Pagi itu, kabar duka datang seperti petir di siang bolong. Salah satu paman tercinta meninggal dunia secara mendadak akibat serangan jantung. Hati saya serasa berat, dan pikiran bercampur aduk. Paman adalah sosok yang selalu penuh canda, penuh kasih, dan menjadi panutan bagi keluarga. Saya segera bersiap untuk pergi ke tempat kemalangan, di mana keluarga berkumpul untuk memberikan penghormatan terakhir.
Perjalanan terasa panjang, meski jaraknya sebenarnya tak begitu jauh. Di setiap kilometer, kenangan bersama paman terus terlintas di kepala. Sesampainya di sana, suasana penuh duka menyelimuti rumah. Wajah-wajah keluarga tampak sayu, terutama bibi yang duduk di sudut ruang tamu, sesekali menyeka air mata.
Saya tahu, dalam momen seperti ini, kesedihan harus diiringi dengan tindakan nyata. Saya segera menawarkan diri untuk membantu persiapan takziah. Beberapa kerabat lainnya juga mulai bergerak, tapi semuanya tampak bingung dan tak terorganisir karena masih terkejut dengan kepergian paman yang begitu mendadak.
Saya mulai mengatur semuanya. Pertama, saya meminta izin pada tuan rumah untuk menata ruangan agar cukup menampung para pelayat. Beberapa kursi dipindahkan, dan tikar digelar agar lebih banyak orang bisa duduk. Saya juga mengatur agar meja di ruang tengah bisa digunakan untuk hidangan sederhana bagi para tamu.
Kemudian, saya menghubungi tetangga-tetangga sekitar untuk membantu mempersiapkan makanan dan minuman. Alhamdulillah, mereka dengan senang hati membantu, menunjukkan rasa solidaritas yang begitu besar. Tidak butuh waktu lama, dapur sudah penuh dengan ibu-ibu yang menyiapkan teh, kopi, dan kudapan.
Di sisi lain, saya berkoordinasi dengan saudara lain untuk mempersiapkan logistik yang dibutuhkan, seperti kain kafan, bunga, dan perlengkapan untuk proses pemakaman. Para pria di keluarga kami juga mulai menggali makam untuk almarhum di tempat yang telah disepakati.
Saat semuanya sudah teratur, saya sempat duduk sejenak di ruang tamu, melihat para tamu mulai berdatangan. Doa-doa pun mengalir untuk paman, mengiringi kepergiannya dengan penuh cinta. Saya merasa lega bahwa saya bisa berkontribusi untuk memberikan penghormatan terakhir yang layak.
Meski hati masih terasa berat, saya percaya bahwa paman telah pergi ke tempat yang lebih baik. Semua usaha yang saya lakukan hari itu adalah wujud cinta dan penghargaan untuk beliau, seseorang yang telah memberikan banyak kebaikan dan kenangan indah bagi keluarga kami.
Hari itu, saya belajar bahwa dalam duka, kehadiran dan tindakan nyata adalah obat terbaik untuk meredakan kesedihan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.