tanggal hari ini dulu, broda..sambil bilang, perkenalkan aku sangdiyus yang sedang dilanda Rihon, begitu.

Baix, Kak...

Kalau ada waktu tulung sudi kiranya Kakak memeriksa inbox facebook sejenak.

okay, nanti aku login ke facebook... soalnya jelek banget koneksinya

sebagai fan garis keras @sangdiyus, cuman mau ninggalin jejak aja di komentar.

mau nanyak tapi ngga relate dengan tulisan. Pernah coba kirim cerpen abang ke kompas?

Nggak. Sepertinya tulisanku belum masuk standar KOMPAS, Bro...

Lah, justru sekaliber abang lah aku yakin seharusnya sudah terpampang di barisan cerpen kompas harian.

Hahahahahaha...

Nanti akan kucoba mengguji pendapat ini.