Langit sore di Simpang Mulieng begitu memukau saat matahari perlahan tenggelam di ufuk barat. Warna jingga keemasan bercampur dengan semburat merah muda dan ungu, menciptakan lukisan alam yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Awan-awan tipis yang menggantung di langit pun ikut terkena pantulan cahaya, tampak seperti kapas berwarna yang dihiasi oleh sinar terakhir sang surya.
Aku berdiri di tepi jalan perumahan, mengagumi keindahan ini sembari mengabadikannya dalam sebuah foto. Udara sore yang sejuk dan angin semilir menambah ketenangan, membuatku hanyut dalam suasana yang menenangkan. Setiap orang yang melintas tampak sejenak melirik ke langit, seolah tak ingin melewatkan momen indah ini.
Namun, keindahan senja itu perlahan memudar seiring malam mulai merayap. Langit yang tadinya berwarna-warni kini berubah gelap, hanya diterangi lampu jalan dan bintang-bintang yang mulai bermunculan. Aku pun segera bersiap untuk pergi ke Geudong. Stok minyak wangi di rumah sudah habis, dan aku harus mengisi ulangnya di kedai langganan. Biasanya, aku selalu memakai minyak wangi Seoul, wanginya lembut dan tahan lama, membuatku merasa lebih segar sepanjang hari.
Perjalanan ke Geudong di malam hari terasa berbeda. Jalanan lebih sepi, hanya sesekali terlihat kendaraan melintas dengan lampu yang menyala terang. Angin malam yang berhembus membuat suasana terasa tenang, memberi waktu sejenak untuk merenung setelah hari yang panjang. Setibanya di kedai isi ulang minyak wangi, aku langsung memilih aroma favoritku, lalu kembali pulang dengan perasaan lega—senja yang indah telah kulihat, dan minyak wangiku sudah terisi kembali.