[]
Setelah mencerca dan mengutuk aksi Israel terhadap Palestina, menyumbangkan uang, pemikiran dan do'a, mari kita bertuma'ninah sejenak. Membangun wahana katarsis dalam sebuah permenungan yang kontekstual dan substantif, yang berkaitan dengan masa kini dan menyangkut inti masalah. Bukan sekedar bungkus yang kerap memanipulasi.
Sejak menerima Al-Qur’an sebagai bagian dari Rukun Iman entah berapa persen dari Muslim yang menyadari bahwa Kitabullah adalah sarana Khaliq berbicara dengan hamba dengan bahasa manusia, bahasa yang mudah dipahami manusia, sekaligus panduan yang memiliki ruang hermenetika (penafsiran). Mungkin aku akan berpasrah diri menggunakan azas fiksi dalam ilmu hukum, "Semua orang dianggap sudah tahu mengenai setiap aturan!"
Meski sebagian intelektual muslim menolak penafsiran Al-Qur’an, sebagian lain memilih untuk bersikap sebaliknya; membuka dan mengelola ruang penafsiran. Mereka yang sadar bahwa doktrin yang baku akan menjadi sumber kebosanan bagi benak manusia yang hiperaktif saat menjalani proses berpikir.
Aku cenderung pada golongan kedua. Setidaknya menggemari hak menggunakan akal meski sebagian kalangan beranggapan bahwa pintu ijtihad telah ditutup. Aku cenderung berpikir, “Jangan-Jangan pintu ijtihad yang tertutup itu sebenarnya tak terkunci…” sekedar tertutup saja agar tak dimasuki sembarang makhluk. Menanti makhluk-makhluk pilihan menekan handelnya hingga terbuka.
Atau, mengacu pada pendapat Miswar Ibrahim Njong, “Penutupan pintu ijtihad adalah hoax terbesar sepanjang sejarah peradaban manusia!”
Maka, simbol yang ingin kuurai disini adalah Yahudi. Sebagaimana kerap diungkap oleh para mubaligh dalam ceramah di majelis jama’ah Jum’at maupun momentum seremonial Islami lain, Yahudi adalah kaum yang sesungguhnya mendapat privilege dari Allah Subhanahuwata’ala. Satu-satunya kaum yang pernah menyantap hidangan dari surga, kaum yang mendapat jatah nabi dan rasul terbanyak. Saking banyaknya nabi mereka, orang Arab merasa minder karena belum pernah dititipi seorang nabipun oleh Sang Pencipta. Keminderan yang terhapus dengan pengutusan Muhammad bin Abdullah sebagai penghulu para nabi dan rasul.
Yahudi juga kata yang bermakna suku dengan belasan cabangnya. Yahudi juga menjadi makian ultimate kedua setelah PKI di kalangan bangsa Aceh, Bantsa teulebeh ateuh rueng donya. Menurut kawanku, kata ‘Yahudi’ di Aceh adalah tamsilan atau permisalan dari sikap buruk, keras-kepala yang tak berlandas dan semangat membangkang tanpa pijakan.
Meski kerap enggan mengutip kesucian konten Al-Qur’an karena diri yang profan, kali ini aku akan mencoba mengutip Kitabullah demi mendapat rujukan yang ajeg dan dogmatis mengenai karakter Yahudi.
Mendustakan nikmat (QS. Al Baqarah; 47), Suka menantang Tuhan (QS. Al Baqarah: 55), Suka melanggar perintah Allah dan Rasulnya (QS. Al Baqarah: 83), Suka berkhianat (QS. Al Baqarah: 84), tamak terhadap dunia (QS, Al Baqarah: 95), mengubah firman dan hukum Allah ((QS. Al Baqarah: 75).
Kita sebut saja 6 poin di atas sebagai Rukun Yahudi. Rukun yang secara saksama kugunakan untuk membangun satuan perhitungan yang kunamai YahudiMeter!
Yahudi sebagai sebuah kaum adalah fakta dogmatis dan historis. Itu hal yang sudah bisa kita anggap tuntas terpahami secara kolektif. Namun, bagaimana jika pola simbolik Al-Qur’an juga berlaku terhadap Yahudi? Bagaimana jika Yahudi sebagai sebuah kaum adalah simbol atau i’tibar tentang karakter seseorang atau segolongan orang lain yang hidup di masa kita, di sekitar kita bahkan di diri kita. Adakah diri dan kaum kita tergolong sebagai atau orang yang suka mendustakan nikmat, menantang Tuhan, melanggar perintah Allah dan Rasul, khianat, ‘ubud-dunya (wahn), dan suka mengubah firman dan hukum Allah.
Sejujurnya, aku tergolong insan aku punya dua dari enam sifat Yahudi; mendustakan nikmat (karena tidak serius mengelola potensi diri) dan melanggar perintah Allah dan Rasulnya. Artinya, aku sudah memenuhi dua rukun untuk menjadi Yahudi. Secara matematis, aku sudah 33,33% berkarakter Yahudi.
Dalam sebuah kisah Israiliyat juga ternukil kisah, setelah nabi Samuel mereka meminta Tuhan untuk diberi pemimpin yang bukan nabi. Tuhan mengabulkan permintaan mereka dengan menunjuk Thalut untuk menjadi raja mereka. Thalut adalah lelaki yang memiliki keungulan secara fisik, mental dan intelektual. Namun mereka menolak pilihan Tuhan tersebut karena Thalut miskin, tak memiliki trah bangsawan. Dengan dalih itu kaum Yahudi merasa kurang sreg dengan kepemimpinan Thalut.
Tuhan meyakinkan mereka bahwa bukti kelayakan Thalut adalah kemunculan tabut yang sudah lama tak mereka ketahui keberadaannya sejak era Musa dan Harun.
Jadi, penolakan terhadap pemimpin yang berkualitas tetapi miskin adalah bagian dari karakter orang Yahudi yang sudah terjadi sejak zaman nabi Daud.
Gambaran lain mengenai orang Yahudi adalah sikap skeptis yang berlebihan. Suka mengajukan pertanyaan yang tidak relevan yang pada akhirnya mempersulit mereka sendiri (ingat kisah pengadaan sapi untuk mengungkap kasus pembunuhan dalam kisah Israiliyat).
Sikap skeptis tentu penting dalam membangun jalan ilmiah; Namun, jika diterapkan pada saat genting, skeptisisme bisa menyebabkan seseorang kehilangan nyawa. Contoh, saat seorang kawan yang duduk berhadapan melihat snipper sedang membidik rekan di depannya. Secara sontak ia akan berteriak “TIARAP!” Kawan yang diberi peringatan malah bertanya, “Mengapa aku harus tiarap?” Mungkin saat pertanyaan usai diajukan, sebutir peluru telah menembus batok kepalanya.
Bahkan dalam uraian kisah mengenai terbelahnya laut untuk membebaskan Bani Israil dari kejaran Fir'aun dan balatentaranya, masih ada yang meragukan ajakan Musa untuk melintasi laut yang telah terbelah. Sebagian kisah menuliskan bahwa saat itu terdapat 12 belahan laut, sesuai dengan jumlah klan atau kabilah Bani Israil. Seorang di antara mereka merasa ragu karena tidak bisa melihat anggota rombongan lain, "Musa, benarkan mereka yang berada di lorong-air lain masih hidup? Jangan-Jangan mereka sudah tenggelam..." Musa meminta Allah menyatukan belahan air demi menghapus keraguan tersebut.
Ketidakkompakan kerap digambarkan sebagai bagian dari sifat bangsa Yahudi. Mudah terpecah-belah, saling tikai dengan sesama, dan suka menimbulkan kerusakan di muka Bumi. Jadi, setiap aktivitas yang menimbulkan bencana juga tergolong ke-Yahudi-an. Itu menurut Al-Qur'an... bukan menurutku.
Sayangnya, ciri ketidakkompakan sudah tak tampak pada bani Israel. Perang Enam Hari telah membuktikan betapa kompak mereka melawan rencana serangan yang berasal dari daulah-daulah Arab yang mengelilingi mereka.
Sebagai wangsa dengan jumlah yang sedikit, mereka sepertinya sadar betul untuk menyingkirkan ketidakkompakan dalam lingkup pergaulan beragama, berkeluarga, bertetangga, berbangsa dan bernegara. Aku yakin itu upaya yang berat, sebab mereka mesti melawan nubuwah yang tertulis dalam Al-Qur’an. Bukannya memilih tunduk. Mereka belajar betul bahwa nubuwah buruk tentang mereka mesti dibantah dengan sikap yang nyata. Sikap yang membutuhkan ketabahan yang relijius, spiritual dan revolusioner dalam sekali gerak yang menggebrak.
Penguasaan teknologi, akses politik, ekonomi dan perdagangan bukanlah capaian yang boleh disetarakan dengan menyeduh Mie Sedaap Rasa Ayam Rawit Bingit.
Kutukan kita terhadap Yahudi, Israel, Zionisme cuma membuktikan satu hal: Kutukan Emak Malin Kundang lebih kuat dari presiden, raja dan perdana menteri manapun!
Tiap makian yang teralamatkan untuk Yahudi justru seolah makin menyusutkan wilayah Palestina. Bagai kabupaten Aceh Tamiang yang terhimpit kebun sawit.
Bahkan, sebagian dari kita sampai lupa bahwa Goliath (Jalut) berkebangsaan Palestina sementara Daud (David) berasal dari Bani Israil.
Nah… mari becermin dan bertanya pada diri kita masing-masing, Berapa persenkah ke-Yahudi-an kita?
Selamat menempuh dusta...
bang @ayijufridar.. cak tarek dulu anak hilang ini ke #steemliteracy, biar jangan tenggelam tulisannya entah dimana-mana nanti.
@el-nailul, ada kee tengok niy kawan kee datang diam-diam dia dan langsung ngajak tuma'ninah mempertanyakan ke-yahudi-an kita
aku tahu kee nggak bisa banyak berbuat di steemit gegara SP yang cuma 4, kee bilang kalau mau kudelegasikan sedikit, biar enak kee posting sesuka-suka kee yaa @sangdiyus
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Ampyun, Kak... tentu saja aku mau jika Kakak tak keberatan. 10 ribu SP aja nggak usah banyak-banyak kali.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Kee piker aku yg punya steemit bisa kasih 10rb SP, 100 aja aku nggak tega kasihnya 🤣
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
@cicisaja 🤣🤣🤣🤣
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Itu pikiran baikku untuk Kakak. Siapa tau terwujud...
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Selamat datang kembali legenda Steemit 😀
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Hahahahaha...
Lebih cocok jadi legenda peta, Tuan...
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Postingan anda sudah mendapat kurasi dari Curanmor. Maka dari itu semua, akan menyusul dukungan vote beberapa Skala Richter.🍷🍷
Salam @fooart
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
dia sereng nya curanrek @fooart
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Si bung kembali
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Ah...si bung, menghilang lagi!
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Dibungkus dia bawa pulang
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Aku nunggu kurasi dari curancis (pencurian mancis), Foo
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
udh mulai kesasar lagi ni anak hilang @sangdiyus gak usah kasih sp kak @cicisaja kasihan nanti dia gak tau pakai ke mana
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
ada kee baca itu @sangdiyus? kata si roy ngga boleh pinjamin kee SP
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Si Roy memang kek gitu dia, Kak, seri aja nggak mau sama awak, apalagi kalah.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Keren.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Termakasih sudah singgah, Brotha...
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Welkam bekkkk petapa genittttttt
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit