Sahabat Steemian,
SAYA sudah belasan kali bertemu pria ini. Terkadang membeli sirih, permen. Sekali-kali beli dua batang rokok saja. Khusus dua batang rokok seharga 5K. Meski tidak begitu butuh, tetap saya tetap membelinya. Kenapa? Selain rada kasihan, juga ada nilai moral yang ingin kita sampaikan. Sejujurnya jika melihat orangnya, --- mohon maaf --- pasti dikira tampang pengemis. Tapi, label itu tak padanya. Sudah terbukti.
Namanya Saleh. Dia mualaf. Bagi para kopiners seantero Banda Aceh -- mungkin ini sebutan untuk para pecinta kopi. Sudah pasti tak asing lagi dengan dia. Saban hari dia keliling kota. Dari satu warung kopi ke warung kopi lainnya. Saat menjajakan barang dia ditemani sebuah keranjang kecil serbaguna warna merah.
Wajahnya kian legam. Acap dibakar matahari. Setiap ketemu, wajahnya tak sedikit pun tersirat gundah. Semua dia bawa enjoy. Anda beli dia jual, tidak beli juga tak masalah. Dengan suara khasnya, dia senantiasa menawarkan barang jualannya. Ada rokok, sirih, kacang, permen dan lainnya. Terkadang, kopiners membeli bukan karena perlu, tapi untuk menghargai usahanya berjualan.
Saleh saat singgah di New Normal.
Apalagi jika dibandingkan dengan orang lain. Punya fisik bugar, tapi tak malu meminta-minta. Saleh, sepertinya sebuah paradoks di warung kopi. Ini bisa anda rasakan kalau duduk setengah jam saja di warung kopi. Lebih banyak peminta-minta, dibandingkan mereka yang kerja berjualan seperti Saleh. Saleh itu pengecualian.
Dalam bekerja, Saleh ditemani sepeda butut. Dengan sepeda itulah, dia keliling Banda Aceh. Tepatnya keliling dari warung kopi ke warung kopi. Kemarin saya bertemu dia di New Normal. Biasanya ketemu dia di Kantin SMEA Lampineung, di Solong Jepang, atau selisih di jalan.
Bertemu kali ini, dia mengenakan kaos merah. Di dada kirinya tersablon pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Kebetulan ini milik Mualem-Dek Fadh. Rekan saya, Saifulah langsung cerocos. Pria jebolan sebuah universitas di India ini berkata, "ini adeknya Mualem."
Omongan Saiful termakan Saleh. Lalu, dia pun bersemangat bercerita. Tipis-tipis cerita soal politik. Idih.
Biar terkesan ocehan "adek Mualem" jadi benar, saya pun harus "berakting". Lalu meladeni kata-katanya yang macam politisi. Ternyata Saleh seperti yakin benar.
Makanya, dia pun mengajak kami foto dengan pose dua jari. Tangan legamnya pun tak segan-segan, langsung melingkar ke bahu saya.
Saya tidak melarang, biar terbangun baku akrab. Lagian, tak turun pula derajat hanya karena sebuah tangan melingkar di bahu. Hasil fotonya juga mantap. Wajah cerianya saya suka. Iya, seceria Saleh saban hari bekerja dengan sepeda bututnya dari satu warung ke warung kopi lain.
Selain foto, cerita kecil berlanjut. Sejurus kemudian, Saleh langsung pergi. Dia tak lama di sini, sebab sedang sepi pengunjung. Ia pun sudah menjauh puluhan langkah. Mengambil sepedanya yang terparkir di sisi lain. Lalu, dia pun berjualan ke warung kopi lain.
Terima kasih atas waktunya. Sudah singgah di postingan saya.
Tautan Mudah untuk delegasi ke @steem4indonesia
Tautan Mudah untuk delegasi ke @steemhobbies
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit