coffee is a conflict solution

in indonesia •  7 years ago 

coffee is a conflict solution

IMG_20180201_235343_541.jpg

Kemarin, saya melihat konflik yang muncul karena perdebatan di group Whatsapp (WA). Awalnya biasa saja, karena perbedaan cara pandang terhadap suatu masalah.

Yesterday, I saw a conflict arising from the debate in the Whatsapp (WA) group. Initially casual, because of differences in perspective of a problem.

Namun, ada pekerja yang ngotot membela atasannya. Bawahan membela atasan dalam perdebatan dengan orang lain? Biasa saja. Tidak ada yang menarik.

However, there are workers who insist on defending his superiors. Subordinates defend tops in debate with others? Ordinary. Nothing is interesting.

Seiring berjalannya waktu. Diskusi mulai memanas. Sang pekerja membuat masalah baru. Dengan ego yang meninggi. Bagiku, aku bisa memahami kenapa dia begitu sombong.

As time goes by. Discussions are starting to heat up. The worker made a new problem. With a rising ego. To me, I can understand why he's so proud.

Karena dia adalah orang indonesia yang kuliah di kampus negeri untuk meraih gelar sarjana dan melanjutkan pendidikannya ke luar negeri. Jadi, kita bisa memahami kalau dia memiliki rasa tinggi hati.

Because he is an Indonesian who studies in public campus to get a bachelor degree and continue his education abroad. So, we can understand that he has a sense of arrogance.

Waktu itu, dia dengan latar belakang pendidikan dan pekerjaan memperlihatkan kesombongan. Dia tidak menerima nasehat orang lain. Kecuali orang tersebut memaparkan referensi dari buku kajian atau hasil penelitian.

At that time, he with educational background and work showed pride. He does not accept the advice of others. Unless the person exposes references from study books or research results.

Akan tetapi, dia sangat pandai menasehati orang lain. Memandang rendah orang kampung yang sekolah di kampung. Aku heran, kenapa ada pekerja di bidang pemilu mampu memandang rendah orang lain.

However, he is very good at advising others. Looked down the village people who were schooling in the village. I wonder why there are workers in the field of elections able to look down on others.

Padahal demokrasi adalah ruang terbuka untuk pemenuhan hak asasi manusia di bidang sosial dan politik. Tidak pantas bagi para pegawai atau pekerja di komisi pemilihan umum memandang dengan sebelah mata. Kepada siapapun.

Whereas democracy is an open space for the fulfillment of human rights in the social and political fields. It is inappropriate for employees or workers in the election commission to look at it with one eye. To anyone.

Kembali ke kisah perdebatan itu. Saat, anggota group mempermasalahkan suatu surat keputusan dari Komisi Pemilihan Umum. Dengan sombongnya, dia mempertanyakan, bagaimana cara menggugat keputusan yang telah diterbitkan oleh lembaga dimana dia bekerja.

Return to the story of the debate. When, members of the group questioned a decree from the Election Commission. With his arrogance, he questioned how to challenge the decision that had been issued by the institution where he worked.

"Ah kamu terlalu sensitif," kata dia setelah berdebat panjang.

"Ah you are too sensitive," he said after a long debate.

"Kamu berpikiran seperti itu, karena kamu tidak diajak ngopi," dia mulai sombong.

"You think like that, because you are not invited to coffee," he began arrogant.

Lalu, dia pun mengatakan hal yang mengarah kepada merendahkan pendapatku dengan kalimat "kamu ini selalu minta diajak ngopi"

Then, he also said things that lead to lowered my opinion with the phrase "you always ask this invited to coffee"

Sebagai penutup kata sombongnya. Dia pun menyampaikan pesan betapa sombong dan angkuhnya

In closing the word arrogant. He also conveyed the message of how arrogant and arrogant

"Kamu bisa datang ke ruanganku, berapa gelas kopi yang kamu mau minum, habiskan semua kopi yang ada di ruanganku".

"You can come to my room, how many cups of coffee you want to drink, spend all the coffee in my room".

IMG_20171005_184213_180.jpg

Dalam hati, aku mengadu kepada Tuhan.

In my heart, I complained to God.

Ya Tuhanku, bagaimana bisa dia menilai orang dengan sangat hina hanya karena tidak memiliki apa-apa. Memang benar, aku berasal dari keluarga miskin dan sekolah di kampung. Kami tidak memiliki rumah.

My God, how can he judge people so despicably just because they have nothing? It's true, I come from a poor family and school in the village. We have no home.

Dalam kegiatan memantau pemilu. Kami hanya bisa memantau demokrasi prosedural atau teknis pemilu. Ketersediaan buku dan literasi sangat kurang. Aku mulai banyak membaca ketika pindah ke kota padang dan jakarta.

In the activities to monitor the election. We can only monitor the procedural democracy or technical election. The availability of books and literacy is lacking. I started reading a lot when moving to the padang city and jakarta.

Akan tetapi, apakah kami para mahasiswa yang sekolah di kampung, tidak memiliki hak untuk bicara? Atau apakah kami yang berasal dari aktifis di kampung adalah kasta terendah?

But are we students at the village school, not having the right to speak? Or do we who come from activists in the village is the lowest caste?

Pembahasan untuk mengajak ngopi bukan lah persoalan minum segelas kopi. Banyak orang yang tidak tahu saat ada orang yang mengatakan:

The discussion to invite coffee is not the issue of drinking a cup of coffee. Many people do not know when someone says:

"Ayo minum segelas kopi". Atau dalam bahasa para aktivis, "mari ngopi saudaraku".

"Let's have a cup of coffee". Or in the language of activists, "let's drink my brother".

Diplimacy of Coffee

Pertama, minum segelas kopi di cafe atau coffee shop adalah biasa. Banyak orang yang menghabiskan waktu ditemani segelas kopi. Minum kopi bukan lah permintaan untuk merasakan kopi di tempat mewah dan mahal.

First, drinking a glass of coffee at a cafe or coffee shop is a regular. Many people spend time with a cup of coffee. Drinking coffee is not a request to taste coffee in a fancy and expensive place.

Kedua, setiap orang yang mengajak minum kopi. Dimanapun, apakah di rumah, atau di warung, atau di kafe. Selalu ada pesan dibalik ajakan minum kopi.

Second, everyone who invites drinking coffee. Wherever, whether at home, or at a stall, or in a cafe. There's always a message behind coffee invitations.

Saat kita mengajak orang lain untuk Ngopi (minum segelas kopi). Banyak mamfaat yang tidak mereka ketahui. Minum kopi bukan hanya masalah menikmati segelas kopi mahal, dengan harga segelas kopi, antara 30.000 rupiah sampai 50.000 rupiah.

When we invite others to Ngopi (drink a glass of coffee). Many benefits that they do not know. Drinking coffee is not just a matter of enjoying a glass of expensive coffee, with the price of a glass of coffee, between 30,000 rupiah to 50,000 rupiah.

Ini bukan masalah harga kopi dan dimana kita menikmati segelas kopi. Meskipun kami termasuk dalam kategori aktifis yang miskin. Kami masih sanggup menikmati segelas kopi di kafe.

This is not a matter of coffee prices and where we enjoy a glass of coffee. Although we belong to the category of poor activists. We were still able to enjoy a glass of coffee in the cafe.

Kita harus memahami sebuah ajakan untuk menikmati segelas kopi. Apabila ada orang yang mengajak anda minum kopi. Maka, dia mengajak bertemu untuk membahas suatu masalah dan mencari solusi. Bersama segelas kopi. Semua perbedaan dalam opini akan menemukan titik temu.

We must understand an invitation to enjoy a glass of coffee. If anyone invites you to drink coffee. So, he invites to meet to discuss a problem and find a solution. With a cup of coffee. All differences in opinion will find common ground.

Jadi, jangan memaksakan pendapatmu hanya karena latar belakang pendidikan dan pekerjaanmu. Karena, kita bisa saja berkelahi. Kalau anda mau menantang kami berkelahi.

So do not force your opinion just because of your educational background and your work. Because, we can just fight. If you want to challenge us fighting.

Namun, sebelum suatu perkelahian muncul, maka kita bisa bertemu dalam acara minum kopi. Karena berdebat di group WA tidak akan menyelesaikan masalah. Sebaliknya, komunikasi di media sosial hanya menambah emosi dan ego pribadi.

However, before a fight arises, then we can meet in a coffee event. Because arguing in the WA group will not solve the problem. Conversely, communication in social media only adds emotion and personal ego.

20180225_102750.jpg

Sebagai contoh:

As an example:

Ada dua politisi yang berbeda partai politik memiliki pandangan berbeda. Maka solusinya adalah ngopi. Kenapa? Karena minum segelas kopi, setiap orang memahami, bahwa mereka harus mencari solusi dari perbedaan pendapat.

There are two politicians of different political parties have different views. So the solution is coffee. Why? Because drinking a glass of coffee, everyone understands, that they must find a solution of dissent.

Ada banyak cerita tentang diplomasi segelas kopi. Perang antar kelompok juga bisa selesai. Karena, mengundang orang lain minum segelas kopi adalah sandi. Bahwa, setiap kelompok harus menjalankan kesepakatan untuk berdamai.

There are many stories about the diplomacy of a glass of coffee. Inter-group wars can also be overcome. Because, inviting others to drink a cup of coffee is a password. That, each group must execute an agreement to make peace.

Sementara itu, undangan kopi hanyalah sandi agar kita membicarakan tentang titik temu. Anda bisa saja memesan segelas teh, susu atau jus.

In the meantime, coffee invitations are just a password so we talk about the intersection. You can order a glass of tea, milk or juice.

Saya ingin mengatakan bahwa anda jangan menghina orang karena mengundang anak untuk minum segelas kopi. Jika anda tidak tahu sandi tentang undangan minum kopi. Saya mohon maaf, itu tanda bahwa anda tidak pernah menjadi aktifis di Indonesia.

I want to say that you should not insult people for inviting children to drink a cup of coffee. If you do not know the password about coffee invitations. I'm sorry, that's a sign that you've never been an activist in Indonesia.

Dalam kesepakatan politik yang tidak ditulis. Bahwa, cara mengukur tingkat kedewasaan politisi adalah dengan melihat bagaimana dia memiliki niat untuk menikmati segelas kopi. Jika dia menerima undangan anda. Maka dia tahu bahwa anda mengharapkan kata solusi.

In a political agreement not written. That, how to measure the maturity level of politicians is to see how he has the intention to enjoy a cup of coffee. If he accepts your invitation. Then he knows that you expect the word solution.

Sehingga, jika dia tidak paham bahwa anda mengajak untuk membicarakan penyelesaian masalah dengan sandi undangan minum kopi. Jangan marah, anggap saja dia memang memandang kopi hanya tentang harga dan dimana anda minum kopi tersebut.

So, if he does not understand that you are inviting to discuss a problem solving with a coffee drink invitation password. Do not be angry, let's just say he is looking at coffee just about the price and where you drink the coffee.

Tidak masalah. Anda tetap undang dia minum segelas kopi. Bayar kopi yang dia minum. Setelah itu, segera tinggalkan dia. Agar dia tahu, kita juga bisa minum kopi yang mahal. Semoga, dia tidak lagi menyombongkan uang yang dia miliki.

No problem. You still invite him to have a cup of coffee. Pay for the coffee he drinks. After that, leave him immediately. In order for him to know, we can also drink expensive coffee. Hopefully, he no longer brags the money he has.



IMG-20180206-WA0000.jpg



Cikini, Menteng, Jakarta Pusat
March 4, 2018
@andrianhabibi
Member of KSI Chapter Jakarta



andrianhabibi-5a6f2c06392e4.jpeg



Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Ulasan yang menarik bg. Segelas kopi menjadi solusi perdamaian.

Gaya aktifis sekarang

Please dont use plastic cup for coffee. It’s not good. Use paper cup

Yes bang. This im buy at TIM

Lovely post

Thank you very much @adenujiadeshina

You are welcome

Mengerikan memang pikiran orang lain terhadap kita, yang bisa dikatakan dapat di sentil dengan sesukanya karena ada keterbatasan. Tapi, satu bro! Lawan dengan kopi! Sebab bukan in "ayo kita ngopi", tapi ada bahasan yang lebih tepat akan berimbang jika itu dilakukan "sambil ngopi". Kira-kira begitulah.

Iya bang. Ngopi adalah budaya mencari solusi. Bukan hanya karena mau nyari kemahalan dan mewahnya suatu kafe.

Jadi marilah kita selesaikan sekarang juga dengan ngopi bareng, bang @andrianhabibi ... hahahaha

Siap bang. Kita ngopinya di Taman Ismail Marzuki.

Kopi adalah media diplomasi. Mari berdamai dg secangkir kopi sanger expresso.

Sandi keluar, solusi datang

Kopi mampu meredam konflik. Cool!

Iya bang. Bahasa teman-teman itu

"Jangan seriusa kali, ngopi-ngopi dulu lah"

Tak perlu merasa sombong hanya karena uang, seperti kata pepatah belajarlah dari segelas kopi karena secangkir kopi tak pernah memilih siapa yang berhak menikmatinya.

Terima kasih @patriciadian

Bener, kopi memiliki banyak filoshopi

Jadi, kapan kita minum kopi?

Kapan saja. Biasanya sih malam di Taman Ismail Marzuki, Cikini, menteng, Jakarta Pusat

Aku dan bang pilo juga vivi sering ngopi di situ tuh sampe bosan. ahahaha