Di Rumah Ibu, Segala Letih TerobatisteemCreated with Sketch.

in hive-103393 •  11 days ago  (edited)

Screenshot_2024-12-31-15-29-47-38_99c04817c0de5652397fc8b56c3b3817.jpg

Di rumah Ibu, suasananya seperti membuka lembaran buku cerita lama. Setiap pagi, dapur sudah mengepul. Suara panci beradu dan harum bumbu masakan memenuhi udara, merayap sampai ke setiap sudut rumah.

Berbeda sekali dengan tempat tinggalku sekarang, di mana pagi-pagi orang lebih sibuk berburu sarapan di luar. Di sini, semuanya ada di dapur, semua bermula dari kebun kecil di pekarangan.

Cabe, tomat, kacang panjang, kemangi, daun ubi—semua itu seperti pasukan kecil yang siap membantu. Tinggal petik, cuci, masak. Tidak ada yang terbuang, tidak ada yang sia-sia.

IMG20241231141736.jpg

Masakan Ibu tidak pernah neko-neko. Sederhana, jujur, tapi entah bagaimana selalu terasa istimewa. Rasanya seperti pelukan hangat yang tak pernah pudar.

Aku mencari keringat dengan beraktivitas di kebun pagi itu. Mengambil sabit, lalu perlahan mulai membersihkan pekarangan dari gulma. Entah kenapa, gerakan sederhana seperti itu terasa menenangkan. Tidak ada bunyi bising, tidak ada tenggat waktu. Hanya aku, tanah yang lembab, dan aroma dedaunan basah.

Ini desa Subang, tempat yang butuh empat jam perjalanan dari rumahku. Udara di sini, ah, sejuknya seperti menyapa kulit dengan lembut. Lebih dingin, lebih segar, lebih hidup. Dan yang paling terasa adalah suasana khas perkampungan yang tidak tergantikan—sederhana, hangat, dan penuh kehidupan yang bergerak perlahan tapi pasti.

Kadang, aku berpikir, di sinilah arti damai sebenarnya. Tidak ada apa-apa, tapi justru segalanya terasa lengkap.

Ketika tubuh mulai letih dari kesibukan di kebun kecil itu, aroma masakan khas Sunda menyambutku. Sambal, lalap, ikan pindang. Kombinasi sederhana, tapi selalu berhasil menciptakan kehangatan yang sulit dijelaskan.

Namun, masakan Ibu tidak pernah berhenti di situ. Bumbu-bumbunya membawa jejak perjalanan panjang. Ada sentuhan Sumatera di sana, sisa pengalaman bertahun-tahun hidup di daerah Palembang—bukan di kotanya, tapi lebih dalam lagi. Masuk ke pelosok, tempat bumbu-bumbu tradisional menjadi identitas yang kaya rasa.

Itulah Ibu, selalu membawa cerita ke dalam setiap masakannya. Setiap suapan seperti mengenang masa lalu, menyusuri kampung-kampung jauh, tapi tetap terasa hangat seperti rumah.

IMG20241231141712.jpg

IMG20241231141809.jpg

IMG20241231141847.jpg

Epilog:

Marilah kita menghormati ibu, karena di sinilah tempat kembali bagi anak-anak. Ibu adalah sumber kekuatan yang tak terlihat, yang meski sederhana dalam tindakannya, selalu menyimpan kebijaksanaan dalam hatinya. Dari tangan ibu, kita belajar tentang ketulusan, keteguhan, dan cinta yang tak pernah meminta balasan.

Di rumah ibu, kita kembali menemukan diri kita yang mungkin terlupakan di tengah hiruk-pikuk dunia.

Ibu adalah tempat di mana kita bisa pulang, di mana segala kegelisahan bisa diletakkan, dan di mana kita selalu diterima, apa adanya.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!