Di artikel sebelumnya saya telah menghikayatkan bagaimana kecanduan saya dengan kopi selama bertahun-tahun sampai kemudian saya dikunjungi oleh GERD dan lalu segera meninggalkan kopi hingga saat ini.
Hampir genap 3 tahun saya meninggalkan kopi tanpa mencicipinya walaupun setetes. Selama tiga tahun belakangan saya telah melakukan "ijtihad" mandiri untuk beralih ke minuman lain yang bagi saya tak kalah nikmatnya dibanding secawan kopi.
Dalam tiga tahun terakhir saya beralih ke minuman lain yang bagi sebagian orang mungkin kurang menarik, tapi bagi saya justru sama nikmatnya dengan kopi.
Sudah tiga tahun saya mengonsumsi gula aren yang setelah diaduk dengan air panas memiliki rupa serupa kopi atawa mirip teh kental yang rasanya tak kalah syahdu dengan kopi.
Setelah mengonsumsinya saya langsung saja merasa cocok dengan minuman ini.
Keputusan saya beralih ke gula aren awalnya atas saran seorang seorang dokter, tempat saya berkosultasi dan mengobati GERD yang sampai saat ini belum juga pulih sempurna, namun sudah lumayan berkurang dibanding sebelumnya.
Berawal dari saran dokter yang katanya dapat menyehatkan lambung, akhirnya gula aren menjadi minuman "wajib" bagi saya sebagai pengganti kopi.
Awalnya saya membeli gula aren asli di Suzuya Bireuen dan kemudian saya memesan beberapa kilo dari seorang teman yang menjadi distributor gula aren asli dari wilayah Tengah Tenggara.
Saya memilih membeli gula aren asli meskipun harganya sedikit lebih mahal dari gula aren yang dijual di pasar tradisional yang pada umumnya tidak lagi asli. Pernah sekali saya membeli di pasar dengan harga murah, tapi saya langsung saja "terbang menceret" karena tidak cocok.
Sejak tiga tahun lalu sampai saat ini, kemana pun pergi, saya selalu membawa gula aren. Saat ke kedai kopi saya juga membawa gula aren. Saya cukup meminta air panas di kedai kopi dan membuatnya sendiri yang jika dilihat sepintas mirip kopi.
Agar tidak dianggap pelit, karena tidak memesan kopi, biasanya saya memesan makanan agar ketika keluar dari kedai kopi, seperti orang-orang, saya juga menuju ke meja kasir untuk membayar harga kue yang saya makan. Atau kalau di warung itu tidak ada kue, saya akan membayar kopi teman-teman yang ada di sana. Pokoknya saya harus membayar karena telah menumpang duduk di kedai, meskipun tidak memesan apa-apa dan hanya minum gula aren.
Kadang-kadang di sebagian kedai memang menyediakan gula aren sebagai pemanis kopi, pengganti gula pasir. Di kedai-kedai macam ini, biasanya saya langsung meminta pelayan warung untuk membuat gula aren dan tidak mengeluarkan gula aren yang saya bawa dari rumah.
Awalnya mereka bingung karena mereka menggunakan gula aren untuk pemanis kopi, sedangkan saya maunya gula aren murni. Tapi lama-lama kelamaan mereka mulai mengerti bahwa saya sudah meninggalkan kopi.
Teman-teman saya awalnya juga heran kenapa saya minum gula aren, tapi lama-lama mereka paham juga bahwa gula aren adalah "kopi baru" bagi saya.
Satu lagi, saya ingin sampaikan kepada Tuan-Puan Steemian bahwa gula aren itu memang enak. Silakan dicoba.