Apa boleh buat. Suntuk bisa datang kapan saja. Bisa datang selagi kau buang hajat di toilet, atau ketika kau lihat wajah pacar yang entah bagaimana polesan kosmetiknya hari ini membuatnya mirip mayat. Alih-alih mengerti dengan apa yang dibicarakan dosen di ruang kuliah, kau malah bermasyhuk ria dengan rasa suntuk yang datang tiba-tiba. Begitulah suntuk itu memulai ceritanya.
Tapi berlama-lama dengan suntuk adalah alamat buruk. Bisa-bisa setan yang sedang kurang kerjaan menyergapmu serta merta, menguasai pikiranmu, membuatnya kosong melompong, dan matamu terbelalak sedemikian rupa, mengubah raut wajahmu seperti orang kesurupan. Pikiranmu jalan ditempat. Sesekali berkejat-kejat, diam, berkejat lagi, diam, berkejat lagi, begitu seterusnya. Persis seperti mesin yang kadung keselek air sebab bahan bakarnya tidak murni.
Maka demi membuat pikiranmu bekerja sebagaimana biasanya meskipun suntuk sedang mengepungmu dengan hebatnya. Ada baiknya kau turuti anjuranku sekali ini saja.
Pertama-tama siapkan sebatang pensil atau pulpen. Siapkan kertas, apa pun jenisnya. Untuk perkara alat tulis tadi, ada baiknya jangan gunakan punya sendiri. Pinjam saja, atau curi saja punya teman sebangku, atau punya si cewek judes yang duduk di depanmu. Lalu, jangan lupa buang angin jika kau sudah merasa ingin buang angin. Jangan tahan itu angin. Bahaya.
Setelah semua bahan itu tersedia di atas meja. Mulailah. Coret itu kertas sesuka hatimu. Biarkan tanganmu yang memegang pulpen curian itu bergerak sesuka hatinya, dan kalau bisa kau bisa gunakan suntuk itu sebagai energi yang menuntuk kemana mata pulpen mengarahkan tintanya.
Pada coretan yang ke sekian, berhentilah sejenak. Periksa sekelilingmu, dan jangan lupa awasi juga tingkah dosen yang memuakkan itu dengan seksama. Jangan-jangan ia sedang mengintai kau lengah untuk kemudian memangsamu dengan umpatan-umpatan yang tentu saja bisa memicu tawa seisi kelas.
Kalau sudah aman. Mari. Mulai lagi. Pusatkan pikiranmu dengan hati-hati. Sejajarkan geraknya dengan gerak jari. Picingkan mata kananmu pada coretan pertama, kemudian berhenti. Tarik napas dalam-dalam, seperti seorang pecundang yang melarikan diri dalam latihan yoga amatiran.
Pada tarikan napas yang ketiga atau keempat, itu kertas yang masih kosong boleh kau coret lagi. Garis-garis di coretan pertama bisa kau kasih bentuk kali ini. Boleh berbentuk persegi, bulat, lonjong, atau bentuk-bentuk lainnya. Semisal bintil-bintil jerawat cewek yang duduk tepat di depan meja dosen itu pernah menghantuimu suatu kali, kau boleh mengabadikannya dalam titik-titik yang banyak, yang ketika ada orang bertanya kau bisa berdalih itu hanyalah amsal bintil bisul yang pernah menyerangmu semasa puber dulu.
Bagaimana? Mengasyikkan bukan? Sementara dua sudut bibir dosen semakin penuh dengan busa putih, kau bisa menghalau kejengahan dan bermasyhuk ria dengan suntukmu. Kupikir sekian dulu. Kau boleh mencobanya lagi di pertemuan minggu depan. Kukira, kau sudah begitu paham.