Antara idealis dan penikmat musik

Jika makan tanpa garam rasanya memang tidak enak, terasa hambar bahkan menjadikan sakit perut. Ketika manusia tidak mengindahkan rasa ini maka hidup sudah tidak punya selera. Seperti hal nya hidup ini tanpa adanya musik bagaikan begadang tanpa kopi hitam tentunya, bisa buat hati galau dan mata terpejam. Di era yang semakin bingar-bingar dengan gemerlap lampu diskotik dan dengan sorotan lampu panggung yang kian marak dengan goyangan, mata hanya akan dimanjakan oleh visual yang berbentuk baju ketat atau malah baju belum jadi...hehehehe. Nuansa audio nya terkadang belum dikemas dengan teknik harmonika secara matang. Namun hal itu semua bukan berarti karya tersebut dinilai tidak berkualitas, karena justru keadaan yang seperti ini justru disukai oleh banyak orang, baik itu laki-laki, perempuan kecil atupun tua dan ari kalangan bawah. Oleh karena itu, karya ini bagus untuk sebuah refreshing mata. Di sisi lain karya yang memang mempunyai nilai harmoni musik yang tinggi dengan musikalitas yng mumpuni terkadang tergilas oleh selera masyarakat. Karyanya tersumbat juga oleh lebel yang notabene memang sudah besar, karena memang minat pasar yang menjadi tujuannya. Oleh karena itu mereka yang tidak bisa tampil di layar kaca, namun semangat perjuangan tak meluluhkan mereka. Mereka berkarya di studio dan kemudian membuat komunitas. mereka yang bermulai dari sini cenderung memiliki pengikut yang idealis. Tidak ada yang salah dengan keduanya, hanya saja gambaran kedua karya tersebut sekarang sangat terlihat jelas, tinggal kita mau yang mana,,,okkeee !!!