Kapankah Ilmu Bermanfaat?
Untuk mencapai suatu tujuan dengan mudah dan tepat, diperlukan penghubung dan penunjuk yang akan mengantarkan seseorang pada maksudnya. Salah satu penunjuk adalah ilmu. Dengannya seseorang memahami apa yang dilakukan dan ke arah mana dia menuju.
Orang yang ingin menuju pada suatu tujuan tapi tidak punya "penerang" yang menuntunnya ke arah yang dimaksud akan sangat rentan tersesat, bahkan yang lebih parahnya lagi terjatuh ke dalam jurang kesalahan yang akan melipatgandakan kepayahannya untuk bangkit kembali.
Begitulah tamsilan seorang insan yang punya niat teguh menuju pada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Maka mulailah ia menuntut ilmu sebagai bekal paling utama untuk menemani dan mengarahkannya selama menempuh perjalanan tersebut. Suatu hal yang sangat patut diapresiasi dan dicontohi.
Tetapi ada satu tipu daya yang kerapkali terperosoknya si penuntut ilmu atau juga si alim pada langkah pertamanya, yaitu, mereka menganggap peralatan yang sedang dipersiapkan itu akan dengan sendirinya membawa mereka pada tujuan tanpa harus mempergunakannya. Artinya, ilmu-ilmu yang telah dipelajari hanya akan berdiam diri, tidak memberikan manfaat apa-apa jika ia tidak diamalkan. Sebuah alat hanya akan memberikan faedah ketika ia dipergunakan dengan baik dan tepat.
Imam Al-Ghazali seringkali mewanti-wanti bahayanya tipuan ilmu yang kosong dari amal, mengingatkan bahwa kemenangan dan keselamatan dari segala mara bahaya di akhirat tidak dapat diperoleh semata-mata dengan ilmu yang kering dari amalan. Beliau berkata:
لَا تَكُنْ مِنَ الْأَعْمَالِ مُفْلِسًا ولَا مِنَ الْأَحْوَالِ خَالِيًا وَتَيَقَّنْ أَنَّ الْعِلْمَ الْمُجَرَّدَ لَا يَأْخُذُ بِالْيَدِ
"Janganlah kamu menjadi orang yang merugi dari amalan (karna tidak melakukannya). Janganlah kamu menjadi orang yang sunyi dari ahwal 'amalan batin'. Dan yakinlah, bahwa sungguh ilmu yang kosong dari amal tidak dapat melepaskan diri dari bahaya."