Saya adalah diri sendiri. Bukan orang lain. Jika kebahagiaan disinggahi maka pasti sayalah yang akan menikmati bukan orang lain, begitu juga sebaliknya jika keburukan yang saya dapatkan maka saya juga yang berdiam sesal. Ini semua harus kita tanamkan dalam jiwa, jangan pernah melihat, melirik, bahkan bergumam dalam hati terhadap kelalaian orang lain yang kemudian kita jadikan alasan untuk tidak bangkit ke zona aman (zona yang terdapat tantangan).
Kebahagiaan datang diujung harapan, jika kebahagiaan muncul diawal permulaan berarti itu bukan sebuah kenikmatan melainkan godaan untuk terus berdiam didalam zona yang aman (zona bermalas-malasan).
Inilah yang banyak dirasakan oleh semua manusia, khususnya hamba yang beriman. Terpaan godaan dan rintangan selalu datang merayu manusia agar tetap dalam kelalaian.
Hal ini tidak boleh dibiarkan, tidak boleh dipupukkan bahkan harus dimusnahkan, harus dihapuskan disetiap jati diri manusia. Imbasnya dari penyakit yang satu ini adalah kebodohan, kebodohan akan terasa pahit dan kepintaran akan membuat jiwa lebih tenang.
Terkadang terdapat salah satu kawan menanyakan perihal kemajuan yakni niat tulus untuk memajukan orang lain dengan jalan memberikan ilmu pengetahuan. Namun, saya berkata, "memberikan ilmu kepada orang lain bukanlah hal yang mudah jika orang tersebut tidak mengamalkannya, mempraktekkan atau mengimplementasikan terhadap dirinya terlebih dulu. Begitu juga berdiam diri dalam keadaan berilmu itu juga dosa besar dari segi pelitnya berbagi".
Semua ini butuh semangat yang tinggi, kita harus melawan diri sendiri barengan berbagi, inilah jati diri seorang pemberi, bukan asyik berbagi namun lupa dengan kondisi jiwa sendiri.
Keseimbangan dalam berkehidupan adalah sangat menentukan baik buruknya seseorang, fitrah manusia memang tidak selalu baik dan patuh, sejatinya manusia pasti terdapat kesalahan dan kesilapan, cuma yang membedakan antara keduanya adalah mengenai cepat kembali kedalam kebaikan atau tetap bertahan dalam kezaliman.
Misalnya, seseorang yang berbuat jahat kepada orang lain, lalu ia sadar bahwa perbuatan yang telah ia lakukan adalah sebuah tindakan yang berefek buruk bagi yang lain, maka ia pun bertaubat meminta maaf kepada yang bersangkutan tersebut dan juga meminta ampun kepada Tuhan serta atas perbuatan itu ia akan bersikap lebih baik bagi sesama yang lain.
Contoh yang kedua, jika memang seseorang melakukan hal yang dibenci oleh Tuhan lalu ia bertaubat, tentu dengan taubat saja belum pasti sebuah jalan ampunan, akan tetapi di samping ia bertaubat, ia juga melakukan kebaikan yang lebih besar yang diperintahkan. Inilah yang saya maksudkan dengan Keseimbangan. Hidup harus seimbang dan memerhatikan kelakuan agar tidak terjerumus dalam kemusnahan di akhir kehidupan.
Kerena keseimbangan merupakan pilar keselamatan dunia dan akhirat.
Kunci utama dalam segala hal adalah bersikap seimbang dengan mengambil bagian pertengahan dalam hal apapun, tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan, tidak ekstrim dan tidak pula terlalu longgar.
Salam @khairil98