Last one, bab terakhir dari Volume.III Acehnologi yaitu membahas tentang bagaimana perubahan pengambilan alih religi dalam masyarakat yaitu dari Teungku ke Ustaz. Semulanya, pendidikan Islam di Aceh memang lebih dikontrol oleh Teungku, dikarenakan Aceh memiliki ke khas-san dalam sistem pemdidikan agama yaitu Dayah. Dayah merupakan tempat reproduksi ulama, tetapi juga sebagai "penjaga masyarakat". Masyarakt Aceh sangat sangat bergantung kepada Teungku mengingat bahwa Teungku merupakan kelompok ulama lokal dan guru di kampung atau Dayah.
Adapun makna ustaz adalah guru, di Aceh kini ustaz memang telah mengambil peran di pesanteren modern serta juru dakwah. Peran Ulama di aceh memang sangat aktif dalam literatur sejarah Aceh, semasa kerajaan Islam Ulama dijadikan penasihat, dan ketika masa penjajahan Ulama sebagai pelopor ideologi Jihad. Ulama di aceh dienak dengan panggilan Teungku, Abu, Abi, Waled, Abati dan abon.
Peran Abu Chik memang tak hanya di dayah tetapi juga sebagai pemimpin spiritual dalam masyarakat. Selanjutnya Teungku yang dibawah Abu Chik merupakan Teungku Bale, kalau di pesantn odern disebut Ustaz, teungku bale mengajari sari si bale-bale dayh daksd kerap mewakili Abu chik dalam acara keagamaan. Berikutnya adalah Teubgku Rangkang, yang dipilih dari santri untuk menjadi "asisten" Teungku bale. Dan terakhir Teungku Meunasah, yang memainkan perannya bukan di dayah tetapi di gampong (kampung)yang tugasnya membantu masyarakat dalam bentuk bidang keagaaman, penyelesaian konflik dalam adat, pesta perkawinan, menerima tamu. Namun ternyata adapula Teungku di luar dayah yaitu sebagai tradisi semata terhadap orang Aceh.
Dalan bab ini, penulis sangat jelas menggambarkan bagaimana sosok ustaz kini di aceh dari awal kedatabgan hingga pengaruhnya sekarang. Terbukti di suatu daerah Aceh Utara kini Ustaz sat digemari, namun mereka tak berpegang pada mazhab namun cenderung hanya kepada jaringan sunnah, pernah seketika kelompom dayah salah satunya menjadi imam disana dan berdoa selepas shalat yang dilakukan seperti di dayah, namun salah satu anggota dunnah mencegahnya karena di mesjid tersebut tak pernah dilakukan.
Beberapa kalangan dayah kini juga sudah melibatkan diri dalam politik agar terbentuknya sistem kepemimpinan syariat, sementara bagi kalangan ustaz agaknya terdapat sinyal bahwa kedatangan mereka tak hanya belajar islam tetapi juga sebagai upaya memperluas jaringan radikalisme di indonesia. (Hal.939)
Pada akhir bab ini dikatakan ada persoalan serius, tetang kesinambungan sistem pendidikan tradisional. Faktanya sekarang banyak orang tua memberikan anaknya ke pesantren modern agar bisa melanutkan pendidikan ke timur tengah dan menganggap masa depan lebih cerah. Namun kegemilangan dayah seharusnya harus terus dijaga karena tanpa dayah Aceh kehilangan peradabannya.
Sekian review volume III dari Acehnologi, semoga dapat bertemu dalam postingan review buku-buku yang lain, Aamiin semoga♡