Apakabar rekan Steemians
INILAH indahnya tinggal di kampung (bahasa Aceh: gampong). Kehidupan sosialnya masih kental terasa. Gotong-royong untuk hal-hal tertentu selalu ramai. Salah satunya adalah pesta perkawinan. Untuk momen seperti ini, biasanya di mulai pada malam harinya selepas magrib. Untuk persiapan besok harinya.
Persiapa malam itu, antara lain membersihkan daging lembu yang sudah disembelih. Pencincangan itu biasanya paling lama satu jam lebih. Setelah itu mempersiapkan dapur untuk memasak nasi dan merebus air serta kuah beulangong. Semua berjalan lancar. Kebetulan malam Sabtu (11/1/25) itu tidak ada hujan. Sehingga semua kegiatan berjalan normal.
Dua warga sedang mempersiapkan dapur kuah beulangong
Malam makin larut. Pihak pelaminan, masih menghias panggung. Berbagai jenis bunga plastik masih berserak-serak di atas panggung. Yang ini bukan bagian warga kampung. Sebab, ini langsung dipasang oleh si punya peralatan pelaminan. Di tengah kesibukan mereka bongkar pasang bunga, kami bercerita tentang kebakaran di Los Angeles.
Semua short video yang berseleweran muncul di sejumlah smartphone rekan saya. Mereka berkomentar banyak hal. Memberi persepsi dalam kacamata yang mudah dicerna. Sangat awam dan ringan. Tanpa harus saya jelaskan secara detail pun, anda pasti sudah tahu. Kebakaran itu dikaitkan dengan pernyataan bengis Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump.
Pihak pelaminan bersiap-siap merias panggung
Kita lupakan saja semua asumsi yang berkecamuk di masyarakat. Bahkan warga dunia pun membahas kebakaran LA ini dari berbagai persepsi. Pukul 11 malam kami pun bubar, tinggal pekerja pelaminan yang bergelut dengan tugasnya. Esok paginya, kami datang lagi.
Kali ini saya memilih telat tiba. Sudah pukul 12 siang. Saat tamu-tamu sudah membuat barisan di depan meja prasmanan. Saya pun langsung bergabung di sana. Usai makan siang bersama teman-teman lainnya, baru ke bagian dapur. Kebiasaan kami memilih di bagian cuci piring. Biasanya di sini, orang yang duduk mencuci akan membatu di sana. Sedangkan bagian bilas, akan berganti-ganti. Begitulah seterusnya.
Foto kiri: proses penyerahan Linto Baro ke pihak gampong
Pemuda bagian kebersihan dan mengambil piring kotor
Selepas Zuhur, tamu masih datang dan berkurang. Sudah 11 sak beras habis, celoteh seseorang dibagian dapur. Kata dia, sebentar lagi akan masuk beras ke-12. Memang pesta perkawinan ini akan menjadi yang pertama sekaligus yang terakhir. Makanya dianggap wajar, kalau tuan rumah mengundang ribuan tamu. Kenapa begitu?
Karena Nurafisah putri tunggah Zulfikar. Kami akrab menyapanya Syech Jol. Dia adalah motor yang menjadi penggerak bagus atau tidaknya nasi untuk tamu undangan di setiap acara kenduri. Baik itu, kenduri pesta perkawinan, aqiqah dan kenduri lainnya. Syech Jol adalah pakarnya. Sudah cukup pengalaman. Sayangnya, kali ini dia tidak bisa turun tangan langsung. Sebab, dia sendiri yang punya hajatan.
Pun begitu, Syech Jol tetap wara-wiri ke bagian dapur. Mungkin, karena kebiasaan. Sampai-sampai ada tetua yang minta Syech Jol ke depan saja, menerima tamu dipanggung pelaminan. Mendampingi pengantin. Akhirnya, dia pun mengambil sesi bahagian bagi keluarga, untuk memulai kehidupan baru anak semata wayangnya menjadi lebi baik.
Terrima kasih atas waktu anda membaca postingan ini.