The Sacredness of Kraton of Yogya | Kesakralan Keraton Yogya |

in indonesia •  7 years ago 

ZAMAN terus berlari, tetapi Keraton Yogya tetap abadi dengan eksotisme sejarah panjang di belakangnya, mulai dari masa kerajaan pada 1558 Masehi, masalah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, sampai perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Tidak heran jika keraton kini menjadi salah satu destinasi wisata di Yogyakarta, Jawa Tengah, baik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.

Sering ke Yogyakarta, baru kali saya mengunjungi Keraton Yogya. Bahkan karena kesasar, kami sempat berbelok ke kanan menuju Keraton kediaman Sultan Hamengkubuwuno X bersama keluarganya, bukannya Keraton yang dibuka bagi wisatawan. Akhirnya, kami menuju Keraton yang dibuka bagi umum, berbaur dengan wisatawan lainnya.


Berdasarkan situs www.njogja.co.id, lingkungan Keraton Yogya disusun secara konsentris (memiliki bentuk dan sifat sama). Tata ruang Keraton terdiri dari lapis terluar yang termasuk alun-alun, lapis kedua yang termasuk Istana Siti Hinggil, lapis ketiga yang termasuk pelataran Kemadhungan utara dan selatan, lapis keempat yang di antaranya termasuk pelataran Sri Manganti, serta lapis kelima yang merupakan pusat konsentris.

Setiap pelataran dihubungkan dengan benteng dan sembilan pintu gerbang yang sepintas bentuknya serupa. Wajar saja ada wisatawan yang kesasar bila tidak didampingi pemandu.
Menelusuri pelataran dan ruang di Keraton Yogya, terasa suasana sakral dan bersahaja. Arsitektur Keraton begitu klasik, dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya. Kami yang terbiasa berbicara dengan suara keras, dengan sendirinya seperti tertata ketika berbicara di dalam Keraton. Demikian juga dengan beberapa wisatawan asal Amerika Serikat yang berbicara dengan santun dan tekanan suara terjaga.


Keraton_02.jpg


Di beberapa pelataran masih berupa halaman tanah berdebu tanpa rumput. Tidak sentuhan arsitektur modern di Keraton Yogya, tetapi di situlah letak eksotis-nya. Berada di tengah Keraton, kita serasa terseret ke masa silam.

Pada hari tertentu, pengunjung juga bisa menyaksikan pertunjukan gamelan, wayang golek, tari, wayang kulit, dan wayang orang. Ketika kami datang, sayangnya sedang tidak ada pertunjukan apa pun, selain pemutaran film tentang upacara adat di dalam Keraton.

Bagi wisatawan luar negeri, jangan khawatir tidak mendapatkan informasi yang lengkap karena sudah ada jasa pemandu di sekitar Keraton. Biayanya pun tidak mahal dibandingkan dengan nilai sejarah yang diperoleh di Keraton. Segala sesuatunya memang relative murah di Yogya, termasuk aneka souvenir yang terdapat di sekitar Keraton.[]


Keraton_03.jpg


The Sacredness of Kraton of Yogya

AGE continues to run, but the Kraton of Yogya remains immortal with the long historical exoticism behind it, starting from the royal period in 1558 AD, the problem of the struggle for independence of the Republic of Indonesia, until the struggle for independence. No wonder the palace is now one of the tourist destinations in Yogyakarta, Central Java, both for local and foreign tourists.

I am very often to Yogyakarta, but the first time I visited the Kraton of Yogya. Even because of stray, we had turned right into the palace of Sultan Hamengkubuwuno X residence with his family, instead of the palace that was opened for tourists. Finally, we headed to the palace which is open to the public, mingle with other travelers.


In some courtyards it is still a dusty lawn without grass. Not a touch of modern architecture in the Kraton of Yogya, but that's where the exotic location. Being in the middle of the Kraton, we feel dragged into the past.

On certain days, visitors can also watch gamelan performances, wayang golek, dance, wayang kulit, and wayang orang. When we arrived, unfortunately there were no performances whatsoever, apart from the screening of the ceremony in the Kraton.

For foreign tourists, do not worry do not get complete information because there are guides around the Kraton. The cost is not expensive compared with the historical value obtained in the Kraton. Everything is relatively cheap in Yogya, including various souvenirs found around the Kraton.[]


Keraton_06.jpg


Keraton_08.jpg


Badge_@ayi.png

DQmNuF3L71zzxAyJB7Lk37yBqjBRo2uafTAudFDLzsoRV5L.gif

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Perjalanan yang menyenangkan

Dan berkesan @auliaturrahman. Saleum.

Saleum

Ouch, another post yang bikin baper 😂

Halo @ayijufridar, apa kabar? Kami upvote..

Wah, @puncakbukit sudah muncul lagi, hehehehehe....

Keunikan tradisi beserta mistismenya menjadi kekhasan tersendiri bagi Jogja.

Benar sekali @sabjabal. Saleum.

Saleum cit bang @ayijufridar

Jadi ingin kesana bang 😁

Sukses selalu buat bg ayi.

Ulasan yang luar biasa dari penulis luar biasa untuk topik yang luar biasa!

Wah, ada @hermanrn. Kita jumpa di Banda Aceh nanti, yaaa...

Asyik kita jumpa semua!

Sabtu aku ke lhok.

Baca tulisan ini berasa udah prnah ke jogja bg 😂

Terima kasih @nisarunisah88. Ke Yogya lebih murah, mudah, dan indah...

Sayang nggak minta ke perpustakaannya...

Waktunya terbatas Sista @mariska.lubis. Kapan nyampek di Banda Aceh?

Sabtu bang... Sampai jumpa ya!

konon bangunan-bangunan di Yogya memiliki banyak makna filosofis, begitu juga dengan keraton. benteng krapyak, keraton dll memiliki satu garis lurus hingga gunung merapi

Perjuangan pahlawan patut dikenang, berkat mereka negara jdi maju.

Ulasan bg @ayijufridar benar-benar menambah wawasan. Semoga saya bisa berkunjung kesana. Singgah ke blog saya bg.heheheh

"Demikian juga dengan beberapa wisatawan asal Amerika Serikat yang berbicara dengan santun dan tekanan suara terjaga."

Sepertinya gak bisa slengean dan cekikikan seenak udel disitu ya bang? Hahaha
Kalau rajin celoteh kayak Nda,, kayaknya harus lebih banyak diam kalau masuk ke dalam area keraton. Harus edisi pura-pura anggun kayak putri solo. hehe

Sukses selalu buat bg ayi.

Terima kasih @abupasi.alachy. Saleum takzim.