Assalamualaikum🙏
konflik Konflik panjang berakhir di Aceh setelah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia sepakat damai di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005 silam. Peristiwa ini dikenal dengan “Memorandum of Understanding” (MoU) Helsinki. Memperingati 14 tahun damai Aceh, sepanjang Agustus 2019, redaksi acehkini menurunkan laporan kilas balik konflik. Tentang korban, penyintas, dan kenangan para pihak bertikai. Bukan untuk mengungkit luka lama, tapi untuk belajar agar perang tak terulang.
Enam anggota Tentara Neugara Aceh (TNA) berbaris rapi memegang senjata terakhir mereka. Berseragam hitam-hitam, bertopi baret, dan sepatu lars, tanpa simbol GAM. Mereka bukan sedang latihan di tengah hutan, tapi di lapangan Blang Padang, Banda Aceh, mengikuti upacara penghancuran senjata terakhir milik mereka, 21 Desember 2005.
Sesaat kemudian, masih dengan komando militer, mereka bergerak mendekati tim decommissioning Aceh Monitoring Mission (AMM), tim yang memantau damai Aceh. Dengan sebuah penghormatan, senjata itu diserahkan, dan kemudian dihancurkan. Itulah upacara resmi penyerahan senjata terakhir milik GAM, disaksikan ratusan pengunjung, pejabat pemerintah, para wakil TNI/Polri, GAM, serta anggota AMM.
“Tadi malam telah ada konfirmasi tertulis dari GAM. Semua senjata, amunisi, dan bahan peledak telah dimusnahkan,” sebut Pieter Feith, Ketua AMM dalam sambutannya saat itu.
Faith menyebutkan, surat tersebut juga telah diberikan kepada Pemerintah Indonesia. Setelah surat itu dikeluarkan, maka tidak boleh lagi ada anggapan negatif dalam proses perdamaian Aceh. Semuanya harus saling percaya, GAM telah komitmen dalam menyerahkan semua senjatanya untuk dihancurkan.
Sampai tahap keempat atau terakhir, GAM telah menyerahkan senjatanya sebanyak 1.023 pucuk. Diterima oleh AMM sebanyak 840 pucuk senjata, selebihnya ditolak karena dinilai produk rakitan. Sementara TNI sendiri masih mempermasahkan 71 pucuk senjata yang diterima AMM. Artinya, TNI hanya mensahkan 769 pucuk. Tapi, keputusan terakhir ada di AMM.
Tepat 27 Desember 2005, GAM mengumumkan secara resmi pembubaran TNA, sayap militernya. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Panglima TNA GAM, Muzakir Manaf, dan Juru Bicara TNA GAM, Sofyan Dawod, dalam konferensi pers di Kantor GAM, kawasan Lamdingin, Banda Aceh, 28 Desember 2005.
gerakan itu dideklarasi oleh Tgk Hasan Muhammad Di Tiro, pada 4 Desember 1976. Untuk sayap militernya, dinamakan Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM). Markas pusat dibangun di Hutan Tiro, Kabupaten Pidie, untuk memulai gerilya.
Hasan Tiro yang sebelumnya tinggal di Amerika Serikat, menganggap Aceh perlu hidup terpisah dari Indonesia, karena ketidakadilan dan kesadaran politik. Saat awal berdiri, GAM menggunakan nama resminya sebagai Aceh Merdeka (AM), juga dikenal sebagai Aceh Sumatra National Liberation Front
#Muhammad Iqbal
#Aceh
#Damai itu Indah
[WhereIn Android] (http://www.wherein.io)