Menyoal Perbudakan Yang Tak Seberapa Mana

in hive-193562 •  3 years ago 

IMG_20210311_230749.jpg

PERBUDAKAN, LAMIET: Sungguh pun ini zaman sudah serba canggih, kian dekat akhirat, dan orang-orang global bahu membahu memeranginya, perlakuan buruk antar sesama manusia ini masih tetap ada. Hanya saja perbudakan sekarang sudah lebih canggih—seturut perkembangan zaman, tentu saja.

Cangkang perbudakan zaman yang kian dekat akhirat ini sudah berganti. Tak lagi berupa orang-orang rantai yang saban hari dipecut dalam wahana kerja paksa. Tidak berupa perbudakan dalam bentuk mengontrol fisik orang-orang secara keseluruhan. Dipenjara, dijatah minum makan dan jam tidur, dibatas-awasi ruang gerak, nihil waktu senggama.

>Atau biar lebih jelas, segala unsur nafsu berahi manusia dilucuti, dicopot paksa, kecuali yang tinggal pada orang-orang malang ini adalah tenaga dan ajal di ambang mata.

Perbudakan zaman sekarang, sekali lagi, sudah amat sangat canggih. Yang disasar bukan lagi fisik. Tapi pikiran. Dan, ya: inilah zaman di mana pikiran banyak orang diperbudak sedemikian rupa. Orang-orang menjadi budak tanpa pernah mawas diri, tanpa pernah merasa bahwa ia telah menjadi lamiet jauh-jauh hari. Laten betul perbudakan yang tengah kita perbincangkan ini. Saking latennya, orang-orang bisa dengan tanpa sadar menunjukkan tanda-tanda fisik akan ke-ber-budak-an-nya.

IMG_20210311_230841.jpg

Bingung? Oke. Mari membumi dari kalimat-kalimat dangkal tapi serba di awang-awang seperti yang tertulis di atas. Ambil contoh orang-orang yang diperbudak iklan. Bisa jadi yang diperbudak itu adalah aku atau orang lain, tak mungkin salah satu di antaranya kau yang tengah membaca tulisan ini.

Aku telah demikian konsumtifnya oleh sebab iklan. Dari hari ke hari pekerjaan yang tak pernah tinggal selain berak, makan, dan tidur adalah membeli. Aku mencari uang untuk kemudian tumpas di hadapan barang-barang yang kebanyakannya malah tak terpakai, kecuali menumpuk dalam lemari, memenuhi laci, berserak di meja. Sementara di gudang, barang-barang yang tak pernah kuingat lagi kapan membelinya sudah tak sanggup kubongkar satu-satu, alih-alih menggunakannya kembali.

Membeli barang-barang di luar kebutuhan sehari-hari tak ubahnya keniscayaan hidup yang penuh sia-sia. Aku banting tulang, pontang panting, menjilat sana-sini, demi menghasilkan uang yang ujung-ujungnya adalah kesia-siaan. Aku berproduksi. Tapi hasil produksi yang kupunya benar-benar tak kasat mata. Tak bisa dipegang apalagi dikata monumental sebagaimana barang-barang yang tengah kuidam beli setelah cukup uang suatu hari nanti.

IMG_20210311_230823.jpg

Lantas apa? Aku berkali-kali dirundung miskin karenanya. Aku bekerja untuk menjadi miskin sampai masa yang barangkali tak pernah berkesudahan, yang tentu saja penyebabnya adalah budaya konsumtif yang mengekal di alam bawah sadarku. Aku gampang latah tiap lihat barang baru. Binar mataku jadi begitu gampangan, terutama ketika tengah di depan etalase toko celana baju. Sekali kena sapa sales promotion girl aku meleleh, tanpa sadar rogoh kocek hingga tandas isinya.

Tapi sebentar. Sebentar. Sepertinya aku telah banyak ngelantur sejak tiga paragraf terakhir. Yang kupikir lain, kok yang tertulis tentang budaya konsumtif? Ada yang salah ini. Logika pikir yang kupakai bolong-bolong. Amburadul betul. Perilaku budak dengan budaya konsumtif memang ada benang merahnya. Tapi yang kucoba jelaskan sebagai benang kumaksud tak benar-benar merah tampaknya.

Apakah ini satu gejala aku telah jadi budak? Inikah gerangan bagaimana keterbudakan yang mengeram di alam bawah sadar bikin aku serba tak sadar, bahkan dalam menulis sekalipun? Bikin aku susah menata pikiran? Celaka. Sepertinya memang benar adanya. Setelah kubaca-baca berulangkali, jelas betul tulisan ini gagal dan sulit dimengerti. Alur pembicaraan tak sistematis. Melompat jumpalitan tak menentu. Kurang dalam. Hanya omong permukaan. Kering isi. Klise. Bloon. Ah, p’uep chok sajalah.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Selamat datang kembali.. Bahagia rasanya aku menjadi orang yang pertama menekan upvote dengan reward yang tak seberapa itu, dulu kita sering menyebutnya engkol kosong, tapi apalah daya, cuma itu yang aku punya.

Bahagia juga bisa kembali bertegur sapa dengan kakak. Apa kabar, kak?

Alhamdulillah, jroh

Reza @bookrak. Shopee lagi ada promo besar2an. Free ongkir jelang lebaran tuh.

Biarlah berlalu. 🤬🤬

Aku engkol postingan kee sikit, biar ada pahala aku ... Doa beuh, biar Tak jadi budak steemit 😆

Hahaha... Aku malah hendak memulai memperbudak diri lagi ini di steemit. Makasih banyak engkolannya, kak.