Lahirnya Pancasila: Dari Pidato Soekarno Hingga Piagam Jakarta

in hive-103393 •  4 years ago  (edited)

images.jpg
Pidato Soekarno di Sidang BPUPKI (Foto: Kemdikbud/KOMPAS)

1944, Perang Pasifik hampir mencapai akhirnya, Jepang yang terdesak oleh Sekutu mulai khawatir rakyat di wilayah Asia Tenggara yang didudukinya mulai menolak bekerjasama dan bahkan memberontak, termasuk di Indonesia.

Jepang pun terpaksa menjanjikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia menjelang akhir 1944. Selain janji kemerdekaan, rakyat Indonesia pun mulai diperbolehkan mengibarkan bendera merah putih di samping bendera Jepang. Rakyat Indonesia juga diperkenankan menyanyikan lagu Indonesia Raya setelah lagu kebangsaan Jepang.

Bendera merah putih dan lagu Indonesia Raya yang sebelumnya dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda kini dibolehkan oleh pemerintah pendudukan Jepang. Ditambah lagi dijanjikan kemerdekaan, hal ini membuat dukungan rakyat kepada Jepang tetap terjaga. Dukungan ini amat penting bagi Jepang yang tengah terdesak menghadapi Sekutu.

images (1).jpg
Koran Asia-Raya mengabarkan janji kemerdekaan Indonesia dari Jepang (Gambar: Quora)

Sebagai wujud nyata janji kemerdekaan tersebut, dibentuklah sebuah lembaga untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, yaitu Dokuritsu Junbi Chosa-kai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan ini dibentuk untuk menyelidiki dan merumuskan kesiapan bangsa Indonesia untuk merdeka, baik dari sisi konstitusi, ekonomi, maupun politik dan pemerintahan. BPUPKI beranggotakan 60 orang tokoh nasional Indonesia dan 7 orang perwakilan Jepang sebagai pengamat yang tidak memiliki hak suara.

Setelah resmi dibentuk pada 29 April 1945, BPUPKI memulai sidang pertamanya pada 29 Mei 1945 dengan tema membahas dasar negara.

Tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia pun didaulat untuk memberikan pandangannya terkait persoalan ini.

Pada sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”.

Pada sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang beliau namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Keseimbangan lahir batin; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial”.

Pada sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang beliau namakan "Pancasila", yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Pidato Soekarno ini menjadi akhir dari persidangan pertama BPUPKI. Selanjutnya, untuk membahas berbagai hal turunan dari persidangan pertama dibentuklah Panitia Sembilan.

Perdebatan dan tarik-menarik ide begitu kuat di dalam Panitia Sembilan ini antara kelompok Nasionalis dan kelompok Islam yang ingin menjadikan Islam sebagai dasar negara. Hingga akhirnya pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan menghasilkan apa yang disebut sebagai Piagam Jakarta sebagai hasil kompromi antara kelompok Nasionalis dan kelompok Islam dalam menentukan dasar negara.

Naskah Asli Piagam Jakarta.jpg
Naskah asli Piagam Jakarta (Gambar: Wikimedia Commons)

Piagam Jakarta kemudian diterima untuk dimatangkan kembali di persidangan kedua BPUPKI. Setelah itu tidak ada perubahan lagi hingga BPUPKI dibubarkan pada 7 Agustus 1945 karena telah merampungkan tugasnya. Kemudian dibentuklah Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang menindaklanjuti hasil kerja BPUPKI.

Pada tanggal 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat berangkat ke Dalat, Vietnam untuk menemui Marsekal Terauchi untuk membahas PPKI dan janji Jepang untuk memberi kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus 1945. Ketiga tokoh itu kemudian kembali ke tanah air pada 14 Agustus 1945.

60477a6a711cf.jpg
Hatta, Radjiman, dan Soekarno di Dalat (Gambar: Kompas)

Saat itu kondisi Jepang juga sudah hancur lebur akibat dua buah bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 8 Agustus 1945. Tak lama kemudian Jepang pun menyerah kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945.

Walau berusaha ditutupi, berita kekalahan Jepang menyebar juga di Indonesia. Desakan kelompok muda pun menguat untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu tanggal yang dijanjikan Jepang. Akhirnya pada 17 Agustus 1945 Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Setelah itu dalam sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 yang membahas pembukaan dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945, melalui sebuah lobi politik singkat selama 15 menit, secara mengejutkan Piagam Jakarta diganti. Sebabnya, menurut Hatta, pada sore hari setelah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, ia kedatangan seorang angkatan laut Jepang yang menyampaikan bahwa kelompok Katolik dan Protestan di Indonesia Timur, yang merupakan wilayah di bawah kekuasaan Angkatan Laut, tidak terima dengan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, dan mengancam akan memisahkan diri jika tidak dicabut. Kaum Nasionalis mengamini pandangan ini.

Setelah lobi yang alot namun singkat tersebut, kelompok Islam akhirnya setuju untuk menghapus tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Total ada empat perubahan akibat lobi politik tersebut.

Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan”.

Kedua, anak kalimat "Piagam Jakarta" yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam”, seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “dan beragama Islam”.

Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Demikianlah perjalanan lahirnya Pancasila hingga menjadi yang kita kenal saat ini. Kini tiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahir Pancasila, memperingati pidato Soekarno di sidang BPUPKI.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!