Di balik bentang gagah nan perkasanya, lelaki sebenarnya hidup dalam beban yang terperam, diam-diam menjadi muatan berat dalam punggung tegap mereka.
Gambaran lelaki yang terbingkai dalam narasi maskulinitas tidaklah lebih dari sebuah topeng yang menyembunyikan sisi rapuh (yang jarang terjamah oleh lensa awam). Seperti bongkahan karang yang terlihat kokoh di permukaan, namun sesungguhnya keropos di bagian terdalamnya. Demikian lelaki berupaya menyembunyikan fragilitas mereka di balik citra kekuatan yang dituntut oleh masyarakat.
Topik maskulinitas ini memang bukan hal baru, namun pemahamannya kerap kali hanya menyentuh permukaan. Sejak jaman baheula lelaki sudah digambarkan sebagai sosok yang dominan, pemangku kuasa, pelindung, sekaligus pemenang.
Dalam mitologi Yunani, Herkules menjadi simbol kekuatan dan keberanian. Sebagai sosok pahlawan yang tak terkalahkan.
Jika kita melupakan utopia dan kembali pada kenyataan, kami para pria sebetulnya punya rasa takut dan kalut yang tak terungkapkan. Kami dibentuk oleh kerangka yang mengajarkan untuk selalu kuat, selalu teguh. Dogma inilah yang sedemikian dikodifikasi sehingga pada akhirnya menjadi sebuah common sense (yang lebih cocok dikatakan sebuah common nonsense).
"Pria sejati tak boleh menangis"
Demikian ujaran yang berulang kali mereka dengar sepanjang hidupnya.
Pertanyaan saya, siapa pihak yang sesungguhnya dikalahkan dari narasi ini? Narasi yang berupa selubung ketat yang membekap kebebasan ekspresi emosional sepihak.
Lelaki yang menangis dianggap melawan norma, sebab mereka yang menangis sama saja dengan membongkar tabir kesempurnaan maskulinitas yang telah mereka kenakan sebagai jubah selama bertahun lamanya. Padahal, di balik eksoskeleton maskulin yang tebal, terdapat luka-luka kecil yang kasat mata bagi orang banyak.
Maskulinitas didominasi oleh satu bentuk kekuatan yang mengabaikan semua aspek kelemahan, perasaan, dan kerentanan. Lelaki ideal digambarkan sebagai sosok yang tak pernah goyah, yang senantiasa berdiri kokoh di tengah badai yang menerpa.
Jika kita cukup dewasa untuk menyelami realitas yang berbeda, sebenarnya lelaki (sama seperti perempuan) adalah manusia dengan segala keruwetan emosionalnya. Walaupun kami kerap diam, bukan berarti tekanan yang mengguncang itu nihil adanya.
Berpura-pura kuat menjadi mekanisme bertahan hidup bagi kami (para lelaki) sebagai satu performa yang terus kami mainkan dengan tekun. Salah satu aspek yang paling membebani lelaki adalah tuntutan sosial untuk selalu membawa beban orang lain di atas pundaknya. Menjadi pendengar setia keluhan istri, anak, dan bahkan rekan kerja, namun mereka tak pernah punya ruang untuk mengeluhkan kegundahan mereka sendiri.
"Mengeluh adalah tabu bagi pria"
Kami senang berbagi, meski tak mampu mengekspresikannya semuluk perempuan. Anggaplah laki-laki berada di tingkatan paling bawah dari piramida “curhat.” Harus menerima segala keluhan dari atas, namun di bawahnya hanya ada kekosongan. Tidak ada tempat bagi laki-laki untuk menuangkan isi hati.
Pada akhirnya, lelaki terbiasa hidup dengan kegelisahan yang tidak pernah mereka bagi dengan siapapun.
Kebanyakan lelaki (tulen) berorientasi pada "how to get there?" sementara perempuan cenderung memikirkan "apa yang kita lakukan sepanjang perjalanan ke sana?" Dua perspektif ini yang sering kali menimbulkan friksi dalam relasi.
Kelembutan lelaki jarang terlihat karena ia terselubung dalam lapisan citra kekuasaan dan kontrol yang didesakkan oleh masyarakat. Faktanya, banyak lelaki yang tidak memiliki kendali atas hidupnya.
Dalam setiap narasi kesuksesan lelaki, selalu ada peran perempuan yang tidak dapat dinafikan. Ibu, istri, bahkan saudara perempuan adalah sosok yang menopang lelaki secara emosional. Kami mungkin terkesan kuat dan mandiri, tapi kami sangat bergantung pada perempuan dalam menjalani kehidupan, baik secara emosional maupun mental.
Sejak kecil lelaki belajar tentang kelembutan dan kasih sayang dari ibunya. Tanpa disadari perempuan membantu banyak supaya para lelaki menemukan keseimbangan antara maskulinitas dan femininitas mereka
Seorang suami yang tampak gagah, sesungguhnya terbentuk dari komunikasi tak langsung dengan istrinya—dalam proses pembelajaran emosional yang berlangsung seiring waktu. Sungguh sebuah ironi bahwa lelaki mengabaikan pentingnya validasi emosi, seolah-olah ia bisa berjalan sendiri tanpa bantuan perempuan.
Tdak ada salahnya bagi pria untuk menunjukkan kelemahannya. Semua manusia (kecuali siapa-siapa yang telah dikehendaki-Nya) punya sisi rapuh, dan itu merupakan sebuah kewajaran kok. Menjadi kuat bukan berarti harus menafikan perasaan, tetapi melalui proses pemahaman dan penerimaan akan lemah dalam diri masing-masing.
Lelaki direfleksikan sebagai sebuah kekuatan untuk dapat mengayomi dan menjadi pelindung dalam kehidupan, artinya dalam lingkup yang paling kecil, seorang suami memiliki tanggungjawab besar untuk memberikan jaminan kepada keluarga, istri dan anak-anaknya.
Pun demikian, manusia yang diciptakan oleh sang Khalik memiliki naluri, perasaan sedih, bahagia, kecewa dan bahkan apapun itu. Saya tidak sependapat jika lelaki dianggap paling sempurna sehingga tidak dibenarkan memiliki kelemahan.
Saya dan bahkan siapapun akan menunjukkan keperkasaan dihadapan umum, tetapi nun jauh disana, dalam kesendirian dan pekatnya malam, lelaki bisa saja meneteskan air mata, bersedih dan bermunajah kepada Allah atas apa yang telah dilakukannya.
Saya pikir ini hal yang normal, saya mungkin terlihat sangat tegar, tanpa mengeluh dan pada kenyataannya saya juga memiliki kepribadian yang rapuh, membutuhkan sosok yang dapat mengayomi dan memberikan dukungan dalam kondisi kritis.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Benar bro, sebenarnya laki-laki tak ubah seperti perempuan dalam hal emosional. Beberapa laki-laki bahkan memperlihatkan aspek emosi yang lebih kentara dibandingkan perempuan pada umumnya. Ini hanya perkara rekonstruksi sosial saja, sehingga kita dicitrakan sebagai sosok tanpa cela—atau pura-pura tanpa cela, bahkan.
Saya harap anda menemukan sosok tersebut pada siapapun yang dapat dipercaya. Entah itu pasangan, kerabat atau sohib terdekat. Atau barangkali kita bisa saling membantu dalam mendukung emosional satu sama lain. Agak geli saya nulisnya bro hahaha
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
TEAM 5
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Un saludo cordial, este tema pocas veces se toca, precisamente por las culturas, las sociedades que imponen sus respectivas normas y quien las incumple es considerado un raro, esto es una gran equivocación pero pasa.
Sin embargo hay un pequeño cambio que poco a poco va surtiendo efecto y se propaga, los cambios siempre ocasionan rechazo al inicio como es natural, quizás en algunas culturas sea más dificil este cambio de mentalidad pero es posible.
Un hombre es un ser humano y como tal tiene sentimientos, la capacidad de sentir, de expresarse y más..
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Hi @marito74, yes, this issue is rarely touched, but I post this one because I feel that way. At some point, the man could not complain, and we expressed it by going somewhere that no one would see and we expressed it there silently.
I still have the question of whether the man should express it openly or should let it go and keep it as it is
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
TEAM 5
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
@el-nailul tell whoever is using the @smilenigeria account to STOP using it to vote my posts. If it's you, STOP it!
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Upvoted! Thank you for supporting witness @jswit.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Thanks my bro
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit