Liburan kali ini rasanya biasa aja. Nggak ada rencana apa-apa, kecuali bangun pagi, cuci piring, terus beres-beres rumah. Setelah itu, aku rebahan. Lama. Sampai Dzuhur.
Habis Dzuhur, aku bilang ke si bungsu, "Dek, ke rumah nenek, yuk." Dia langsung senyum lebar, kayak baru menang undian. Padahal ya cuma ke rumah nenek. Tapi anak kecil memang gampang seneng. Dunia mereka sederhana. Nenek aja udah bikin mereka merasa kayak mau ke Disneyland.
Kami berangkat naik motor. Jalanannya sepi. Kiri-kanan sawah. Angin sepoi-sepoi kayak sengaja dipasang biar perjalanan ini berasa kayak di film indie. Kadang-kadang ada anak kecil lari-larian di pinggir jalan. Ada yang bawa layangan, ada juga yang cuma lari doang tanpa alasan. Aku heran, kok mereka punya energi sebanyak itu.
Di kampung, ibu-ibu duduk ngobrol sambil ketawa kecil. Bapak-bapak duduk di balai-balai sambil ngopi, kayak hidup ini nggak pernah punya masalah.
Aku nengok ke si bungsu. Dia lagi ngeliat langit. Aku tanya, "Bagus, ya, Dek?"
Dia jawab, "Iya. Langitnya tinggi banget."
Aku ketawa pelan. Anak kecil memang lucu, pikirannya polos tapi dalem. Langitnya tinggi, katanya. Padahal ya langit memang selalu tinggi. Tapi aku nggak bilang gitu ke dia. Biarin aja. Nanti kalau dia udah gede, dia bakal ngerti sendiri.
Mengangkut tanah
Setelah 20 menit perjalanan yang menyenangkan, akhirnya kami tiba di rumah nenek.
Si bungsu melompat turun dari motor dengan semangat yang sulit dilukiskan. Wajahnya berseri-seri, seperti baru saja menemukan harta karun. Ia langsung berlari menuju halaman belakang, tempat favoritnya, yang penuh dengan pohon-pohon rindang dan aroma tanah basah.
Sedangkan nenek sedang sibuk mengangkut tanah urukan ke kebun belakang.
Dengan tubuh yang sudah tak muda lagi, nenek tetap penuh semangat, seperti tak pernah mengenal lelah.
Melihat itu, aku tanpa berpikir panjang langsung melepas jaket dan berkata, "Biar aku bantu, Nek."
Kami pun mulai bekerja bersama. Aku mengangkat ember-ember tanah, sementara nenek sibuk meratakan urukan di kebun.
Untungnya panas matahari tak terasa menyengat, teduh.
Aku merasa bahagia.
Entah karena suasananya, atau mungkin karena ini adalah salah satu cara kecilku untuk membalas cinta nenek yang tak pernah habis.
Selesai...
Setelah satu jam, pekerjaan kami selesai. Aku menghela napas lega sambil menyeka keringat.
Setelah itu, aku berjalan ke sudut kebun untuk memeriksa tanaman baru kami.
Ada deretan cabe rawit yang mulai tumbuh, hijau dan segar yang berjanji akan menjadi panen yang membanggakan.
Kalau cabe rawit ini subur, kami bisa bikin sambel tiap hari!
Makan...
Pukul 16.30, semua pekerjaan selesai.
Di dapur, nenek sudah menyiapkan masakan sederhana. Aroma ikan kuah kuning memenuhi rumah.
Si bungsu duduk dengan lahap, menyantap hidangan buatan nenek tanpa banyak bicara.
Mungkin karena terlalu nikmat, atau mungkin karena lelah bermain seharian. Aku hanya tersenyum sambil memperhatikan mereka—nenek dengan kerutan di wajahnya, si bungsu dengan semangatnya yang tanpa batas.
Pulang...
Setelah semuanya selesai, kami pun pamit. Nenek berdiri di depan pintu, melambaikan tangan dengan senyum yang tak pernah berubah. Ada sesuatu yang hangat dalam lambaian itu, seperti pesan tak terlihat yang berkata, hati-hati di jalan, dan jangan lupa kembali lagi.
Si bungsu masih penuh semangat. Di perjalanan pulang, ia terus bercerita, meskipun beberapa kata mulai sulit dimengerti karena mengantuk.
Mungkin sampai di rumah nanti, ia akan langsung berlari ke ibunya, menceritakan setiap detail pengalamannya hari ini—tentang bermain di halaman nenek, tentang tanah yang basah, dan mungkin tentang makan sore yang katanya paling enak.
Aku hanya tersenyum dari balik helm, mendengarkan celotehnya yang seperti tak pernah habis. Ada kebahagiaan yang sederhana namun utuh di sana. Hari ini memang bukan liburan besar, bukan perjalanan jauh, tapi menjadi momen kecil yang akan ia ingat.
Keren... hari yang indah untuk diceritakan dan dikenang bagi si bungsu mungkin juga buat kakaknya. Asyik banget dibaca cerita diary seperti ini, menyegarkan ditengah monotonnya cara bercerita standar. Semoga bisa menikmati cerita "nyambel" tiap hari setelah cabe rawit berbuah nanti..
oohh satu lagi, tambahkan tagar steemexclusive setelah indonesia yaa
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Selalu belajar Bunda. Terimakasih banyak supportnya.
Moga Bunda sehat selalu.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit