2012018
Aku adalah lelaki. Tinggiku sekitar 168cm. Tidak tinggi dan tidak pendek. Kulitku yang gelap masih bercahaya dibandingkan teman-temanku yang dari daerah nun jauh disana. Wajahku oval dan tidak kotak. Dengan kekakuan yang tak mampu ku buat indah untuk tersenyum.
Rambutku lembut tapi, jarang tertata rapi. Perutku. Oh jangan ditanya, bagaikan perut onepack. Maju kedepan dan kadang membuat kancing baju teriak kesakitan untuk menahan baju tetap indah di bagian ini.
Dalam kesunyian, di pojok kamar. Sebuah kasur yang berantakan menjadi singgasanaku. Ada tumpukan buku yang belum sempat habis ku baca. Memang bukan untuk di baca. Hanya sebagai ganti bantal agar kepalaku tidak sakit.
Malamku masih panjang ketika suara telp rumah itu berbunyi.
"tuuutt tuutt tuutt"
Ah, siapa yang mau ngobrol selarut ini? Bathin berusara dengan sendiri. Malas menyelimuti niat untuk maju selangkah demi selangkah. Meskipun jauh, aku berusaha melawan malas. Dengan penuh gusar ku langsung mengangkat gagang telp.
"Hai, sudah lupa ya ini tanggal berapa? Suara seseorang lansung berteriak dilubang telinga"
"Tahu koq, tanggal 2 bulan januari tahun 2018. Puuuass." Jawabku kepada pemilik suara.
Kesal ntah kepada siapa, gagang telp ku letakkan ke tempatnya. Dalam lunglai, ku berusaha kembali ke singgasana. Bruukk. Tubuh yang bau karena keringat jatuh di singgasana memuju mimpi.
Baru saja Delapan menit ku memejamkan mata. Suara itu kembali mengganggu.
"Brengsek, siapa sih!"
Teriakku bagai ada orang yang menelpon di hadapan wajahku. Sembari bergegas. Aku pun kembali mengangkat gagang telp sambil berteriak
"HOI TAHU SEKARANG JAM BERAPA? DELAPAN MENIT LAGI MENUJU PERGANTIAN HARI."
Ku dengar ada keheningan di balik sana. Jauh entah dimana. Lalu suaranya pun keluar dengan perlahan
"Hari ini 2012018 dan Depalan menit sebelum berganti. Cantik kan. Dua kosong satunya doubel dengan penutup angka Delapan"
Aku tak paham maksudnya. Karena kepala pun masih berat diajak kompromi.
"Bawel loh," bentakku
"Hihihi, selamat bahagia Delapan"
Tawa itu juga sebagai pertanda menutup komunikasi. Dan aku masih saja risau. Siapa yang menggangguku hanya untuk mengatakan selamat Delapan.
Kenapa harus Delapan? Kan ada dua, nol dan satu. Aneh. Gara-gara dia. Kantuk ku menghilang. Terbang melayang. Sial banget. Namun, hati tetap saja bertanya. Siapa dia? Dan ada apa dengan Delapan?
Ahhh aku mun mulai mengarahkan tubuh yang malas ke sudut ruangan lain. Di bawah jendela. Ada dispenser, dengan galon air yang sudah habis. Ku coba melirik penjuru ruangan. Semuanya berantakan. Mataku kehilangan air.
Ternyata nasibku masih saja susah. Bergegas, aku mengambil air dari kran. Air itu hanya ada di kamar mandi. Gelas kosong pas dibawah mulut dimana air keluar. Setelah penuh, aku kembali mendekati dispenser. Kemudian melepas galon kosong. Dan menuangkan air ke dalam Dispenser.
Sembari menunggu warna tombol berganti tanda air sudah matang. Aku mencari kopi dan gula. Ahh, untung masih sisa. Cukuplah menemani malamku yang sudah terganggu.
Aku masih bertanya kata selamat Delapan di 2012018. Dahi sudah bagaikan folosof yang sedang berfikir. Kerutannya bak pemikir berat. Masalahnya, belum jua ku temukan makna Delapan di 2012018.
2012018
Hari ini, tanggal 20 Januari 2018, tanpa sadar suasa itu kembali. Delapan menit sebelum jam 00.00. Kali ini bukan telpon rumah yang berbunyi. Karena sudah ku banting. Rusak dan hancur.
Saat ini, ku masih sulit memejamkan mata. Teringat kejadian aneh setiap hari. Sepanjang waktu. Pas jam 08.08 wib, selalu ada yang menepuk pundakku. Siapa saja, kadang nenek-nenek, kakek-kakek, atau siapapun yang ada di dekatku pada jam Delapan.
Mereka dengan senyum berkata "selamat Delapan nak".
Ahhh, rokok Dji Sam Soe tinggal sebatang. Hampir setengah batang lagi. Menemani segelad kopi menunggu kelopak mata menutup bola. Ahhh siapa yang usil dengan kata Delapan.
Tiba-tiba, ada yang meganggu telingaku. Indra pendengaranku serasa mendengar sesuatu. Bunyinya semakin kuat. Dan dia berbunyi pada Delapan menit sebelum tanggal ini berakhir.
Mataku berusaha mencari sumber suara. Tatapanku pun mengarah pada tas sandang kecil di dekat tumpukan buku. Tas itu berwarna hitam. Biasanya tempat menyimpan dompet dan beberapa lembar kertas juga satu pena.
"La la la la la la," bunyi nya bagaikan lagu yang sedang pop akhir-akhir ini.
"Suara HP," aku bicara sendiri.
Dengan males, aku berdiri, tegak lurus, berjalan menuju sumber bunyi. Perlahan ku buka tas sandang kecil yang sudah kumal itu. Di dalamnya ada barang baru. Bukan hanya dompet, pena dan kertas. Tapi ada handphone mungil yang sering dipanggil smartphone.
"Lah HP siapa ini" panik dan takut. Aku segera mengambil HP yang entah siapa yang punya. Tapi layarnya masih terkunci dan meminta kode angka.
Ku perhatikan bentuknya, kotak cukup panjang. Sepertinya mahal. Karena beratnya ringan dan suaranya merdu. Hmmmm. Ku coba melihat sisi belakang HP.
"2012018" tulisan itu ku baca.
Dengan penasaran yang masih memuncak. Ku tekan layar dengan angka 2-0-1-2-0-1-8. Hasilnya? Layar terbuka dengan tampilan satu panggilan dan satu pesan.
Ku lihat nomor panggilan dan sms menggunakan nomor sama.
"0882012018" dengan pesan yang aneh:
"Selamat *Delapan" isi pesan singkat. Dengan penutup pagar #2012018.
Aku mulai merasakan hal aneh. 2 januari 2018 dengan cara penulisan sama. 2-01-2018 dan 20-1-2018.
Aku berjalan kembali kenarah asbak dengan kopi segelas. Tangangku masih menggenggam HP. Belum ada niatku untuk membalas pesan atau menghubungi balik.
Malam pun semakin larut. Dan aku tertidur dengan gaya duduk. Satu kaki kuris dan satu lagi ku tekuk.
Delapan
Siang itu, aku duduk di taman kota. Sendirian. Sembari mematik korek untuk menghidupkan rokok 234. Tiba-tiba seorang pemuda dengan sepeda menghampiri. Di belakang sepedanya ada keranjang dengan isi termos, dan pelbagai jenis kopi sasetan.
"Ngopi mas," tawar pemuda ini
"Satu mas yang hitam dan jangan diaduk" jawabku
"Siap mas" sambungnya
Dengan sigap, hitungan detik dia sudah memberikan satu cup (gelas plastik) dengan kopi hitam.
"Berapa mas" tanya ku
"3000 pas" senyumnya
"Makasih mas" ku timpali dengan uang kertas 2.000 dan 1000 logam
"Sama-sama mas" jawabnya dan menghampiri sepeda. Dinaiki dan dikayuh untuk berlalu dari hadapanku.
"Pas ya, segelas kopi dan sebatang rokok, bagi dunk" tanpa sadar, ada suara cewek yang entah kapan duduk di sebelahku.
"Cewek koq merokok" sanggah ku
"Becanda" dia menjawab dengan senyuman.
Kami pun diam. Sesekali ku lihat dia mencoba memperhatikan aktifitasku. Menuliskan kata-kata di selembar kertas.
"Nulis apa" tanya dia yang berusaha ingin tahu.
"Nanya tulisan, engga sopan, nanya nama dulu dong" jawabku ketus.
"Yah, kamu duluan" balasnya
"Males pake bangets" jawabku
Tiba-tiba, ada bunyi di dalam tas sandang. Seperti biasa "la la la". Aku pun segera mengambil HP yang entah milik siapa. Ternyata ada pesan masuk.
"Hai Delapan kamu tu ngeselin ya" tulisnya.
Kaget, aku melihat ke sebelah. "Mana gadis tadi" hatiku bergumam. Ya gadis dengan semerbak wangi. Rambutnya panjang kemerahan, wajahnya cantik, hidung kancung, alis tebal, bibir merah merona dan mata abu-abunya, putih, dan tubuhnya ideal bak gitar spanyol. Tak sanggup ku mengingat-ingat lagi tubuhnya. Begitu indah dan menawan. Berisi dan senyumnya.
Hari sudah sore. Aku sudah berada di depan pintu kamar kos ku. Ada keanehan lagi. Ku lihat sepatu dan sandal tertata rapi. Tanganku mencoba merogoh kunci dalam tas. "Masih ada" gumamku.
Tapi, saat gagang pintu ku tekan ke bawah. Perlahan pintu ku buka. Kreeeeekkk. Sejenak ku merasa heran. Ku lihat galon dispenser sudah terisi air. Di atasnya, tepat di bawah jendela, ada pot dengan setangkai bunga.
Mata ku berkeliaran ke seluruh ruangan. Kasur ku sudah rapi dengan balutan kain indah dan masih baru. Di salah satu ujungnya. Ada dua bantal kotak dan satu bantal guling.
Buku ku kemana? Ku lihat ada rak buku. Dan buku-buku mengisi pemuh rak. Tersusun rapi. Pakaian yang biasanya berantakan, lenyap entah kemana. Bersih. Abu-abu diatas lantai seakan kena usir dari kamar.
Aku pun melangkah masuk. Ku letakkan tas sandang di atas rak buku. Lalu, penasaran, ku berjalan ke sebelah kamar mandi. Meskipun bukan dapur, tapi aku telah membuatnya menjadi dapur. Seperti dugaanku, piring sudah bersih. Gelas-gelas bening. Kompor bersih. Dan ada masakan berupa ikan sambal, sayur bayam, dan tempe goreng juga nasi dua piring.
"Ahhh biarlah yang penting beres"
Aku melangkah ke kamar mandi. Ku lucuti semua pakaian. Dengan tiada sehelai pakaian. Aku mengguyur tubuh bau keringan. Mandi dengan sepuasnya. Tidak peduli apa yang terjadi. Aku pun mandi sambil bernyanyi.
Delapan oh delapan. Siapakah dirimu. Dua kali membuatku kaget saat 2012018. Setiap jam 8 pagi kau kirim orang menggangguku. Delapan oh delapan. Kau kah gadis cantik tadi siang. Delapan oh delapan. Setengah teriak tanpa karuan.
Setelah puas, badan wangi, ku keluar dari kamar mandi dengan handuk yang menutup pusat sampai lutut.
"Haaaaaaahh siapa loh" kaget melihat gadis tadi siang ada di dekat kasur. Dia duduk dengan hamparan makanan yang tadi di dapur. Dengan ternyum geli, dia menatapiku yang hanya menggunakan handuk.
Tanpa suara, dia berdiri tegak. Menghampiriku dengan membawa baju dan celana. Kaos itu berwarna putih dengan satu kata Delapan. Celana jeans warna biru gelap. Dia memberikan pakaian itu. Wajah kami saling bertemu.
"Bidadari" kata itu muncrat dari mulut tanpa ku perintah. Keluar saja dan buat malu.
Tapi sang bidadari malah memundukkan kepala untuk menyembunyikan senyim dan pipihnya yang mulai merona. Tangannya tiba-tiba terangkat dan menyentuh dadaku. Dengan dorongan pelan. Dia memberi kode, agar aku kembali ke kamar mandi untuk mengenakan pakaian yang di berinya.
source : Facebook LA
Malam Pertama
Kami saling menatap tanpa bicara. Makan sampai habis. Bahkan, aku sampai menjilati jariku karena masakan itu enak sekali.
Gadis cantik di depan ku masih saja tersenyum. Dia merapikan piring kotor. Dengan tenang dia berjalan ke dapur untuk mencuci piring. Dan menyusun dengan rapi.
"Tadi siang ada suaranya, sekarang koq senyum-senyum aja" aku berusa membuka pembicaraan.
Dia duduk diatas kasur. Kakinya melipat. Tanganya mengambil tanganku. Ia menggenggamnya dengan lemah lembut. Matanya yang indah menatapku.
"Kamu engga marahkan"
"Engga"
"Maaf aku beresin kamar"
"Makasih ya"
"Sama-sama"
Lalu, aku pun teringat akan HP baru. Ku lepaskan genggaman lembutnya. Berdiri ke arah rak buku. Mengambil tas sandang. Buka dan ambil HP. Seakan gerak jalan, aku balik kanan dan berjalan. Duduk tepat di sebelahnya.
"Dariku" dia sekaan membaca pikiranku untuk bertanya HP yang ada samaku.
"Bagus dan mahal, aku tak pantas" sembari meletakkan HP itu diatas telapak tangannya.
"Kalau bagus, pakai saja"
"Aku tidak kenal denganmu, dan tidak elok menerima HP darimu"
"Aku ikhlas"
"Aku tetap tidak mau kalau barang tidak jelas"
"Engga papa, HP itu HP ku dan kuberikan untukmu"
Melihat wajahnya mulai berubah. Bagai seoarang wartawan. Mulai lah aku menyerangnya dengan bertubi-tubi
"Siapa kau"
"Delapan" jawabnya
"Delapan? Bohong, masak ada nama itu" sanggahku dengan kesal
"Namamu juga delapan" jawabnya
"Becanda, namaku King"
Hahahahahhahahahahaha dia tertawa. Untuk sebentar aku memuaskan pandanganku. Betapa indahnya gadis misterius ini.
"King, aku engga mau, namamu tetap delapan" dia mulai membuatku tersenyum karena ngototnya yang aneh.
"Okey lah. Aku delapan. Puas" kali ini kata puas ku sampaikan dengan lembut.
"Gitu dunk" keliatannya dia senang. Sampai dia mengangkat telapak tangan dan ditempel ke pipinya.
Gila. Aku yang harus menguasai suasana. Sekarang malah detak jantungku tidak karuan. Berdetak tanpa irama. Bahkan seakan-akan sedang berlari.
"Itu janjimu bahwa delapan adalah keindahan kita saat 2018"
Aku masih tidak mengerti. Mulai salah tingkah. Ku tarik tangan dan mencari rokok dan korek. Dia hanya memandangi yang pandangannya sangat sejuk. Menyergap jiwa hingga tubuhku bergetar.
Kami diam. Sekan tahu bahwa aku sedang berfikir. Dia merebahkan kepalanya dipangkuanku. Gawat. Dia sengaja agar aku tidak merokok. Dia lepaskan sebagang rokok yang sudah ada di jariku. Dan dikalungkan tanganku seakan memeluk kepalanya.
Tak perduli dengan tatapan ku yang sudah berubah. Jujur saja, pandanganku sudah pandangan buas. Kelaki-lakianku menguat. Sadar akan itu, dia menutup matanya dan tersnyum. Ohh bibirnya yang merah muda sungguh menggoda.
Setelah lama menahan. Tiba-tiba ada air yang menetes di pipinya. Sehingga membuatnya kaget dan membuka mata dengan bola mata indahnya.
Tanpa komando, aku mulai cetamah dengan aliran air mata.
"Kamu siapa, aku bukan orang baik yang bisa menahan diri. Aku ini orang miskin. Mahasiswa tahap akhir tanpa kejelasan hidup. Aku ini aktifis"
Aku mulai menjejalinya dengan kata-kata yang menyedihkan. Tapi jujur. Muncul dari relung jiwa.
Tanpa menjawab, gadis yang selalu mengucapkan kata Delapan kembali duduk. Dia memegang wajahku dengan kedua tangannya. Sedikit memaksa akhirnya memelukku dan menjatuhkan wajahku di pundak kanannya.
"Jangan lanjutkan, tidurlah Delapan" bisiknya merdu di telingaku.
"Kau adalah aku dan aku dalah kau" lanjutnya. Kemudian menceritakan kisah yang tidak ku ingat.
Kisah tentang masa kecil ku saat menolong seorang adik kelas waktu Sekolah Dasar. Ketika dia menangis di ganggu oleh kawan sekelasku.
Kemudian, aku yang menurut ingatannya pernah berjanji. "Kita akan bertemu lagi saat 2018, ingat ya, Delapan di akhir 201". Begitulah kira-kira simpulan kisah waktu kecil.
Sejak itu. Dia mengaku telah mengutitku. Memantau perkembanganku. Sampai akhirnya, dia memberanikan diri menghubungiku sebanyak tiga kali. Saat 2 Januari 2018 dan 2O januari 2018.
"Aku fikir kamu engga suka samaku, omonganmu ketus sih" kalimat itu mendamaikan dan menghentikan tangisku. Dasar bodoh. Hanya orang gila yang tidak menyukai gadis secantik dia.
"Aku ingat waktu itu, kamu bilang bahwa saat kamu berusia 28 tahun, kamu akan menikahiku" kali ini dia merajuk manja dan membenamkan wajahny di pundakku.
"Tapi" belum lagi selesai aku ngomong. Tiba-tiba dia memisahkan pelukan kehangatan. "Tapi, apa kau sudah punya gadis lain?" Teriaknya sembari menahan mata yang hampir berkaca tanda air akan segeta turun.
Di luar huja sudah turun. Suasana dingin menyelimuti malam. Tak tega melihat wajahnya yang mulai sedih. Membuatku merasa bersalah. Wajahnya mulai menunduk. Tubuhnya bergetar. Sebelum semua menjadi masalah aku pun mulai sok romantis.
Dengan perlahan ku pegang kedua pipinya. Lalu ku kecup kening. Masih kurang. Ku cium ubun-ubunya. Setelah itu aku pun memandanginya. Begitu juga sebaliknya.
"Mau susah denganku" jawabku.
"Aku engga perduli, kau harus tepati janjimu" pintanya manja
"Apa itu?" Tanyaku
Dia tiba-tiba menggigit tanganku.
"Aahh" pekikku sakit.
"Usiamu sudah 28 dan sekarang tahun 2018"
"Iya, terus"
"Ya sudah, kita menikah saja"
"Iya sayang"
Mendengar kata sayang, dia langsung menyerangku. Sampai aku rubuh. Dia berada diatasku. Sampai pagi. Kami diam tanpa suara.
Aku terbangun pagi ini. Beda dengan pagi-pagi biasanya. Kali ini aku terbangun dengan kebahagiaan. Duduk. Ku lihat gadis yang meminta ku nikahi sedang menyiapkan sarapan. Dia tersenyum.
"Namaku Delia Fanya yang kau singkat dengan Delafan atau Delapan". Kata gadis blesteran Indonesia-Slavia.
"Delapan kebahagianku" rayu ku
"Slavia untuk Indonesia" pintanya manja.
Dengan keberanian. Dia menyatukan dua bibir. Meskipun hanya beberapa detik. Perasaan bahagia itu bertahan selama Delapan Puluh tahun kebersamaan kami.
Kontes Keindahan Angka Delapan untuk indonesia 2018: Delanku
Ada info lomba dari akun steemit @dokter-purnama. Lombanya bertemakan Kontes Keindahan Angka Delapan untuk Indonesia 2018. Langsung ku komentari:
insyaAllah ikutan dok
Namun, membaca tema, langsung ku teringat untuk menuliskan sebuah kisah. Ya. Kita bisa membaca kode dibalik angka Delapan.
Mau tahu siapa @dokter-purnama? Lihat video ini
Info lomba, silahkan klik https://steemit.com/indonesia/@dokter-purnama/konter-menulis-dan-desain-logo-dengan-tema-keindahan-angka-delapan-untuk-indonesia-2018
Jangan lupa, bang @bahagia-arbi sebagai dewan juri
Cikini, Menteng, Jakarta Pusat
19 Februari 2018
@andrianhabibi
Member of KSI Chapter Jakarta
Kisahnya sangat seru ini bg, masa2 yang indah dan kembali untuk dikenang.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Seandainya saja saya beneran mendapatkan gadis itu hahaha
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Romansa yang indah.....
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Semoga berbuah kemenangan atas kompetisinya ya bang hahahhaa
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Dramatis story..
Good job brader...
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Thank you for attention
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Banyak banyak hal yang sering kita kenang, seperti kisah di atas. Hahahahha. Semoga kena gigit lombanya bro
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Bener bang. Hahahahaha
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Sipa bang
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
noted:
jlb:jangan lupa bahagia
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Selalu bahagia bang
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Misteri angka delapan. Kisahnya panjang sekali. Semoga lancar dan sukses kontesnya Andrian.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Hahahahha pingin dapet cewek yang saya buat jado foto profil tu kak... bagaimana caranya ya
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Liar biasa,, smoga menang yaaa,,,
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Ayo bang. Ikutan. Jurinya bang @bahagia-arbi
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
tapi ati2 kopinya tumpah ke laptop wkwkwkwk
Upvote saudara
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Hahahhaha
Hampir saja bang. Soalnya puyeng nulis panjang. Apalagi menulis hayalan yang romantis. Udah di tulis. Ehh saya malah mengharapkan jadi kenyataan.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Mantap bang @andrianhabibi
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Semoga setiap postingan memberikan mamafaat atau berguna bagi kawan-kawan.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit