Pandemic and Civilization Leap?
The Corona Virus 19 (Covid 19) pandemic that has not subsided in Indonesia. This condition is very influential in all aspects of life. Education as the main joint cannot be avoided from the effects of the Covid 19 virus exposure. Schools are closed, children are learning online, offline, some private schools terminate their teachers' contracts.
We understand that with its various infrastructures the government has made every effort to help the implementation of education in this emergency. Starting from issuing a legal umbrella for education during a pandemic emergency. Medikbud SE 4 of 2020 concerning Implementation of Education Policies in an Emergency for the Spread of Coronavirus Disease (COVID-19). Also mobilizing other supporting institutions, such as TVRI, RRI in an effort to save Indonesian children from missing learning opportunities.
We see that the Minister of Education has done his utmost to protect Indonesian children from being in crowded places. By closing schools as soon as possible in early March. Even giving "graduation gifts" without the National Examination. This does not mean, however, that they are not assessed. Because there are other components that can be taken by the teacher in giving an assessment. And once again the minister has created a legal umbrella. So that the school is safe and peaceful in running it.
Initially in March when the first phase of the holiday started, maybe some children cheered because of their ignorance. Holidays are magic spell words for children who are in school. And when it is given it will truly feel wonderful. Likewise, some civil servant teachers smile on long holidays, while their salaries are still running. And for non-PNS teachers once again the government intervened to provide assistance. But amidst all the teachers, children and parents started to shed tears with this problem.
This fact can also be seen in the field that there was an opportunity to go to school when green was in school a while ago. The kids enthusiastically came and joined the process
pembelajaran dengan serius. Ini menjadi bukti bahwa kalau anak-anak sangat ingin bersekolah saat ini.
Ternyata senyuman kita terhadap libur panjang di awalnya adalah sebuah bencana juga. Kita telah kehilangan banyak hal. Kesempatan belajar yang baik, bertemu sahabat, bercengkarama, berbagi suka duka di kantin bagi siswa atau guru. Dan dari itu semua kita kehilangan waktu untuk mendidik mereka menjadi dewasa dengan proses yang wajar.
Anak-anak mulai bertanya pada gurunya kapan kita kembali ke sekolah bu. Kami bosan di rumah, materi yang diberikan susah di pahami. Apalagi pada saat yang sama semua guru memberikan materi yang mungkin dalam masa yang sama harus dikerjakan. Bayangkan anak-anak menerima tugas dari tiga guru satu hari, misalnya satu guru memberi sepuluh soal.
Guru diseberang sana dengan kecanggihan teknologi tingggal pencet tombol send untuk kirim soal. Baik dari aplikasi What Aps, Google Form, Google Class atau lainnya. Diseberang anak-anak beteriak, “sangat luar biasa guru menghukum kami, melalui kecanggihan teknologi.”
Orang tua yang awalnya banyak yang setuju dengan anak-anak di rumah, melindungi dari covid 19. Kini mulai gerah, tugas harus dikerjakan setiap hari di rumah. Anak-anak malas keluar kamar, atau yang keluar kamar tak kembali nongkrong sepanjang hari di warnet. Belum lagi dengan biaya internet yang luar biasa mahalnya. Namun dengan bantuan internet dari kemdikbud yang mulai dari September sampai Desember 2020 memang sangat membantu. Begitu juga di sebagian daerah yang kepala sekolahnya visioner memberi tablet dengan dana Biaya Operasioanal Sekolah (BOS) Affirmasi dan Kinerja semoga dapat meringankan anak-anak yang belum beruntung.
Lompatan Peradaban Setelah Pandemi?
Hanya Tuhan yang bisa menjawab, Dia sedang memberi kita cobaan. Dia Maha Tahu ini mungkin yang terbaik untuk disrupsi ini. Kita pulang ke rumah dan merenungkan segalanya. Mungkin akan ada lompatan besar perubahan pola kehidupan setelah pandemi ini.
Peradaban akan berjalan tidak seperti lima atau sepuluh tahun yang lalu. Manusia akan akan sangat tergantung pada internet dalam berbagai sendi kehidupannya. Sekolah seperti yang kita lihat sekarang ini untuk masa akan datang mugkin akan berkurang. Anak-anak tak perlu duduk lagi di kelas untuk belajar dan menghadap dengan guru yang sebagiannya kurang ekspresif di depan kelas.
Anak-anak masa depan akan belajar dari atau di rumah atau di manapun. Dan mereka akan naik kelas kapanpun sesuai dengan kemampuan mereka. Dan kelas-kelas sekolah yang kita katakan modern hari ini akan bubar. Gedung-gedung sekolah mungkin hanya akan menjadi semacam tempat berkenalan di awal semester dengan guru dan saat pesta wisuda di akhir sekolah. Sekolah-sekolah yang hari ini kita sebut modern akan dipaksa membuka diri dengan sistem dan peradaban dunia yang terus berubah dalam lompatan baru teknologi dunia.
Lalu ke mana setiap harinya anak-anak akan pergi. Mereka akan lebih lama bersantai, mengikuti hobi yang lebih tidak tersalurkan di kurikulum-kurikulum sekolah yang sangat rigit. Dan tempat pelatihan-pelatihan akan tumbuh menjamur untuk menampur hobi manusia yang beragam. Klub-klub “sekolah kecil” terdiri dari 6 – 10 orang atau kalau sekarang dikenal dengan private akan tumbuh di mana. Dan setiap orang yang punya keahlian akan membukanya di manapun dia berada dengan sangat fleksibel.
Dan kalau ini terjadi pak Nadiem tak perlu repot sediakan dana beli pulsa buat siswa, dan ini akan lebih menghemat. Karena mereka anak-anak akan belajar sambil bekerja di usia yang sangat muda. Dan seperti diprediksi 20 sampai dengan 30 persen kampus dalam masa sepuluh tahun ke depan akan bubar. Karenanya tak perlu banyak lagi diperlukan profesor yang ilmunya kurang praktis untuk kehidupan. Ini mungkin hanya sebuah mimpi bagi saya yang suka mojok di kedai kopi atau pinggirang belakang rumah. Dan orang tua akan lebih banyak punya waktu bersama anak-anaknya. Kita akan kembali ke masa lalu dengan gaya berbeda. Kita kumpul, namun tidak bicara. Kita bersama namun jauh berada di tempat berbeda. Itulah masa depan yang mugkin akan terjadi, dan dengan datangnya masa pandemi telah mempercepat masa itu semua.
Kemanakah para guru saat itu? Ya mungkin akan sangat sedikit rekrut guru oleh pemerintah. Karena memang model pembelajaran seperti sekarang dipastikan akan menghilang. Maka yang diutuhkan adalah orang-orang secara pribadi punya keahlian yang bisa mereka jual melalui situs-situs online. Saya membayangkan model Ruangguru.com dan lainnya adalah tipe tempat berkumpulnya para guru masa depan. Maka mulai sekarang sudah saatnya mengasah keahlian dan kemampuan diri sebagai guru untu dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut. Kalau tidak siap-siap kita akan tergilas oleh zaman yang terus berjalan kencang dan tak terkontrol. Dan salah satu bukti dunia yang kian susah terkontrol adalah liburnya sekolah hari ini yang oleh pemerintah kita yakini benar dengan keputusannya. Namun di luar masih banyak yang meragukan keputusan pemerintah yang sudah tersebut.
Pandemi dan Lompatan Peradaban?
Pandemi Corona Virus 19 (Covid 19) yang belum reda di Indonesia. Kondisi ini sangat berpengaruh dalam semua aspek kehidupan. Pedidikan sebagai sendi utama tidak bisa dihindari dari efek terpaan virus Covid 19. Sekolah diliburkan, anak-anak belajar Dalam Jaringan (Daring), Luar Jaringan (Luring), sebagian sekolah swasta memutus kontrak para gurunya.
Kita memahami bahwa dengan berbagai infrastrukturnya pemeritah telah berusaha maksimal membantu terlaksananya pendidikan dalam keadaan darurat ini. Mulai dari menerbitkan payung hukum pendidikan selama kedaruratan pandemi. Medikbud SE 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19). Juga menggerakkan lembaga-lembaga pendukung lainya, seperti TVRI, RRI dalam upaya menyelamatkan anak-anak Indonesia dari kehilangan kesempatan belajar.
Kita melihat Bapak Menteri Pendidikan telah melakukan sekuat tenaga melindungi anak-anak Indonesia untuk tidak berada di tempat keramaian. Dengan meliburkan sekolah sesegera mungkin di awal Maret. Bahkan memberi “hadiah kelulusan” dengan tidak Ujian Nasional. Walaupun tidak bermakna bahwa mereka tidak dinilai. Karena ada komponen lain yang boleh diambil oleh guru dalam memberi penilaian. Dan sekali lagi pak menteri telah membuat payung hukum. Sehingga pihak sekolah aman dan damai sentosa menjalankannya.
Awalnya di bulan Maret saat mulai libur tahap pertama mungkin sebagian anak bersorak sorai, karena ketidaktahuannya. Libur adalah kata-kata mantra ajaib bagi anak-anak yang sedang bersekolah. Dan saat itu diberikan sungguh dia akan luar biasa terasa indahnya. Begitu juga sebagian guru PNS senyum-senyum libur panjang, sedangkan gaji mereka tetap berjalan. Dan bagi guru non-PNS sekali lagi pemerintah turun tangan memberi bantuannya. Namun di tengah jalan semua guru, anak-anak dan orang tua mulai mengeluarkan air mata dengan masalah ini.
Kenyataan ini juga terlihat di lapangan ada kesempatan sekolah saat hijau di sekolah beberapa saat lalu. Anak-anak dengan antusias datang dan mengikuti proses pembelajaran dengan serius. Ini menjadi bukti bahwa kalau anak-anak sangat ingin bersekolah saat ini.
Ternyata senyuman kita terhadap libur panjang di awalnya adalah sebuah bencana juga. Kita telah kehilangan banyak hal. Kesempatan belajar yang baik, bertemu sahabat, bercengkarama, berbagi suka duka di kantin bagi siswa atau guru. Dan dari itu semua kita kehilangan waktu untuk mendidik mereka menjadi dewasa dengan proses yang wajar.
Anak-anak mulai bertanya pada gurunya kapan kita kembali ke sekolah bu. Kami bosan di rumah, materi yang diberikan susah di pahami. Apalagi pada saat yang sama semua guru memberikan materi yang mungkin dalam masa yang sama harus dikerjakan. Bayangkan anak-anak menerima tugas dari tiga guru satu hari, misalnya satu guru memberi sepuluh soal.
Guru diseberang sana dengan kecanggihan teknologi tingggal pencet tombol send untuk kirim soal. Baik dari aplikasi What Aps, Google Form, Google Class atau lainnya. Diseberang anak-anak beteriak, “sangat luar biasa guru menghukum kami, melalui kecanggihan teknologi.”
Orang tua yang awalnya banyak yang setuju dengan anak-anak di rumah, melindungi dari covid 19. Kini mulai gerah, tugas harus dikerjakan setiap hari di rumah. Anak-anak malas keluar kamar, atau yang keluar kamar tak kembali nongkrong sepanjang hari di warnet. Belum lagi dengan biaya internet yang luar biasa mahalnya. Namun dengan bantuan internet dari kemdikbud yang mulai dari September sampai Desember 2020 memang sangat membantu. Begitu juga di sebagian daerah yang kepala sekolahnya visioner memberi tablet dengan dana Biaya Operasioanal Sekolah (BOS) Affirmasi dan Kinerja semoga dapat meringankan anak-anak yang belum beruntung.
Lompatan Peradaban Setelah Pandemi?
Hanya Tuhan yang bisa menjawab, Dia sedang memberi kita cobaan. Dia Maha Tahu ini mungkin yang terbaik untuk disrupsi ini. Kita pulang ke rumah dan merenungkan segalanya. Mungkin akan ada lompatan besar perubahan pola kehidupan setelah pandemi ini.
Peradaban akan berjalan tidak seperti lima atau sepuluh tahun yang lalu. Manusia akan akan sangat tergantung pada internet dalam berbagai sendi kehidupannya. Sekolah seperti yang kita lihat sekarang ini untuk masa akan datang mugkin akan berkurang. Anak-anak tak perlu duduk lagi di kelas untuk belajar dan menghadap dengan guru yang sebagiannya kurang ekspresif di depan kelas.
Anak-anak masa depan akan belajar dari atau di rumah atau di manapun. Dan mereka akan naik kelas kapanpun sesuai dengan kemampuan mereka. Dan kelas-kelas sekolah yang kita katakan modern hari ini akan bubar. Gedung-gedung sekolah mungkin hanya akan menjadi semacam tempat berkenalan di awal semester dengan guru dan saat pesta wisuda di akhir sekolah. Sekolah-sekolah yang hari ini kita sebut modern akan dipaksa membuka diri dengan sistem dan peradaban dunia yang terus berubah dalam lompatan baru teknologi dunia.
Lalu ke mana setiap harinya anak-anak akan pergi. Mereka akan lebih lama bersantai, mengikuti hobi yang lebih tidak tersalurkan di kurikulum-kurikulum sekolah yang sangat rigit. Dan tempat pelatihan-pelatihan akan tumbuh menjamur untuk menampur hobi manusia yang beragam. Klub-klub “sekolah kecil” terdiri dari 6 – 10 orang atau kalau sekarang dikenal dengan private akan tumbuh di mana. Dan setiap orang yang punya keahlian akan membukanya di manapun dia berada dengan sangat fleksibel.
Dan kalau ini terjadi pak Nadiem tak perlu repot sediakan dana beli pulsa buat siswa, dan ini akan lebih menghemat. Karena mereka anak-anak akan belajar sambil bekerja di usia yang sangat muda. Dan seperti diprediksi 20 sampai dengan 30 persen kampus dalam masa sepuluh tahun ke depan akan bubar. Karenanya tak perlu banyak lagi diperlukan profesor yang ilmunya kurang praktis untuk kehidupan. Ini mungkin hanya sebuah mimpi bagi saya yang suka mojok di kedai kopi atau pinggirang belakang rumah. Dan orang tua akan lebih banyak punya waktu bersama anak-anaknya. Kita akan kembali ke masa lalu dengan gaya berbeda. Kita kumpul, namun tidak bicara. Kita bersama namun jauh berada di tempat berbeda. Itulah masa depan yang mugkin akan terjadi, dan dengan datangnya masa pandemi telah mempercepat masa itu semua.
Kemanakah para guru saat itu? Ya mungkin akan sangat sedikit rekrut guru oleh pemerintah. Karena memang model pembelajaran seperti sekarang dipastikan akan menghilang. Maka yang diutuhkan adalah orang-orang secara pribadi punya keahlian yang bisa mereka jual melalui situs-situs online. Saya membayangkan model Ruangguru.com dan lainnya adalah tipe tempat berkumpulnya para guru masa depan. Maka mulai sekarang sudah saatnya mengasah keahlian dan kemampuan diri sebagai guru untu dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut. Kalau tidak siap-siap kita akan tergilas oleh zaman yang terus berjalan kencang dan tak terkontrol. Dan salah satu bukti dunia yang kian susah terkontrol adalah liburnya sekolah hari ini yang oleh pemerintah kita yakini benar dengan keputusannya. Namun di luar masih banyak yang meragukan keputusan pemerintah yang sudah tersebut.