Dulu (jaman rambut belum beruban) saya pernah berada di persilangan yang membuat hati gundah. Saya kuliah di jurusan pendidikan yang tentunya dipenuhi teori. Diam-diam saya “iri” lihat teman-teman di jurusan teknik yang selalu sibuk praktik. Mereka pegang mesin, saya pegang buku. Mereka bikin jembatan, saya cuma bisa bikin makalah dan ngejokiin skripsi orang.
Waktu itu saya mikir, “Apa gunanya teori kalau ujung-ujungnya cuma teronggok di atas kertas?”
Dan ya… kuliah saya tidak selesai.
Tapi sekarang, setelah kepala empat dan mencoba banyak hal (termasuk hal-hal yang bikin nyesel) saya jadi sadar wacana teori vs praktek sama seperti perdebatan ayam dan telur, mana yang lebih dulu.
Teori dianggap sebagai landasan kokoh, praktik dilihat sebagai eksekutor. Kalau kita coba kuliti satu per satu (bukan untuk membenturkan, melainkan untuk melihat) apakah mungkin kita hanya memandangnya dari sudut yang salah?
Teori itu penting, itu tidak boleh disangkal. Sebagaimana fondasi sebuah bangunan, teori tidak terlihat, tapi tanpanya, sebuah bangunan akan gampang rubuh. Coba saja buat bangunan tanpa mempertimbangkan teori gravitasi, sudah pasti ambrol.
Anda yang kuliah/pernah kuliah di jurusan komunikasi atau yang serumpun pasti diajarkan mengenai teori komunikasi. Bagaimana cara menyampaikan pesan, pendekatan empati, bahasa tubuh, bla bla bla.
Tapi coba praktikkan itu pas lagi diskusi sama istri yang marah karena lupa tanggal anniversary (untung istri saya gak begitu). Semua teori komunikasi itu sudah pastilah luntur. Yang keluar hanyalah "eeeeumm, tadi tuh..." sembari menggaru tanah.
Anehnya, semakin rumit sebuah teori, makin jauhlah dia dari kenyataan. Teori-teori gentle parenting mengatakan cara terbaik mendidik anak adalah dengan pendekatan emosional. Teorinya tidak bisa dipungkiri memanglah bagus. Tapi, bagaimana ketika anak ngambek minta mainan baru, sementara dompet sedang kosog? Percayalah teori itu seketika tinggal kenangan.
Berbeda dengan teori, praktik itu sifatnya lebih membumi.
“Hati-hati, jalanan licin,” itu namanya teori.
Kalau secara praktikal, anda langsung diberi tahu rasanya kepleset. Makjleb.
Tapi praktik tanpa teori juga tidak kalah kacaunya. Coba bayangkan kalau saja Einstein hanya koar-koar teori relativitas tanpa ada insinyur yang bisa praktikkan itu jadi teknologi. Atau insinyur yang membuat roket dengan menafikan teori-teori fisika. Yang pasti roketnya akan meledak sebelum lepas landas. Dan kalau itu terjadi, ya sudah, mari kita terbangkan mimpi kita saja pakai bantal.
Sama halnya di kehidupan sehari-hari. Teori berguna untuk membantu kita mengerti kenapa sesuatu terjadi, sedangkan praktik bertugas membuat kita mengerti bagaimana cara ngatasinya.
Makin tua, saya sadar kalau yang paling penting itu bukan teori ATAU praktik, tapi bagaimana sinkronisasi antara keduanya. Kayak pasangan hidup gitu. Enggak harus selalu sepakat, tapi harus bisa saling melengkapi.
Praktik tanpa teori itu bahaya, teori tanpa praktik itu percuma.
Upvoted! Thank you for supporting witness @jswit.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Appeal to community members:
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit