Boh Drien di Lintasan Padang-Bukit Tinggi

in hive-193562 •  3 years ago  (edited)

Saya beberapa kali datang ke Sumatera Barat. Pernah pula berkeliling ke sejumlah kota di provinsi itu memenuhi undangan Kementerian Pariwisata RI untuk mendatangi sejumlah tempat bersejarah di sana pada 2007. Dari perjalanan itu, antara lain, saya melahirkan cerpen Batu Batikam, yang pernah pula saya posting di Steemit. Kedatangan lain ke tanah Minang, beberapa kali, karena memenuhi undangan berbagai institusi untuk menjadi narasumber seminar dan workshop, salah satunya dari Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang.

38085161_10218100298845545_700068983369367552_n.jpg

Ketika menjadi narasumber workshop jurnalistik di ISI Padangpanjang, Sumatera Barat. Dari kiri: Gunawan Wicaksono (Redaktur Foto Tempo), penyair Sulaiman Juned, dan saya (MI).

Setiap perjalanan, tentu saja mempunyai keistimewaan masing-masing. Saya selalu menikmati perjalanan dengan penghayatan yang dalam sehingga bisa menikmati pengalaman baru terus-menerus. Sebagai penulis (sastra dan kebudayaan) tentulah hasil perjalanan itu melahirkan sejumlah tulisan. Ada puisi, esai, cerpen, dan lain-lain. Salah satu momentum yang berkesan ketika saya bersama Sulaiman Juned, penyair asal Aceh yang bergelar doktor dan pengajar di ISI Padangpanjang. Kala itu, pada 2018, saya (bersama seorang kawan lain) mengisi pelatihan jurnalistik di ISI.

Dalam perjalanan Padangpanjang ke Padang, berjarak sekitar 1,5 jam perjalanan, beberapa puluh menit lagi sebelum tiba di kota Padang, kami berhenti di salah satu pedagang durian. Kala itu, sedang musim durian. Sepanjang jalana banyak lapak-lapak pedagang durian yang menggoda. Bukan durian karbitan, yang dipaksa matang oleh karbit, tapi durian yang memang sudah waktunya jatuh sehingga rasanya sangat maknyus dan teksturnya lembut kekuning-kuningan. Buat saya, itu bukan sekedar peristiwa biasa. Momentum itu mengingatkan saya pada masa-masa kami di Aceh pada era 1990-an. Kala itu, kami masih mahasiswa di kampus berbeda.

bukit tinggi.jpg

Di Rumah Puisi Taufik Ismail, Bukit Tinggi. Dari kiri: DR Sulaiman Juned, MI, dan penyair Malaysia Prof Siti Zainon Ismail.

Dari sana, saya pun menulis sebuah puisi. Judulnya Boh Drien atawa Durian. Boh Drien juga pintu masuk untuk melihat persoalan Aceh secara keseluruhan. Sayang sekali, saya belum berhasil menemuka dokumen foto tentang peristiwa itu. Sekarang, mari simak dulu puisi ini. Semoga suka. [PUNCAK, CIPANAS, 29 MARET 2021].

durian.jpg

Foto ilustrasi: Repro IDN Times

BOH DRIEN ATAWA DURIAN

: sulaiman juned

kita menguak pintu gua dan masuk ke dalamnya:
anhar sedang memetik pala, jarwan masih bergurau di kantin pak man,
farza makin keriting dalam buku-buku tua,
pasla melempar sobekan peta ke tempat sampah,
dan gemade selalu mencintai mira!

kita tak melihat ansor siang itu, ketika berdiri di tepi jalan
lalu naik ke atas rangkang di lintasan Bukit Tinggi - Padang:
boh drien di sini dibawa oleh peri, katamu, bukan dipetik paksa
dan disetubuhi mama-mama muda!

kau tidak sedang bergurau layaknya nun di ujung pulau,
ketika Teuku Umar melepas sarung rencongnya

janganlah terlalu sentimentil ketika berjumpa broh drien
kita melihat anak muda di kaki seulawah berbondong-bondong
ke pesta perkawinan dan tak pulang-pulang juga
“kamoe teungoh meu-dom drien,” kata mereka.

dari jauh terdengar sayup-sayup suara kokang senjata
di dalam kamar linto dan dara baro menggigil di ujung sepatu baja

empat boh drien tandas seketika
kak titin sangat pintar menawar dengan suara bundo kanduang
meski surya mengibas-ngibas aromanya
air liur kita tidak tertahankan pada daging empuknya.

ini hiburan bagi penakluk gunung, pendaki jantung
jalan sungguh padat karena makin banyak orang beternak kambing

kita melihat bang hasyim dan maskirbi berlari kencang di arah barat
tersenyum tipis seperti ketika kita menyeruput kopi di hamparan rumput
di sebuah pojok tak jauh dari kherkhof

hmm, betapa dekatnya kita dengan belanda
mereka selalu menenami ngopi di sore hari dan sesekali menyela:
"hei, ekstrimis-ekstrimis ompong,
minumlah kopi sebanyak-banyaknya agar kalian tak gila."

Di kejauhan Napoleon Bonaparte menahan gelisah
pena telah patah, kata-kata tumpah ruah!

Tapi sudahlah, kita habiskan saja dulu broh drien ini
setelah itu kau memperagakan bagaimana menghilangkan baunya:
kau ambil sebotol air dan menuangkannya ke ruas boh drien
lalu kau minum dan cuci tangannya di dalamnya.

Padang-Jakarta, Juni-Agustus 2018

MU Ismail - Sulaiman juned.jpg

Saya dan Sulaiman Juned di kantin Taman Budaya Aceh, Banda Aceh, suatu ketika.

#sumaterabarat #padang #padangpanjang #bukittinggi #sulaimanjuned #mustafaismail

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!